China Alami Perlambatan Ekonomi, Inflasi hingga Angka Pengangguran Jadi Penyebabnya

Setelah bertahun-tahun mendominasi rantai pasokan global, kini China menghadapi perlambatan ekonomi.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 23 Mar 2024, 08:05 WIB
Diterbitkan 23 Mar 2024, 08:05 WIB
20150813-Mata Uang Yuan-Jakarta
Petugas menghitung uang pecahan 100 Yuan, Jakarta, Kamis (13/8/2015). Biang kerok keterpurukan kurs rupiah dan sejumlah mata uang negara lain adalah kebijakan China yang sengaja melemahkan (devaluasi) mata uang Yuan. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Beijing - Langkah-langkah yang diambil oleh Partai Komunis Tiongkok (PKT) telah membantu menempatkan perekonomian China menjadi salah satu yang terdepan.

Namun, setelah bertahun-tahun mendominasi rantai pasokan global, kini China menghadapi perlambatan ekonomi.

Dilaporkan bahwa Beijing berupaya menghidupkan kembali perekonomian yang terdampak parah selama pandemi.

Dikutip dari laman Hong Kong Post, Sabtu (23/3/2024) beberapa masalah utama yang dihadapi adalah konsumsi dan produksi yang melambat.

Tak hanya itu tingkat inflasi dan pengangguran yang tinggi, demografi, sektor properti yang sedang lesu, dan lain-lain.

Diperkirakan bahwa real estat China menyumbang antara 25% dan 31% dari keseluruhan perekonomian Tiongkok. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, sektor real estate mengalami perlambatan dan menghadapi berbagai tantangan.

Jatuhnya harga rumah telah menyebabkan beberapa pengembang properti besar, seperti Country Garden dan Evergrande Group, mengalami kesulitan keuangan baru-baru ini, dan membuat banyak pengembang lainnya tidak berdaya dengan utang yang tinggi.

Menghadapi perlambatan ekonomi, pembelian rumah menurun, dan banyak orang tidak mampu membayar hipotek mereka.

Hal ini menyebabkan kekurangan arus kas yang serius bagi pengembang real estat. Para pengembang ini sangat bergantung pada pinjaman bank dan obligasi untuk membiayai akuisisi lahan dan proyek konstruksi mereka.

Lantaran situasi real estate di Tiongkok saat ini, pengembang kini kesulitan membayar kembali pinjaman bank dan utang lainnya.

Untuk menyelamatkan sektor ini dari keterpurukan, pemerintah telah melakukan banyak relaksasi dan pelonggaran pembatasan pembelian properti.

Kota Guangzhou menjadi kota lapis pertama yang mencabut pembatasan pembelian rumah dengan luas lebih dari 120 meter persegi.

Para pejabat memasukkan kebijakan 'jual satu, beli satu' dan 'sewa satu, beli satu'.

Shanghai juga telah menurunkan kriteria kelayakan untuk membeli properti, bahkan bagi penduduk non-hukou. Sesuai peraturan baru yang dikeluarkan pada 30 Januari 2024, siapa pun yang telah membayar pajak jaminan sosial selama lima tahun di Shanghai berhak membeli properti.

Relaksasi baru di sektor properti menunjukkan upaya putus asa Partai Komunis Tiongkok untuk meningkatkan sektor propertinya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Pengangguran dan Demografi

Jutaan Warga China Diperkirakan Bakal Mudik Imlek Tahun Ini
Seorang pemudik duduk di atas kopernya di luar pintu masuk Stasiun Kereta Api Beijing di Beijing, China, Sabtu (14/1/2023). Jutaan warga China diperkirakan akan melakukan perjalanan selama periode liburan Tahun Baru Imlek tahun ini. (AP Photo/Mark Schiefelbein)

Tantangan besar berikutnya yang dihadapi Partai Komunis Tiongkok adalah tingginya tingkat pengangguran dan populasi yang menua -- keduanya akan berdampak besar pada perekonomian Tiongkok.

Gaya hidup Tiongkok yang sibuk dan penuh tuntutan telah mendorong beberapa pasangan untuk tidak memiliki anak. Banyak pasangan muda menyebutkan meningkatnya biaya pengasuhan anak dan orang tua sebagai alasan utama mereka tidak memiliki anak. Hal ini turut berkontribusi terhadap penurunan populasi saat ini.

Pemerintah telah menerapkan beberapa kebijakan seperti – pelonggaran kebijakan satu anak, pemberian uang tunai untuk bayi, pemotongan pajak, dan lain-lain untuk mengatasi tantangan demografi saat ini.

 


Masalah Pengangguran di China

China Longgarkan Pembatasan Covid-19, Aktivitas Bisnis Kembali Dibuka
Warga yang memakai masker melintasi persimpangan di Beijing, China, Jumat (2/12/2022). Lebih banyak kota melonggarkan pembatasan, memungkinkan pusat perbelanjaan, supermarket, dan bisnis lainnya dibuka kembali menyusul protes akhir pekan lalu di Shanghai dan daerah lain di mana beberapa orang menyerukan Presiden Xi Jinping untuk mengundurkan diri. (AP Photo/Ng Han Guan)

Terkait pengangguran, pemerintah Tiongkok mengambil kebijakan untuk mengatasi masalah tersebut. Pemerintah Guangdong menawarkan subsidi untuk meningkatkan lapangan kerja.

Selain itu, Pemerintah Pusat mengambil keputusan untuk menghentikan publikasi data pengangguran kaum muda mulai Agustus 2023 dan seterusnya untuk menyembunyikan skenario pengangguran sebenarnya di Tiongkok.

Menurut penelitian Dana Moneter Internasional (IMF), pemerintah daerah Tiongkok bertanggung jawab atas 85 persen belanja anggaran umum, dan memikul beban fiskal yang signifikan di berbagai bidang seperti pensiun, perawatan kesehatan, dan asuransi pengangguran.

Tumpukan utang daerah yang ada mengurangi kapasitas pemerintah daerah dalam menyediakan barang publik sehingga menimbulkan ketidakpuasan masyarakat. Ketidakmampuan pemerintah daerah dalam menafkahi penduduknya tentu saja akan menambah tekanan ekonomi terhadap penduduk Tiongkok.

Infografis Amerika Serikat dan China Terancam Perang Dingin? (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Amerika Serikat dan China Terancam Perang Dingin? (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya