KemenPPPA: Perkawinan Anak adalah Bentuk Pelanggaran HAM

Perkawinan anak atau pernikahan dini masih marak terjadi di Indonesia. Menurut data Badan Statistik Nasional (BPS) 2020, provinsi dengan angka perkawinan anak tertinggi terjadi di Kalimantan Selatan dengan angka 21.2 persen.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 18 Feb 2021, 15:00 WIB
Diterbitkan 18 Feb 2021, 15:00 WIB
Ilustrasi pernikahan dini
Ilustrasi Pernikahan dini atau perkawinan anak Foto oleh Deesha Chandra dari Pexels

Liputan6.com, Jakarta Perkawinan anak atau pernikahan dini masih marak terjadi di Indonesia. Menurut data Badan Statistik Nasional (BPS) 2020, provinsi dengan angka perkawinan anak tertinggi terjadi di Kalimantan Selatan dengan angka 21.2 persen.

Menurut Deputi Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bidang Tumbuh Kembang Anak, Lenny N. Rosalin, perkawinan anak adalah salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

“Perkawinan anak adalah pelanggaran hak anak, berarti juga pelanggaran HAM yang memuat unsur pelanggaran hukum karena pasti ada undang-undang yang dilanggar seperti undang-undang perlindungan anak,” ujar Lenny dalam seminar daring Kemen PPPA, ditulis Kamis (18/2/21).

Lenny menambahkan, unsur tindak pidana dalam perkawinan anak tercantum dalam UU No. 23/2002 dan UU No. 35/2014 tentang perlindungan anak sebagai berikut:

-Pasal 8 setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial.

-Pasal 9 setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai minat dan bakat.

-Pasal 15 setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan dan kejahatan seksual.

-Pasal 76A setiap orang dilarang memperlakukan anak secara diskriminatif yang mengakibatkan anak mengalami kerugian, baik materil maupun moril sehingga menghambat fungsi sosialnya.

Simak Video Berikut Ini

Pasal Lainnya

-Pasal 76E setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.

-Pasal 76F setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan penculikan, penjualan, dan/atau perdagangan anak.

-Pasal 76I setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual terhadap anak.

Data Profil Anak 2019 menunjukkan bahwa komposisi penduduk Indonesia dalam kategori anak adalah sebanyak 79,5 juta orang. Dari jumlah tersebut rinciannya adalah usia 0-4 27 persen, 5-9 tahun 28 persen, 10-14 tahun 28 persen, dan 15-17 sebanyak 17 persen.

Undang-Undang Perkawinan

Selain Undang-Undang Perlindungan Anak, pernikahan dini juga tentu melanggar Undang-Undang Perkawinan.

Menurut UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, pasal 2 (1) perkawinan adalah sah,apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. (2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

UU No. 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU No. 1 Tahun 1974 pasal 7 menunjukkan bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria dan wanita mencapai umur 19 tahun.

Infografis Tarik Ulur RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

Infografis Tarik Ulur RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Tarik Ulur RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya