Pengadilan Distrik Sendai di Jepang memerintahkan sebuah taman kanak-kanak (TK) membayar uang senilai US$ 1,8 juta atau Rp 20,5 miliar kepada orangtua 5 murid yang tewas dalam bencana tsunami yang dahsyat yang diakibatkan gempa 9 skala Richter pada 2011 lalu.
Gara-garanya, saat kejadian, staf TK Hiyori memasukkan anak-anak ke dalam bus yang justru melaju ke arah terjangan gelombang tsunami.
Dalam putusannya, hakim ketua, Norio Saiki mengatakan, staf TK yang terletak di kota Ishinomaki -- yang menderita dampak parah dalam bencana Maret 2011, tidak memenuhi kewajibannya dengan mengumpulkan informasi terkait langkah evakuasi yang aman.
"Taman kanak-kanak tersebut gagal mengumpulkan informasi dan justru mengirim bus ke arah laut, yang berakibat fatal, hilangnya nyawa sejumlah orang," kata Norio Saiki kepada kantor berita Jepang, NHK, seperti dimuat BBC, Rabu (18/9/2013).
Dalam putusan juga tertera, kematian bisa dihindari jika staf tetap menjaga dan menempatkan anak-anak di sekolah. Sebab, sekolah berada di lokasi yang tinggi, alih-alih memulangkan mereka ke rumah.
Pengadilan juga mengumpulkan keterangan di muka sidang tentang bagaimana para staf menempatkan murid-murid mereka dalam bus yang melesat ke arah laut. Lima murid dan satu staf tewas di dalam bus -- yang sempat celaka dan terbakar sebelum akhirnya digulung gelombang raksasa.
Putusan hakim lebih rendah dari tuntutan para orangtua murid yakni US$ 2,7 juta atau lebih dari Rp 27 miliar. Media Jepang mengatakan, ini adalah kali pertamanya pengadilan memutuskan kompensasi pada korban tsunami. Menjadi yurisprudensi.
Ishinomaki adalah salah satu kota terparah yang terdampak gempa dan tsunami yang menerjang 11 Maret 2011 lalu. Yang menewaskan 15.883 orang, belum termasuk korban hilang. (Ein/Sss)
Gara-garanya, saat kejadian, staf TK Hiyori memasukkan anak-anak ke dalam bus yang justru melaju ke arah terjangan gelombang tsunami.
Dalam putusannya, hakim ketua, Norio Saiki mengatakan, staf TK yang terletak di kota Ishinomaki -- yang menderita dampak parah dalam bencana Maret 2011, tidak memenuhi kewajibannya dengan mengumpulkan informasi terkait langkah evakuasi yang aman.
"Taman kanak-kanak tersebut gagal mengumpulkan informasi dan justru mengirim bus ke arah laut, yang berakibat fatal, hilangnya nyawa sejumlah orang," kata Norio Saiki kepada kantor berita Jepang, NHK, seperti dimuat BBC, Rabu (18/9/2013).
Dalam putusan juga tertera, kematian bisa dihindari jika staf tetap menjaga dan menempatkan anak-anak di sekolah. Sebab, sekolah berada di lokasi yang tinggi, alih-alih memulangkan mereka ke rumah.
Pengadilan juga mengumpulkan keterangan di muka sidang tentang bagaimana para staf menempatkan murid-murid mereka dalam bus yang melesat ke arah laut. Lima murid dan satu staf tewas di dalam bus -- yang sempat celaka dan terbakar sebelum akhirnya digulung gelombang raksasa.
Putusan hakim lebih rendah dari tuntutan para orangtua murid yakni US$ 2,7 juta atau lebih dari Rp 27 miliar. Media Jepang mengatakan, ini adalah kali pertamanya pengadilan memutuskan kompensasi pada korban tsunami. Menjadi yurisprudensi.
Ishinomaki adalah salah satu kota terparah yang terdampak gempa dan tsunami yang menerjang 11 Maret 2011 lalu. Yang menewaskan 15.883 orang, belum termasuk korban hilang. (Ein/Sss)