Piramida, Tembok China -- adalah sedikit dari mahakarya arsitektur masa lampau yang didirikan di tengah keterbatasan teknologi dan ilmu pengetahuan. Tapi toh, mereka tetap kokoh hingga saat ini.
Ada saja yang menduga, campur tangan magis atau jin berperan. Benar atau tidak, itu soal lain. Namun, setiap manusia di segala zaman punya cara dan taktik sendiri. Seperti yang terungkap baru-baru ini pada bangunan yang relatif baru: Kota Terlarang (Forbidden City).
Terletak di jantung Kota Beijing, China, Kota Terlarang menjadi kediaman para Kaisar Tiongkok selama hampir 500 tahun. Dari Dinasti Ming dan Qing. Istana megah itu dibangun sejak 1406, terdiri dari 980 bangunan dan luasnya 720 ribu meter persegi. Butuh waktu 14 tahun dan keringat jutaan pekerja untuk mewujudkannya.
Meski kekaisaran telah runtuh, keberadaan kaum bangsawan tinggal masa lalu, istana tersebut tetap kokoh berdiri hingga kini. Menjadi landmark Beijing sekaligus destinasi wisata populer.
Dahulu kala, di masa pembangunannya, batu-batu raksasa ditambang dan dikirim ke lokasi Kota Terlarang di Abad ke-15 dan 16. Yang terbesar adalah Ukiran Batu Besar yang beratnya kini mencapai lebih dari 220 ton. Namun, dulu ia berbobot 330 ton, sebelum terkikis waktu.
Seperti dimuat Daily Mail, 5 November 2013, banyak batu besar berasal dari pertambangan yang berjarak 70 kilometer dari lokasi Kota Terlarang. Lalu bagaimana cara mengangkutnya?
Orang-orang di China telah mengenal dan mengembangkan teknologi roda sejak sekitar 1.500 tahun Sebelum Masehi. Namun, bukan itu juga jawabannya. Mereka punya cara yang lebih efisien.
Jiang Li, insinyur dari University of Science and Technology Beijing, menerjemahkan dokumen tua berusia 500 tahun, yang bertanggal 1557.
Naskah tua itu mengungkap, batu-batu besar berukuran panjang 9,5 meter dan berat 135 ton dipindahkan dengan cara ditarik di permukaan lapisan es selama musim dingin.
Untuk mengetahui mengapa cara itu dipilih untuk menarik batu raksasa, 3.000 tahun setelah perkembangan roda, Li dan para koleganya membandingkan jumlah energi yang dikeluarkan.
"Awalnya kami tak yakin apa yang akan kami pelajari," kata salah satu penulis studi, Howard Stone, insinyur dari Princeton University, seperti Liputan6.com kutip dari situs sains LiveScience.
Ahli bahkan berpendapat, cara itu lebih efisien daripada penggunaan kayu sebagai gelindingan-- yang diyakini telah digunakan dalam pembangunan banyak monumen batu kuno. Pun dibanding penggunaan kereta kuda.
Sumur Tiap 500 Meter
Naskah kuno yang diterjemahkan Li mengungkap bagaimana para pekerja membentuk jaringan jalan dan sumur -- yang digali setiap 500 meter, supaya airnya bisa dihangatkan lalu disiramkan ke lapisan es di musim dingin, untuk melicinkannya. Biar batu lebih gampang ditarik.
Musim dingin di Beijing 600 tahun lalu cukup dingin untuk membuat jalanan beku, namun es terlalu keras, sehingga diperlukan air hangat sebagai pelicin.
Para ilmuwan mengkalkulasi, dengan cara itu hanya dibutuhkan tenaga kerja berjumlah 46 orang untuk menarik batu seberat 123 ton dari tambang ke Forbidden City.
Jika tak memakai air hangat, dibutuhkan 338 orang. Lebih parah lagi, untuk menarik beban yang sama di atas permukaan tanah bebas es akan membutuhkan lebih dari 1.500 pria!
Para ilmuwan memperkirakan bahwa kecepatan rata-rata batu seberat 123 ton meluncur di es basah sekitar 8 centimeter per detik. Cukup cepat sebelum air pelicin ikut membeku. Para peneliti menduga, para pekerja saat itu lebih senang menggunakan cara itu dibanding kereta yang ditarik kuda atau keledai.
Apalagi, kereta beroda waktu tidak akan mampu mendukung berat batu-batu besar, yang maksimum hanya mampu menarik beban 95 ton.
Jalan es dan para pekerja juga lebih dapat diandalkan daripada keledai dan gerobak. Apalagi, para arsitek Kota Terlarang khawatir tentang nasib bahan bangunan yang berupa batu-batu mahal.
"Luar biasa jika memikirkan bahwa proyek sebesar ini terjadi 500 sampai 600 tahun lalu. Dengan perencanaan dan koordinasi matang yang diperlukan untuk mewujudkannya," kata Stone.
