Liputan6.com, Jakarta - Dulunya, Laut Aral merupakan danau air asin terbesar keempat di dunia, kini telah menyusut drastis hingga menjadi bayangan masa lalunya. Terletak di Asia Tengah, antara Kazakhstan dan Uzbekistan, Laut Aral pernah menjadi sumber kehidupan bagi jutaan orang.
Saat ini, Laut Aral menjadi simbol bencana lingkungan terbesar akibat ulah manusia. Pada awal abad ke-20, Laut Aral menjadi sumber daya yang sangat berharga.
Uni Soviet memulai proyek ambisius untuk mengubah wilayah tersebut menjadi kawasan pertanian yang produktif. Laut Aral menyusut drastis akibat proyek irigasi besar-besaran sejak 1960-an.
Advertisement
Baca Juga
Akibatnya, Laut Aral hampir menghilang sepenuhnya, meninggalkan gurun tandus. Dikutip dari laman Columbia University pada Rabu (04/09/2024), Laut Aral memiliki luas sekitar 66.100 km² dengan kedalaman rata-rata 16 meter pada 1963.
Danau ini terdiri dari dua bagian utama, yaitu Laut Aral Utara dan Laut Aral Selatan, yang terhubung oleh saluran sempit. Perairan Laut Aral didapatkan dari dua sungai utama, yaitu Sungai Amu Darya dan Sungai Syr Darya, yang mengalir dari pegunungan di Asia Tengah.
Namun, proyek irigasi besar-besaran yang mengalihkan aliran sungai Amu Darya dan Syr Darya untuk pertanian. Terutama untuk tanaman kapas yang menyebabkan danau ini kehilangan lebih dari 90 persen ukurannya sejak 1960-an.
Pada 1987, seluas 27.000 km² dari dasar Laut Aral telah menjadi daratan kering. Volume air danau ini juga berkurang hingga 60 persen, bahkan kadar garam di dalamnya meningkat dua kali lipat sehingga menyebabkan kematian sebagian besar kehidupan akuatik di dalamnya.
Ekosistem danau yang kaya, termasuk berbagai spesies ikan dan burung, hancur akibat penurunan kualitas air dan kehilangan habitat. Banyak spesies ikan yang punah, termasuk ikan sturgeon, yang dulunya menjadi sumber utama ikan caviar.
Perubahan iklim membuat kondisi ekosistem di Laut Aram semakin memburuk. Suhu rata-rata di cekungan Aral telah meningkat sekitar 3,6 derajat Fahrenheit sejak 1968.
Mempengaruhi Iklim
Hilangnya air Laut Aral telah mempengaruhi iklim. Setidaknya lebih dari 200.000 ton garam dan pasir dari dasar Laut Aral terbawa angin hingga radius 300 km.
Hal ini menyebabkan penurunan kualitas lahan pertanian dan padang rumput. Mineral yang terbawa angin dari dasar Laut Aral ini juga mengancam kesehatan masyarakat sekitar karena debu yang mengandung garam, pestisida, dan bahan kimia berbahaya cukup beracun.
Meskipun situasi tampak suram, ada beberapa upaya restorasi yang dilakukan untuk mengatasi krisis ini. Pada 2005, proyek "Kanal Karakalpakstan" dimulai dengan tujuan untuk meningkatkan aliran air ke Laut Aral Selatan.
Salah satu pencapaian terbesar adalah pembangunan Bendungan Kok-Aral di Kazakhstan. Upaya ini berhasil meningkatkan permukaan air Laut Aral Utara dan memulihkan sebagian ekosistemnya.
Dikutip dari laman Live Science pada Rabu (04/09/2024), tim peneliti Jepang menanam tanaman yang dapat hidup di lingkungan Laut Aral. Tanaman yang dikenal sebagai halofit ini ditanam di lahan seluas 3,5 hektar.
Pakar halofit dari Universitas Tottori di Jepang menjelaskan, tanaman halofit tidak membutuhkan apapun untuk bertahan hidup. tanaman ini membantu mengunci kelembapan di dasar Laut Aral yang tandus.
(Tifani)
Advertisement