Menlu Rusia Sebut AS Cs Persiapkan Perang dengan Korea Utara

Pekan lalu, AS, Jepang, dan Korea Selatan menggelar latihan angkatan laut gabungan yang melibatkan kapal induk AS dalam unjuk kekuatan terbaru melawan Korea Utara.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 26 Jan 2024, 12:03 WIB
Diterbitkan 26 Jan 2024, 12:03 WIB
Kim Jong Un dan Sergey Lavrov
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dan Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov saat bertemu di Pyongyang, Kamis (19/10/2023). (Dok. Dok. Russian Foreign Ministry Press Service telegram channel via AP)

Liputan6.com, Moskow - Menteri Luar Negeri (Menlu) Rusia Sergey Lavrov pada Rabu (24/1/2024) menuduh Amerika Serikat (AS), Korea Selatan, dan Jepang mempersiapkan perang dengan Korea Utara.

Menlu Lavrov menuturkan lebih lanjut bahwa blok militer baru yang dibentuk oleh AS itu sedang membangun aktivitas militer dan melakukan latihan skala besar. AS, Korea Selatan, dan Jepang menggambarkan latihan militer gabungan mereka sebagai latihan defensif dan diperlukan untuk mengatasi meningkatnya ancaman nuklir Korea Utara.

"Tiba-tiba retorika Korea Selatan menjadi semakin bermusuhan terhadap Pyongyang," kata Lavrov, seperti dilansir AP, Jumat (26/1).

"Di Jepang juga, kami mendengar retorika agresif dan mereka secara serius membicarakan tentang pembangunan infrastruktur NATO dengan bantuan AS."

Menurut Lavrov, tujuan blok militer tersebut dinyatakan dengan jelas, "Mereka sedang mempersiapkan perang dengan Korea Utara."

Menlu Lavrov mengatakan pula bahwa AS dan sekutu-sekutunya di Asia juga telah membicarakan tentang pengembangan kerja sama mereka.

"Cara mereka mengungkapkannya agak plin-plan, tapi mereka mengatakan sesuatu seperti kerja sama terkait nuklir," ujarnya.

Pekan lalu, ketiga negara tersebut melakukan latihan angkatan laut gabungan yang melibatkan kapal induk AS dalam unjuk kekuatan terbaru melawan Korea Utara yang mempunyai senjata nuklir.

Diplomat senior dari ketiga sekutu tersebut dilaporkan akan bertemu di Seoul untuk membahas memburuknya kebuntuan dengan Korea Utara, yang gencar melakukan uji coba senjata beberapa waktu terakhir.

Di sisi lain, Lavrov mengatakan hubungan Rusia dengan Korea Utara berjalan dengan baik dan berkembang cukup aktif.

"Kami melihat Korea Utara berusaha untuk mandiri, tidak mengikuti keinginan siapa pun," tutur dia.

Respons Korea Selatan

Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov dan Menteri Luar Negeri Korea Utara Choe Son Hui di Pyongyang pada Rabu (18/10/2023). (Dok. KCNA/Korea News Service via AP)
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov dan Menteri Luar Negeri Korea Utara Choe Son Hui di Pyongyang pada Rabu (18/10/2023). (Dok. KCNA/Korea News Service via AP)

Kim Jong Un adalah salah satu dari sedikit pemimpin dunia yang secara terbuka mendukung Rusia dalam perang Ukraina. Dia telah secara aktif meningkatkan visibilitas hubungannya dengan Rusia dalam upaya untuk keluar dari isolasi diplomatik dan memperkuat pijakannya, saat negaranya sendiri menghadapi kebuntuan nuklir yang semakin mendalam dengan AS, Korea Selatan, dan Jepang.

Ketika ditanya tentang pernyataan Lavrov, juru bicara Kementerian Luar Negeri Korea Selatan Lim Soosuk mengatakan bahwa komentar tersebut mencerminkan klaim Korea Utara yang selalu salah dan menyesatkan ketika negara tersebut mencoba untuk menyalahkan dunia luar sambil mengembangkan senjata nuklir dan rudal sesuai jadwalnya sendiri.

Dia menuduh Korea Utara semakin meningkatkan ketegangan dengan uji senjatanya bulan ini, termasuk uji coba rudal dan uji tembak artileri di dekat perbatasan laut yang disengketakan.

"Pemerintah kami secara konsisten menyatakan kesediaannya untuk terlibat dalam dialog dengan Korea Utara tanpa prasyarat apa pun," kata Lim Soosuk.

Samakan Pernyataan Kim Jong Un dengan Netanyahu

Kim Jong Un dan Vladimir Putin di Kosmodrom Vostochny
Pertemuan Presiden Rusia Vladimir Putin dan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un digelar saat Rusia berada dalam ketegangan sehubungan dengan serangannya ke Ukraina. (Mikhail Metzel, Sputnik, Kremlin Pool Photo via AP)

Keselarasan kepentingan antara Rusia dan Korea Utara telah menimbulkan kekhawatiran internasional mengenai dugaan kerja sama senjata antara keduanya. Korea Utara dituduh memberikan pasokan senjata kepada Rusia untuk membantu memperpanjang perang di Ukraina, diduga dengan imbalan bantuan ekonomi dan teknologi militer.

Baik Pyongyang mau pun Moskow membantah tuduhan tersebut.

Terkait perkembangan lainnya, Putin dikabarkan akan mengunjungi Pyongyang pada waktu yang tepat. Lavrov mengatakan waktunya akan ditentukan oleh Kremlin.

Lavrov membandingkan pengumuman Kim Jong Un baru-baru ini bahwa Korea Utara tidak akan melakukan unifikasi damai dengan Korea Selatan dengan pernyataan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang mengatakan tidak akan ada negara Palestina merdeka pasca perang Hamas Vs Israel.

"Sungguh mengerikan ketika, alih-alih bersatu, kita malah dihadapkan pada tren yang memecah belah kita," kata Lavrov. "Namun, hal ini merupakan proses yang sistematis di banyak wilayah, dan kontributor utama terhadap tren ini adalah mereka yang diyakini sebagai penguasa alam semesta."

Tanpa menyebut nama AS dan bekas negara kolonial Barat, Lavrov mengatakan negara-negara yang memberi tahu negara lain bagaimana hidup selama setengah milenium dan percaya bahwa mereka adalah penguasa alam semesta mengabaikan bahwa mayoritas penduduk bekas jajahan kini sudah mandiri dan ingin mempertahankan identitas budaya dan agama mereka.

"Negara-negara bekas jajahan ini meninggalkan negara-negara Barat," ungkap Lavrov yang merujuk pada blok ekonomi BRICS yang terdiri dari negara-negara berkembang mencakup Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan.

"Negara eks-kolonial harus menghadapi kenyataan di dunia saat ini. Anda tidak boleh berpikir bahwa Anda begitu kuat hanya karena Anda memiliki dolar," imbuhnya.

Infografis Rusia Vs Ukraina, Ini Perbandingan Kekuatan Militer. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Rusia Vs Ukraina, Ini Perbandingan Kekuatan Militer. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya