Liputan6.com, Beijing - Langkah-langkah yang diambil oleh Partai Komunis Tiongkok (PKT) telah membantu menempatkan perekonomian China menjadi salah satu yang terdepan.
Namun, setelah bertahun-tahun mendominasi rantai pasokan global, kini China menghadapi perlambatan ekonomi.
Baca Juga
Dilaporkan bahwa Beijing berupaya menghidupkan kembali perekonomian yang terdampak parah selama pandemi.
Advertisement
Dikutip dari laman Hong Kong Post, Sabtu (23/3/2024) beberapa masalah utama yang dihadapi adalah konsumsi dan produksi yang melambat.
Tak hanya itu tingkat inflasi dan pengangguran yang tinggi, demografi, sektor properti yang sedang lesu, dan lain-lain.
Diperkirakan bahwa real estat China menyumbang antara 25% dan 31% dari keseluruhan perekonomian Tiongkok. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, sektor real estate mengalami perlambatan dan menghadapi berbagai tantangan.
Jatuhnya harga rumah telah menyebabkan beberapa pengembang properti besar, seperti Country Garden dan Evergrande Group, mengalami kesulitan keuangan baru-baru ini, dan membuat banyak pengembang lainnya tidak berdaya dengan utang yang tinggi.
Menghadapi perlambatan ekonomi, pembelian rumah menurun, dan banyak orang tidak mampu membayar hipotek mereka.
Hal ini menyebabkan kekurangan arus kas yang serius bagi pengembang real estat. Para pengembang ini sangat bergantung pada pinjaman bank dan obligasi untuk membiayai akuisisi lahan dan proyek konstruksi mereka.
Lantaran situasi real estate di Tiongkok saat ini, pengembang kini kesulitan membayar kembali pinjaman bank dan utang lainnya.
Untuk menyelamatkan sektor ini dari keterpurukan, pemerintah telah melakukan banyak relaksasi dan pelonggaran pembatasan pembelian properti.
Kota Guangzhou menjadi kota lapis pertama yang mencabut pembatasan pembelian rumah dengan luas lebih dari 120 meter persegi.
Para pejabat memasukkan kebijakan 'jual satu, beli satu' dan 'sewa satu, beli satu'.
Shanghai juga telah menurunkan kriteria kelayakan untuk membeli properti, bahkan bagi penduduk non-hukou. Sesuai peraturan baru yang dikeluarkan pada 30 Januari 2024, siapa pun yang telah membayar pajak jaminan sosial selama lima tahun di Shanghai berhak membeli properti.
Relaksasi baru di sektor properti menunjukkan upaya putus asa Partai Komunis Tiongkok untuk meningkatkan sektor propertinya.
Pengangguran dan Demografi
Tantangan besar berikutnya yang dihadapi Partai Komunis Tiongkok adalah tingginya tingkat pengangguran dan populasi yang menua -- keduanya akan berdampak besar pada perekonomian Tiongkok.
Gaya hidup Tiongkok yang sibuk dan penuh tuntutan telah mendorong beberapa pasangan untuk tidak memiliki anak. Banyak pasangan muda menyebutkan meningkatnya biaya pengasuhan anak dan orang tua sebagai alasan utama mereka tidak memiliki anak. Hal ini turut berkontribusi terhadap penurunan populasi saat ini.
Pemerintah telah menerapkan beberapa kebijakan seperti – pelonggaran kebijakan satu anak, pemberian uang tunai untuk bayi, pemotongan pajak, dan lain-lain untuk mengatasi tantangan demografi saat ini.
Â
Advertisement
Masalah Pengangguran di China
Terkait pengangguran, pemerintah Tiongkok mengambil kebijakan untuk mengatasi masalah tersebut. Pemerintah Guangdong menawarkan subsidi untuk meningkatkan lapangan kerja.
Selain itu, Pemerintah Pusat mengambil keputusan untuk menghentikan publikasi data pengangguran kaum muda mulai Agustus 2023 dan seterusnya untuk menyembunyikan skenario pengangguran sebenarnya di Tiongkok.
Menurut penelitian Dana Moneter Internasional (IMF), pemerintah daerah Tiongkok bertanggung jawab atas 85 persen belanja anggaran umum, dan memikul beban fiskal yang signifikan di berbagai bidang seperti pensiun, perawatan kesehatan, dan asuransi pengangguran.
Tumpukan utang daerah yang ada mengurangi kapasitas pemerintah daerah dalam menyediakan barang publik sehingga menimbulkan ketidakpuasan masyarakat. Ketidakmampuan pemerintah daerah dalam menafkahi penduduknya tentu saja akan menambah tekanan ekonomi terhadap penduduk Tiongkok.