Liputan6.com, Jakarta Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter (UKMPPD) menjadi tantangan berat yang harus dihadapi para dokter muda di Indonesia. Hal ini karena dokter muda yang ikut uji kompetensi belum tentu lulus. Padahal, mereka sudah habiskan uang jutaan rupiah demi ikut ujian.
Muhammad Ichsan Fathillah dari Universitas Muhammadiyah Jakarta, yang menempuh pendidikan kedokteran, merasakan betapa besarnya biaya uji kompetensi yang harus dihabiskan.
Baca Juga
"Saya sudah lulus kuliah dari pendidikan kedokteran sejak 2015, tapi belum lulus uji kompetensi (sampai saat ini). Biaya yang dikeluarkan buat persiapan uji kompetensi bisa lebih dari Rp 100 juta," kata Ichsan usai ditemui dalam acara dalam acara "Aspirasi Bersama Dalam Revisi UU Pendidikan Kedokteran" di Gedung Nusantara I, DPR RI, Jakarta, Senin, ditulis Selasa (3/4/2018).
Advertisement
Biaya jutaan tersebut termasuk biaya bimbingan sebelum uji kompetensi. Biaya bimbingan yang harus dibayar Ichsan minimal Rp 2 juta per bulan. Ada juga biaya bimbingan dan uji kompetensi antara Rp 1,5 juta-10 juta per enam bulan.
"Jadi, per satu bulan bisa Rp 3 juta sampai Rp 5 juta," Ichsan menambahkan.
Â
Â
Saksikan juga video menarik berikut:
Â
Â
Tidak berjalan sesuai perjanjian
Ichsan menambahkan, program Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter tidak berjalan sesuai perjanjian yang sudah dijanjikan.
"Berawal dari kabar yang saya dengar pada Oktober 2017, ini berhubungan dengan program retaker khusus. Artinya, dana dari negara digratiskan untuk ikut ujian kompetensi dan bimbingan belajar. Tapi tidak berjalan sesuai perjanjian (yang pada akhirnya harus bayar)," ujar Ichsan.
Yang menjadi pertanyaan, uang yang dibayarkan mengalir ke mana? "Ya, tergantung dari otoritas kampus. Pemerintah tidak bisa membatasi otoritas kampus. Bahkan ada kampus yang narik biaya lebih uji kompetensi dan bimbingan lebih dari 2 juta," ucap Ichsan.
Kini, Ichsan dan rekan-rekan dokter muda lain memperjuangkan bagaimana aturan uji kompetensi tersebut berlaku.
Advertisement