Ibu di Australia Dijatuhi Hukuman Penjara Usai Paksa Anaknya Menikah

Undang-undang pernikahan paksa diperkenalkan di Australia pada tahun 2013 dan dengan hukuman maksimum tujuh tahun penjara.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 31 Jul 2024, 20:40 WIB
Diterbitkan 31 Jul 2024, 20:40 WIB
Palu hakim
Ilustrasi palu hakim pengadilan. (Sumber Pixabay)

Liputan6.com, Sydney - Seorang ibu di Australia menjadi orang pertama yang dipenjara berdasarkan undang-undang pernikahan paksa setelah memaksa putrinya untuk menikah dengan seorang pria yang kemudian membunuhnya.

Dilansir BBC, Rabu (31/7/2024), Sakina Muhammad Jan, wanita berusia akhir 40-an, dinyatakan bersalah karena memaksa anaknya bernama Ruqia Haidari untuk menikah dengan Mohammad Ali Halimi yang berusia 26 tahun pada tahun 2019, sebagai imbalan atas utang.

Enam minggu setelah pernikahan, Halimi membunuh pengantin barunya - tindakan yang kini membuatnya menjalani hukuman seumur hidup.

Jan - yang mengaku tidak bersalah - dijatuhi hukuman penjara minimal satu tahun, untuk apa yang disebut hakim sebagai "tekanan yang tidak dapat ditoleransi" yang ia berikan kepada putrinya.

Undang-undang pernikahan paksa diperkenalkan di Australia pada tahun 2013 dan dengan hukuman maksimum tujuh tahun penjara. Meskipun ada beberapa kasus yang sedang diproses, Jan adalah orang pertama yang dijatuhi hukuman untuk pelanggaran ini.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Tak Mengaku Bersalah

Ilustrasi pernikahan, menikah, Islami
Ilustrasi pernikahan, menikah, Islami. (Image by teksomolika on Freepik)

Jan, seorang pengungsi Hazara Afganistan yang melarikan diri dari penindasan Taliban dan bermigrasi ke Victoria bersama lima anaknya pada tahun 2013, dikatakan oleh pengacaranya mengalami "duka cita" yang berkepanjangan atas kematian putrinya. Meski begiu, ia tetap mengaku tidak bersalah.

Pengadilan mendengar bahwa Haidari sebelumnya dipaksa untuk menikah dengan tidak resmi secara agama pada usia 15 tahun - sebuah ikatan yang berakhir setelah dua tahun - dan tidak ingin menikah lagi hingga usia 27 atau 28 tahun.

"Dia ingin melanjutkan studi dan mendapatkan pekerjaan," kata Hakim Fran Dalziel dalam pernyataan hukumannya.

Meskipun Jan mungkin percaya bahwa dia bertindak demi kepentingan terbaik putrinya, Hakim Dalziel menyatakan bahwa dia telah berulang kali mengabaikan keinginan Haidari dan "menyalahgunakan" kekuasaannya sebagai seorang ibu.

"Haidari pasti tahu bahwa jika ia menolak untuk mneikah akan menimbulkan pertanyaan tentang Anda dan keluarga lainnya. Dia khawatir tidak hanya tentang kemarahan Anda, tetapi juga tentang status Anda di masyarakat," tambah hakim.


Hukuman 3 Tahun Penjara

Ilustrasi penjara (pixabay)
Ilustrasi penjara (pixabay)

Jan dijatuhi hukuman tiga tahun penjara, tetapi mungkin akan dibebaskan setelah 12 bulan untuk menjalani sisa hukumannya di masyarakat.

Setelah itu, dia duduk di ruang sidang dan mengatakan kepada pengacaranya bahwa dia menolak untuk menerima putusan hakim sebelum akhirnya dibawa pergi, menurut media setempat.

Dalam sebuah pernyataan pada hari Senin, Jaksa Agung Mark Dreyfus menggambarkan pernikahan paksa sebagai "kejahatan yang paling dilaporkan mirip perbudakan" di Australia, dengan 90 kasus dilaporkan kepada polisi federal hanya pada tahun 2022-2023.

Sementara itu, selama sidang hukuman Halimi atas pembunuhan Haidari pada tahun 2021, pengadilan di Australia Barat - tempat pasangan tersebut tinggal - mendengar bahwa dia melakukan kekerasan dan bersikap abusif terhadap istrinya, dan dengan keras memaksanya untuk melakukan pekerjaan rumah tangga.

 

Infografis sel mewah dalam penjara
Infografis sel mewah dalam penjara (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya