Liputan6.com, Jakarta Olimpiade Musim Panas tahun 2020 akan diselenggarakan di Jepang. Untuk mencegah masuknya berbagai penyakit mematikan, strategi yang dilakukan pemerintah negara tersebut yaitu dengan mengimpor virus Ebola.
Pemberitaan menyebutkan bahwa Jepang mengimpor virus Ebola dan empat patogen mematikan lainnya di bulan September lalu, untuk mempersiapkan tes diagnostik. Sampel ini akan digunakan untuk memvalidasi tes diagnostik yang menentukan apakah orang terpapar virus masih bisa menular.
Baca Juga
Masayuki Saijo, kepala National Institute of Infectious Diseases NIID) di Kementerian Kesehatan Jepang mengatakan bahwa tes tersebut menilai apakah seseorang mampu menghasilkan antibodi untuk melawan virus yang bisa merekomendasikan mereka untuk pemulihan.
Advertisement
"Kami telah mencapai tingkat pemahaman yang baik tentang masalah ini," kata Takumi Nemoto, Menteri Kesehatan, Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Jepang seperti dilansir dari Live Science pada Senin (21/10/2019).
Nemoto menambahkan, hal itu adalah langkah besar untuk perlindungan dari potensi ancaman virus di saat Jepang bersiap menyambut penikmat olahraga dari seluruh dunia.
Simak juga Video Menarik Berikut Ini
Ditolak Masyarakat
Virus-virus itu diteliti dalam sebuah laboratorium khusus milik pemerintah yang terletak di wilayah, Musashimurayama, sekitar 30 kilometer di bagian barat Tokyo.
Walaupun begitu, masyarakat sekitar fasilitas tersebut mengkritik keputusan impor virus tersebut.
"Pemerintah tidak masuk akal meminta kami untuk menerima rencana dengan alasan Olimpiade," kata salah seorang perwakilan warga Raizuka yang tinggal di dekat laboratorium itu.
"Kami khawatir dan tidak bisa menerimanya."
Ahli mikrobiologi Elke Mühlberger dari Boston University mengatakan bahwa impor virus harus mampu dilakukan para peneliti untuk mempersiapkan kemungkinan wabah penyakit selama Olimpiade atau setelahnya, serta mempelajari penyakit terkait yang dibawa oleh hewan.
"Laporan infeksi virus Ebola selama Olimpiade memiliki konsekuensi yang menghancurkan jika respon darurat tidak profesional," kata Mühlberger pada Nature.
Sementara itu, Richard Elbright, ahli biologi molekuler di Rutgers University, Amerika Serikat mengatakan, penyimpanan virus dinilai sangat berbahaya meski berada di laboratorium yang aman. Salah satu risikonya adalah pelepasan yang disengaja atau tidak. Ia mengatakan, Jepang seharusnya bisa bersiap menghadapi ancaman penyakit tanpa harus mengimpor patogen.
Advertisement