Liputan6.com, Jakarta Sosok pahlawan Frans Kaisiepo pernah diolok-olok warganet saat Bank Indonesia meluncurkan uang rupiah baru. Tokoh pejuang dari Papua ini tercetak di selembar pecahan uang Rp10 ribu yang baru. Ada warganet yang usil, bahkan kids zaman now ikut menempali, mempertanyakan siapa Frans Kaisiepo.
Yang menyedihkan, saat warganet mengomentari rupa dari pahlawan yang terlibat dalam Konferensi Malino pada 1946. Frans Kaisiepo merupakan pejuang yang ikut membicarakan mengenai pembentukan Republik Indonesia Serikat sebagai wakil dari Papua.
Advertisement
Baca Juga
Kontribusi pria kelahiran Wardo, Biak, Papua pada 10 Oktober 1921 ini adalah mengusulkan nama Irian, yang dalam bahasa Biak mempunya arti beruap.
Namun, warganet dan kids zaman now yang terlanjur merisak Frans Kaisiepo, tidak meminta maaf setelah tahu pejuangan mantan Gubernur Papua (1964 sampai 1973)
Â
Berani Menghina Pahlawan
Menyedihkan. Mereka berani dan mudah sekali mengolok satu sosok pahlawan, tapi berat meminta maaf dan mengakui kesalahan yang diperbuat. Jika seperti ini, siapa yang harus disalahkan?
"Kalau saya lihat, ini ada hubungannya antara minimnya interaksi orangtua dan anak," kata Psikolog Anak dan Remaja, Ike R Sugianto saat dihubungi Health Liputan6.com pada Jumat, 10 November 2017.
Kurangnya pengalaman dalam hal bergaul dengan orang-orang yang berbeda membuat mereka-mereka ini, mudah menghina orang lain yang menurut mereka "berbeda". Andai pergaulan mereka dihiasi dengan perbedaan, baik agama, ras, warna kulit, bahkan strata sosial, rasanya hal itu tidak akan terjadi.
"Kalau yang berbuat adalah anak SD, kita balik tanya ke mereka baik-baik. Tanyakan ke mereka, bagaimana perasaannya saat dibilang mukamu jelek. Tidak ada orang yang suka dihina karena mukanya jelek, maupun kulitnya yang hitam," ujar Ike.
Â
Advertisement
Interaksi Orangtua dan Anak
Menurut dia, semua itu balik ke rumah masing-masing. Interaksi antara orangtua dan anak harus ditingkatkan lagi. Dengan begitu, orangtua tahu apa yang dibaca dan sedang dipahami oleh anak-anak mereka. Terlebih sekarang, arus informasi bermunculan dengan sangat mudah di sosial media. Yang jika tidak disaring akan hanya merugikan diri sendiri, dan tidak menutup kemungkinan orang lain dan orang-orang sekitarnya.
"Terkadang apa yang mereka baca di sosial media belum tentu benar. Tapi kadang ada orang-orang yang menganggap apa pun yang ada di internet pasti benar," kata Ike.
Hal ini penting supaya kids zaman now tidak mudah termakan isu-isu jelek dan bisa lebih menghormati pahlawan.