Liputan6.com, Jakarta Untuk mendapatkan hasil paling akurat, DNA yang sedang diperiksa harus minim kontaminasi. Hal ini dilakukan karena pemeriksaan DNA dapat digunakan sebagai bukti ilmiah dalam penegakan hukum. Misalnya dalam mengidentifikasi korban kecelakaaan.
Laboratorium DNA forensik dari Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Jakarta menyebutkan, agar minim kontaminasi tahapan perlakuan terhadap bukti DNA dilakukan pada laboratorium yang memiliki fasilitas praktik laboratorium yang baik (Good Laboratory Practice).Â
Baca Juga
Selain itu seluruh prosedur pemeriksaaan harus mengikuti prosedur operasional standar yang sesuai dengan panduan dari Scientific Working Gorup of DNA Analysis Method dan rekomendasi dari Komisi DNA Internasional Society of Forensic Genetics.
Advertisement
Untuk meminimalisasi kontaminasi barang bukti, laboratorium DNA forensi harus menyiapkan ruang kerja satu arah. Dimulai dari ruang penerimaan atau penyimpanan sampel, dilanjutkan ke ruang isolasi dan pengukuran konsentrasi DNA. Lalu ruang persiapan penggandaan DNA dan terakhir ruang penggadaan DNA atau pembacaan hasil.
Tak ketinggalan, dokumentasi dan pelabelan sampel harus dilakukan dalam seluruh tahapan proses identifikasi DNA. Lalu, keberadaan saksi dalam penerimaan, penyimpanan dan pengerjaan sampel di dalam laboratorium harus ada untuk menghindari terjadinya kesalahan.
"Personil yang melakukan rangkaian tahapan identifikasi ini pun harus sering mengganti sarung tangannya, jangan sampai terlalu lama dipakai malah personil sendiri yang mengkotaminasi DNA," terang peneliti dari Lembaga Biologi Molekul Eijkman, Prof. Herawati Sudoyo usai acara Lokakarya DNA Forensik untuk Jurnalis pada Kamis (12/3/2015).