Riset Tuberkulosis di Indonesia Dapatkan Dukungan Dana

Dana sebesar Rp 5,8 miliar untuk penelitian genetis mengenai kekebalan tubuh terhadap obat tuberkulosis (TB) di Indonesia dan Myanmar.

oleh Benedikta Desideria diperbarui 09 Agu 2015, 14:00 WIB
Diterbitkan 09 Agu 2015, 14:00 WIB
WHO: Kasus Tuberkulosis di Eropa Terus Menurun
Foto kuman penyakit tuberkulosis, Mycobacterium tuberculosis (Foto:bpssoutheast.com)

Liputan6.com, Jakarta Peneliti dari Universitas Otago, Selandia Baru mendapat dukungan dana sebesar Rp 5,8 miliar untuk penelitian genetis mengenai kekebalan tubuh terhadap obat tuberkulosis (TB) di Indonesia dan Myanmar.

Badan Penelitian Kesehatan New Zealand mengumumkan pendanaan untuk kerjasama Program Kemitraan Penelitian e-ASIA HRC pada Rabu kemarin.

Penerima dana penelitian ini adalah Profesor Greg Cook dan Dr Htin Lin Aung dari Departemen Mikrobiologi dan Immunologi Universitas Otago dan Profesor Philip Hill dari Pusat Kesehatan Internasional.

Proyek penelitian mereka bertujuan untuk mengidentifikasi faktor dasar genetis yang menyebabkan kekebalan tubuh terhadap obat TB di Indonesia dan Myanmar, negara dengan jumlah kasus kebal obat masing-masing sebanyak 6.800 dan 9.000 diperkirakan terjadi setiap tahunnya.

Profesor Cook mengatakan bahwa pemeriksaan dini atas kekebalan tubuh pasien terhadap obat TB sangat penting untuk penanganan penyakit yang lebih efektif.
Dr Aung, mengatakan bahwa dirinya sangat bangga dapat terlibat dalam proyek penelitian yang dapat berkontribusi untuk negara asalnya Myanmar.

“Myanmar dan Indonesia sangat terkena dampak dari kasus kebal obat TB dan tes diagnosis cepat dibutuhkan untuk menangani ancaman global ini,” ucap Aung dalam pers rilis yang diterima Health-Liputan6.com ditulis Sabtu, (8/8/2015).

Profesor Hill mengatakan proyek ini menjadi contoh baik yang bertujuan mengadopsi sedini mungkin teknologi terkini yang sangat dibutuhkan.

“Hal ini juga memungkinkan kami untuk membangun dari kolaborasi riset TB yang sudah berjalan di Indonesia dengan menggabungkan kemitraan Otago di Myanmar dan juga membangun kerja sama baru dengan peneliti penyakit menular ternama dunia, termasuk di antaranya kelompok Profesor Sharon Peacock dari Univesitas Cambridge, Institut Penelitian Bloomsbury di London dan Institut Wellcome Trust Sanger,” terang Hill.

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya