Liputan6.com, Ankara - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan memboikot kehadiran menterinya di pertemuan tahunan World Economic Forum (WEF) yang digelar pada 15-19 Januari 2024. Keputusan Presiden Erdogan disinyalir terkait protesnya terhadap perang di Jalur Gaza.Â
Dilaporkan Middle East Monitor, Senin (16/1/2024), Menteri Keuangan Turki Mehmet Simsek awalnya dijadwalkan berangkat ke Davos, Swiss, lokasi pertemuan WEF digelar. Namun, Menkeu Turki batal berangkat karena keputusan Erdogan.Â
Davos 2024
Pada WEF tahun ini, tema utamanya adalah Rebuilding Trust. Pemerintah dari 100 negara lebih, beserta organisasi-organisasi besar dunia, turut diundang ke acara ini.Â
Advertisement
Berdasarkan situs resmi WEF, sejumlah pejabat yang datang termasuk Perdana Menteri Republik Rakyat China (RRC) Li Qiang, Presiden Republik Prancis Emmanuel Macron, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, Presiden Argentina Javier Milei, hingga Perdana Menteri Konfederasi Swiss Viola Amherd.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy juga akan hadir. Menlu AS Antony Blinken dan Penasihan Dewan Keamanan Nasional AS Jake Sullivan turut hadir. Perwakilan Senat dan DPR AS juga disebut mendapat undangan.Â
Terkait Israel, Presiden Isaac Herzog juga masuk daftar undangan.
Sementara, sejumlah tokoh politik Timur Tengah juga diundang, seperti PM Republik Irak Mohammed Shyaa Al Sudani, PM Kerajaan Hasemit Yordania Bisher Hani Al Khasawneh, Presiden Dewan Menteri Lebanon Najib Mikati, dan PM sekaligus Menlu Qatar Mohammed bin Abdulrahman Al Thani.
Pejabat Asia Tenggara yang diundang yakni PM Kerajaan Thailand Srettha Thavisin, Perdana Menteri Republik Sosialis Vietnam Pham Minh Chinh, dan Presiden Singapura Tharman Shamugaratnam.
Sekjen PBB Antonio Guterres serta pemimpin IMF, Bank Dunia, NATO, WHO, dan WTO juga dijadwalkan hadir di acara WEF ini.
Korban Tewas Serangan Israel di Gaza 23.968 Orang
Kementerian Kesehatan Gaza yang dikelola Hamas melaporkan pada Senin 15 Januari 2024 pagi bahwa lebih dari 60 warga Palestina tewas dalam serangan militer Israel di wilayah tersebut semalam (Minggu 14 Januari malam).
Dikatakan bahwa puluhan orang juga terluka dalam apa yang digambarkan oleh kantor media kelompok militan tersebut sebagai serangan “intens" Israel dan pemboman artileri di Jalur Gaza.
"Serangan tersebut terjadi di kota selatan Khan Yunis dan Rafah, serta daerah sekitar Kota Gaza," kata kantor media pemerintah Gaza yang dikelola Hamas seperti dikutip dari AFP.
Kantor media tersebut juga dua rumah sakit, sebuah sekolah khusus perempuan dan "puluhan" rumah termasuk di antara sasarannya.
Rumah sakit, yang dilindungi undang-undang kemanusiaan internasional, telah berulang kali terkena serangan Israel di Gaza sejak perang meletus.
Militer Israel menuduh Hamas memiliki terowongan di bawah rumah sakit dan menggunakannya sebagai pusat komando, serta mengeksploitasi infrastruktur sipil secara umum untuk melindungi kegiatannya – sebuah tuduhan yang dibantah oleh kelompok Islam tersebut.
Perang di Gaza dimulai ketika Hamas menyerang Israel pada 7 Oktober 2023, yang mengakibatkan sekitar 1.140 kematian di Israel, sebagian besar warga sipil, menurut penghitungan AFP berdasarkan angka resmi.
Para militan juga menyandera sekitar 250 sandera, 132 di antaranya menurut Israel masih berada di Gaza, termasuk sedikitnya 25 orang yang diyakini telah terbunuh.
Israel bersumpah untuk menghancurkan Hamas sebagai pembalasan dan melancarkan kampanye militer tanpa henti yang telah menewaskan sedikitnya 23.968 orang di wilayah Palestina, kebanyakan wanita dan anak-anak, menurut kementerian kesehatan Gaza.​
Advertisement
Benjamin Netanyahu: ICJ Tak Bisa Hentikan Serangan Israel ke Gaza
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa tak ada yang mampu hentikan serangan Israel ke Gaza, sekalipun International Court of Justice (ICJ).
Israel akan melanjutkan perang melawan Hamas sampai menang dan itu tidak akan dapat dihentikan oleh pihak manapun.
"Tidak ada yang akan menghentikan kami, tidak Den Haag, tidak poros kejahatan, dan tidak seorang pun," kata Netanyahu dalam pidatonya di televisi pada Sabtu malam, mengacu pada Iran dan milisi sekutunya, seperti dilansir AP, Senin (15/1/2024).
Netanyahu berbicara setelah ICJ di Den Haag mengadakan sidang dengar pendapat selama dua hari menyusul tuduhan Afrika Selatan bahwa Israel melakukan genosida terhadap warga Palestina di Jalur Gaza.
Israel menolak tuduhan tersebut, menyebutnya fitnah dan pura-pura suci.
Afrika Selatan dalam tuntutannya meminta ICJ memerintahkan Israel menghentikan serangan udara dan daratnya.
Kasus yang diajukan Afrika Selatan ke ICJ diperkirakan akan memakan waktu bertahun-tahun, namun keputusan mengenai langkah-langkah sementara mungkin akan diambil dalam beberapa pekan mendatang. Keputusan ICJ mengikat, namun sulit untuk ditegakkan, bergantung pada tekad Dewan Keamanan PBB.
Netanyahu menggarisbawahi Israel akan mengabaikan perintah untuk menghentikan pertempuran.
Warga Palestina Tidak Diizinkan Kembali ke Gaza Utara
Kekhawatiran akan terjadinya konflik yang lebih luas dinilai sudah terlihat jelas sejak dimulainya perang Hamas Vs Israel.
Front-front baru dengan cepat terbuka, dengan kelompok-kelompok yang didukung Iran – pemberontak Houthi di Yaman, Hizbullah di Lebanon, dan milisi yang didukung Iran di Irak dan Suriah – melancarkan serangkaian serangan. Sejak awal, AS telah meningkatkan kehadiran militernya di wilayah tersebut untuk mencegah eskalasi.
Menyusul Houthi yang melancarkan serangan drone dan rudal terhadap kapal-kapal komersial di Laut Merah, AS dan Inggris melancarkan beberapa serangan udara pada Jumat (12/1), sementara AS menyerang lokasi lain pada Sabtu.
Afrika Selatan menyebutkan melonjaknya angka kematian dan penderitaan yang dialami warga sipil Jalur Gaza, serta komentar-komentar yang menghasut dari para pemimpin Israel merupakan bukti dari apa yang mereka sebut sebagai niat genosida Israel.
Dalam argumen balasan pada Jumat, Israel meminta agar kasus dugaan genosida diabaikan.
Pengacara Israel berpendapat bahwa negara tersebut mempunyai hak untuk melawan musuh yang kejam dan Afrika Selatan mengabaikan apa yang Israel anggap sebagai upaya untuk mengurangi kerugian terhadap warga sipil.
Advertisement