Liputan6.com, Jakarta Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengungkapkan solusi tepat pemerataan distribusi dokter spesialis di Indonesia. Hal tersebut menanggapi dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 31 Tahun 2019 mengenai Pendayagunaan Dokter Spesialis (PDS).
Aturan yang ditetapkan Mei 2019 berisikan dokter spesialis yang ditugaskan ke pelosok kini tidak bersifat wajib alias secara sukarela.Â
Baca Juga
"Karena tidak diwajibkan lagi, makanya sedang mencari cara terbaik bagaimana distribusi dokter spesialis secara merata. Ada cara yang paling tepat," jelas Ketua PB IDI Daeng M Faqih saat diwawancarai Health Liputan6.com di Kantor PB IDI, Jakarta, Senin (4/11/2019).
Advertisement
"IDI sudah mengusulkan cara tepat kepada Kementerian Kesehatan melalui surat resmi. Cara tepatnya, yaitu program dokter spesialis sebaiknya ditujukan mayoritas atau seluruhnya (100 persen) diberikan lewat program beasiswa."
Â
Beasiswa yang Disediakan
Â
Daeng menegaskan, bila pemerataan dokter spesialis diberikan lewat program beasiswa, maka cara ini bersifat sukarela. Ketika dia diterima beasiswa, ada perjanjian untuk ditempatkan di suatu daerah pelosok.
"Kalau ada perjanjian kan tidak bersifat mewajibkan. Itu sukarela antara (siapa) yang dibiayai dan pemerintah atau lembaga lain yang mengeluarkan biaya program beasiswanya untuk ditempatkan di daerah-daerah yang kosong (dokter spesialis)," tegasnya.
Usulan IDI soal beasiswa dokter spesialis secara resmi dikirimkan kepada Kementerian Kesehatan setelah Mahkamah Agung membatalkan resmi program Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS) melalui peraturan MA Nomor 25 P/HUM/2018 pada Selasa (18/12/2018).
Adanya peraturan tersebut tidak lagi membuat dokter spesialis wajib bertugas ke pelosok. Sebagai gantinya, program dokter spesialis tetap berjalan, yang kini bernama program Pendayagunaan Dokter Spesialis.
Advertisement