Temuan Li, Stone, dan kolega mereka, Haosheng Chen dijelaskan secara detil dalam jurnal ilmiah, Proceedings of the National Academy of Sciences yang terbit 4 November 2013. (Ein/Ali)
Ada saja yang menduga, campur tangan magis atau jin berperan. Benar atau tidak, itu soal lain. Namun, setiap manusia di segala zaman punya cara dan taktik sendiri. Seperti yang terungkap baru-baru ini pada bangunan yang relatif baru: Kota Terlarang (Forbidden City).
Terletak di jantung Kota Beijing, China, Kota Terlarang menjadi kediaman para Kaisar Tiongkok selama hampir 500 tahun. Dari Dinasti Ming dan Qing. Istana megah itu dibangun sejak 1406, terdiri dari 980 bangunan dan luasnya 720 ribu meter persegi. Butuh waktu 14 tahun dan keringat jutaan pekerja untuk mewujudkannya.
Meski kekaisaran telah runtuh, keberadaan kaum bangsawan tinggal masa lalu, istana tersebut tetap kokoh berdiri hingga kini. Menjadi landmark Beijing sekaligus destinasi wisata populer.
Dahulu kala, di masa pembangunannya, batu-batu raksasa ditambang dan dikirim ke lokasi Kota Terlarang di Abad ke-15 dan 16. Yang terbesar adalah Ukiran Batu Besar yang beratnya kini mencapai lebih dari 220 ton. Namun, dulu ia berbobot 330 ton, sebelum terkikis waktu.
Seperti dimuat Daily Mail, 5 November 2013, banyak batu besar berasal dari pertambangan yang berjarak 70 kilometer dari lokasi Kota Terlarang. Lalu bagaimana cara mengangkutnya?
Orang-orang di China telah mengenal dan mengembangkan teknologi roda sejak sekitar 1.500 tahun Sebelum Masehi. Namun, bukan itu juga jawabannya. Mereka punya cara yang lebih efisien.
Jiang Li, insinyur dari University of Science and Technology Beijing, menerjemahkan dokumen tua berusia 500 tahun, yang bertanggal 1557.
Naskah tua itu mengungkap, batu-batu besar berukuran panjang 9,5 meter dan berat 135 ton dipindahkan dengan cara ditarik di permukaan lapisan es selama musim dingin.
Untuk mengetahui mengapa cara itu dipilih untuk menarik batu raksasa, 3.000 tahun setelah perkembangan roda, Li dan para koleganya membandingkan jumlah energi yang dikeluarkan.
"Awalnya kami tak yakin apa yang akan kami pelajari," kata salah satu penulis studi, Howard Stone, insinyur dari Princeton University, seperti Liputan6.com kutip dari situs sains LiveScience.
Ahli bahkan berpendapat, cara itu lebih efisien daripada penggunaan kayu sebagai gelindingan-- yang diyakini telah digunakan dalam pembangunan banyak monumen batu kuno. Pun dibanding penggunaan kereta kuda.
Sumur Tiap 500 Meter
Naskah kuno yang diterjemahkan Li mengungkap bagaimana para pekerja membentuk jaringan jalan dan sumur -- yang digali setiap 500 meter, supaya airnya bisa dihangatkan lalu disiramkan ke lapisan es di musim dingin, untuk melicinkannya. Biar batu lebih gampang ditarik.
Musim dingin di Beijing 600 tahun lalu cukup dingin untuk membuat jalanan beku, namun es terlalu keras, sehingga diperlukan air hangat sebagai pelicin.
Para ilmuwan mengkalkulasi, dengan cara itu hanya dibutuhkan tenaga kerja berjumlah 46 orang untuk menarik batu seberat 123 ton dari tambang ke Forbidden City.
Jika tak memakai air hangat, dibutuhkan 338 orang. Lebih parah lagi, untuk menarik beban yang sama di atas permukaan tanah bebas es akan membutuhkan lebih dari 1.500 pria!
Para ilmuwan memperkirakan bahwa kecepatan rata-rata batu seberat 123 ton meluncur di es basah sekitar 8 centimeter per detik. Cukup cepat sebelum air pelicin ikut membeku. Para peneliti menduga, para pekerja saat itu lebih senang menggunakan cara itu dibanding kereta yang ditarik kuda atau keledai.
Apalagi, kereta beroda waktu tidak akan mampu mendukung berat batu-batu besar, yang maksimum hanya mampu menarik beban 95 ton.
Jalan es dan para pekerja juga lebih dapat diandalkan daripada keledai dan gerobak. Apalagi, para arsitek Kota Terlarang khawatir tentang nasib bahan bangunan yang berupa batu-batu mahal.
"Luar biasa jika memikirkan bahwa proyek sebesar ini terjadi 500 sampai 600 tahun lalu. Dengan perencanaan dan koordinasi matang yang diperlukan untuk mewujudkannya," kata Stone.
Temuan Li, Stone, dan kolega mereka, Haosheng Chen dijelaskan secara detil dalam jurnal ilmiah, Proceedings of the National Academy of Sciences yang terbit 4 November 2013. (Ein/Ali)