Liputan6.com, Jakarta Belum lama ini masyarakat Indonesia digegerkan oleh isu soal beredarnya narkoba jenis baru yang disebut Blue Safir. Peredaran Blue Safir pasalnya terdeteksi oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Bea Cukai Bandara Soekarno-Hatta. Â
Kini penyelidikan lebih jauh terkait bagaimana penjualan serta penggunaannya bisa merajalela di Indonesia sedang dilakukan. Narkoba jenis baru itu pertama kali ditemukan dalam kemasan botol minuman kecil dan spekulasi terkini menunjukan kemungkinan besar cairan Blue Safir dikonsumsi menggunakan Vape atau rokok elektrik.
Apa sebetulnya Blue Safir itu? Seperti diinformasikan di laman Drug Abuse, Selasa (7/2/2017), Blue Safir adalah narkotik jenis 4-klorometkatinon atau 4-CMC yang merupakan turunan senyawa kantinone.
Sama halnya seperti tembakau cap Gorilla, Blue Safir juga tergolong sebagai narkotik sintetis. Blue Safir dijual sebagai pengganti zat stimulan seperti methamphetamine dalam sabu, kokain dan MDMA yang harganya jauh lebih murah.
Blue Safir yang hadir dalam bentuk bubuk kristal putih atau cokelat dan cairan ini dianggap sebagai sabu sintetis karena efeknya yang sangat mirip dengan narkoba jenis sabu. Tembakau Gorilla beredar sebagai cannabinoid sintetik yang memiliki efek seperti ganja. Sementara Blue Safir beredar sebagai kantinone sintetik yang memiliki efek seperti sabu.
Kantinone sintetik dijual di pasaran dengan sejumlah nama yang berbeda. Diantaranya adalah ‘clephedrone', ‘mephedrone', ‘flakka’, ‘boom’, ‘cloud nine’, ‘lunar wave’, ‘vanilla sky’, ‘white lighting’, ‘snow white’ dan ‘scarface’.
Narkotik sintetik jenis ini dikonsumsi dengan cara ditelan, dihisap dan diinjeksi menggunakan suntikan. Efek saat memakainya termasuk, halusinasi, euforia, gairah seks meningkat, tiada henti berbicara, semangat dan percaya diri saat bersosialisasi, keringat berlebih, mimisan, rasa mual, kejang-kejang, kepekaan pada indera pendengaran, jantung bedebar dan mata sekaligus fisik secara menyeluruh terjaga semalaman.
Mereka yang mengonsumsinya awalnya akan merasa bahagia karena lebih percaya diri dalam berkomunikasi. Ini dikarenakan pengonsumsian kantinone sintetik memicu pelepasan hormon dopamine dan serotonin di dalam otak. Kedua hormon tersebut merupakan pengendali suasana hati dan kebahagiaan manusia yang diproduksi dalam otak.
Untuk efek berjangka panjang terhadap kesehatan, seorang forensic toxicologist bernama Stephen Morley menjelaskan kepada Daily Mail bahwa dampak negatif berkepanjangannya mulai dari dehidrasi, hancurnya jaringan rangka otot, gagal ginjal, stroke, penyakit jantung kronis, anorexia, koma hingga kematian.
Selain Ganja Sintetis, Sabu Sintetis Kini Juga Hantui Indonesia
Peperangan melawan narkoba di Indonesia semakin panjang khususnya dengan kehadiran narkoba baru Blue Safir yang hantui kalangan remaja.
diperbarui 07 Feb 2017, 13:00 WIBDiterbitkan 07 Feb 2017, 13:00 WIB
Petugas menunjukan barang bukti saat rilis kasus narkotika jenis 4-CMC dan sabu di Jakarta, Kamis (2/2). Serta 10 kg sabu dari 11 orang tersangka di kawasan Medan, Sumatera Utara. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)
Advertisement
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Mary Jane Masih di Lapas, Ini Kata Dirjen Pemasyarakatan
Jadwal Sholat DKI Jakarta, Jawa dan Seluruh Indonesia Hari Ini Minggu 24 November 2024
Kebiasaan Muluk, Makan Menggunakan Tangan yang Sarat Filosofi dan Manfaat
Komnas HAM Minta Kasus Polisi Tembak Polisi di Sumbar Diusut Tuntas
Paris Hilton Sesumbar Punya Kulit Glowing Tanpa Botox atau Oplas, Apa Rahasianya?
Sosok AKP Dadang Iskandar, Terduga Pelaku yang Tembak Mati AKP Ryanto Ulil
Isyarat Mbah Moen Jelang Wafat, 'di Makkah Sampai Tanggal 5', Karomah Wali
Prabowo Kembali ke Tanah Air, Ini Hasil Kesepakatan Bilateral dengan MBZ di Abu Dhabi
Museum Bajra Sandhi, Monumen Perjuangan yang Sarat Filosofi Hindu Bali
Banjir Bandang Terjang 3 Desa di Tapanuli Selatan, 2 Orang Meninggal Dunia
Hidup Ruwet Banyak Masalah? Amalkan Wirid Singkat Ijazah Habib Novel Ini
Pembanguan Sekolah Terdampak Gempa Garut 5.0 Gunakan Bata Plastik Daur Ulang