Kawasan Asia Tenggara Dinilai Paling Siaga Bencana, Ini Penjelasannya

Ada sejumlah pendekatan yang membuat kawasan Asia Tenggara dinilai paling siaga bencana. Salah satunya pendanaan.

diperbarui 17 Agu 2024, 17:04 WIB
Diterbitkan 17 Agu 2024, 17:04 WIB
Bencana Gunung Meletus
Ilustrasi Bencana Gunung Meletus Credit: pexels.com/Erickson

, Jakarta - Kebanyakan dari negara-negara ASEAN terletak di sekitar Cincin Api Pasifik yang rentan terhadap gempa bumi, topan, gelombang badai, dan bahaya lainnya. Namun, di sisi lain, wilayah ini dianggap sebagai negara yang tergolong paling siap dalam menanggapi bencana.

Survei oleh Gallup untuk Lloyd's Register Foundation menunjukkan bahwa kasusnya tidak selalu begitu di semua negara yang berada di kawasan rawan bencana ini.

"Seringnya paparan terhadap bahaya bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan seberapa siap seseorang," tutur konsultan penelitian Gallup, Benedict Vigers, kepada The Associated Press.

Laporan tersebut menemukan bahwa Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) memainkan peran penting dalam pengurangan risiko bencana. Vigers mengatakan, pendekatan umum di kawasan ini mencakup sistem peringatan dini yang luas dan efektif, pendekatan komunitas dan kerja sama regional, serta akses yang baik terhadap pendanaan kebencanaan.

"Keberhasilan Asia Tenggara dalam kesiapan menghadapi bencana dapat dikaitkan dengan tingginya keterpaparan terhadap bencana hingga tingkat ketangguhan yang relatif tinggi," kata dia, dikutip dari laman DW Indonesia, Sabtu (17/8/2024).

Kekayaan bukan faktor kesiapan hadapi bencana. 40 persen masyarakat yang disurvei di Asia Tenggara mengatakan bahwa mereka pernah mengalami bencana alam dalam lima tahun terakhir. Jumlah yang hampir sama, yakni 36 persen, di Asia Selatan mengatakan hal yang serupa.

Namun, 67 persen masyarakat Asia Tenggara merasa siap melindungi keluarga mereka dan 62 persen punya rencana darurat.

ASEAN Punya Banyak Modal untuk Mempelajari Kesiapan Bencana

Pencarian Korban Hilang yang Tertimbun Tanah Longsor Pasca Badai Nalgae di Filipina
Tim penyelamat mencari korban yang hilang dalam tanah longsor setelah Badai Tropis Nalgae menghantam Barangay Kusiong, Datu Odin Sinsuat, Provinsi Maguindanao, Filipina Selatan, Senin (31/10/2022). Pemerintah Filipina mengatakan lebih dari 100 orang tewas dalam salah satu badai paling parah yang menghantam Filipina tahun ini. (AP Photo)

Responden dari Amerika Utara yang rentan terhadap bencana dibandingkan warga dari Asia Tenggara, mengakui bahwa mereka kurang siap. Sementara responden di Eropa Utara dan Barat termasuk dalam kelompok yang berada di tengah-tengah.

Ed Morrow, manajer kampanye senior di Lloyd's Register Foundation, sebuah badan amal keselamatan global yang berbasis di Inggris ikut menegaskan bahwa Hasil penelitian di Asia Tenggara, yang sebagian besar terdiri dari negara-negara berpenghasilan menengah ke bawah, menunjukkan bahwa kekayaan bukanlah faktor penentu dalam respons dan persiapan menghadapi bencana.

"Asia Tenggara adalah kawasan yang jelas punya banyak hal yang bisa dipelajari dunia dalam antisipasi bencana," ungkap Morrow.

 

 

Filipina Paling Siap Hadapi Bencana?

Kondisi Kota Oroquieta Filipina Usai Dilanda Banjir
Penduduk mengecek kerusakan akibat hujan lebat dan banjir di Kota Oroquieta, Misamis Occidental (27/12/2022). Korban tewas akibat banjir di Filipina telah meningkat menjadi 25 orang, kata para pejabat pada 28 Desember, dengan badai diperkirakan akan menurunkan lebih banyak hujan di wilayah selatan dan tengah yang paling terpukul. (Photo by Handout/Angelica Villarta/AFP)

Secara global, tidak ada negara yang memiliki peringkat lebih tinggi dari Filipina dalam hal mengantisipasi bencana alam dalam lima tahun terakhir.

Filipina adalah salah satu dari empat negara teratas, dimana warganya memiliki rencana apabila terjadi bencana.

Berikut urutannya:

Filipina (84 persen)

Vietnam (83 persen)

Kamboja (82 persen)

Thailand (67 persen)

diikuti oleh Amerika Serikat (62 persen)

Negara dengan proporsi terendah adalah Mesir, Kosovo dan Tunisia, semuanya sebesar 7 persen. Data tersebut diambil dari Jajak Pendapat Risiko Dunia yang dilakukan setiap dua tahun sekali, dengan hasil utama survei tahun 2023 yang dipublikasikan pada Juni 2024.

Survei dilakukan terhadap masyarakat berusia 15 tahun ke atas di 142 negara dan berdasarkan percakapan telepon atau tatap muka dengan sekitar 1.000 responden atau lebih di setiap negara kecuali Tiongkok, di mana sekitar 2.200 orang dihubungi secara online. Margin kesalahan berkisar antara plus atau minus 2,2 hingga 4,9 poin persentase, dengan tingkat kepercayaan keseluruhan 95 persen.

"Kami bermaksud agar data yang tersedia secara bebas ini dapat digunakan oleh pemerintah, regulator, dunia usaha, LSM, dan badan internasional untuk memberikan informasi dan menargetkan kebijakan serta intervensi yang membuat masyarakat lebih aman," kata Morrow.

Infografis Journal Minimnya Kewaspadaan Terhadap Bencana Gempa Bumi di Indonesia
Minimnya Kewaspadaan Terhadap Bencana Gempa Bumi di Indonesia. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya