80 Persen Pasien Gangguan Tidur Obstructive Sleep Apnea Orang Obesitas

Orang obesitas paling berisiko mengalami gangguan tidur Obstructive Sleep Apnea atau OSA

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 19 Mar 2021, 21:00 WIB
Diterbitkan 19 Mar 2021, 21:00 WIB
Ilustrasi gangguan tidur.
Ilustrasi Gangguan Tidur. Foto: Marcus Aurelius dari Pexels.

Liputan6.com, Jakarta Obstructive sleep apnea (OSA) atau gangguan fungsi pernapasan saat tidur dapat membuat kualitas tidur menurun dan memicu masalah kesehatan termasuk kesehatan psikologi.

Menurut Dr. dr. Tirza Z. Tamin, Sp.KFR (K) dari Departemen Rehabilitasi Medik, RSUPN Cipto Mangunkusumo (RSCM), gangguan tidur satu ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor risiko yakni:

- Obesitas (kegemukan).

- Pembesaran amandel pada anak-anak.

- Faktor usia (di atas 40).

- Jenis kelamin (laki-laki lebih berisiko ketimbang perempuan).

- Merokok atau penggunaan alkohol.

-T ekanan darah tinggi dan kencing manis.

- Memiliki riwayat alergi.

“ Yang paling sering adalah obesitas, ditemukan 80 persen dari pasien OSA merupakan pasien obesitas atau kegemukan,” kata Tirza dalam seminar daring RSCM, Jumat (19/3/2021).

Sedang, faktor risiko obstructive sleep apnea terbesar pada anak adalah pembesaran amandel, katanya.

Simak Video Berikut Ini


Pengaruh OSA Terhadap Kehidupan

OSA memiliki pengaruh besar terhadap kehidupan pengidapnya, lanjut Tirza. Pasien OSA mengalami gangguan tidur yang meningkatkan terjadinya gangguan kecemasan atau depresi.

“OSA juga menyebabkan terganggunya kesehatan psikologi dan kehidupan sosial yang berakibat pada turunnya kualitas hidup seseorang.”

Secara psikologi, OSA dapat memicu gangguan mood, pekerjaan dan aktivitas harian terganggu, penurunan konsentrasi, dan mengantuk sepanjang hari yang berisiko menyebabkan terjadinya kecelakaan.


Tatalaksana OSA

Untuk mengatasi OSA, Tirza menerangkan dua jenis tatalaksana yang dapat dilakukan.

“Tatalaksana pada OSA terbagi menjadi dua yaitu non operatif dan operatif,” kata Tirza.

Tatalaksana non operatif mencakup continuous positive airway pressure (CPAP), olahraga, dan posisi tidur yang benar.

“CPAP adalah alat berupa masker yang memberikan tekanan positif agar saluran napas tetap terbuka.”

Sedang, olahraga menjadi tatalaksana OSA selanjutnya karena berfungsi menurunkan berat badan. Penurunan berat badan sangat diperlukan pasien OSA yang mengalami obesitas. Mengingat, 80 persen OSA disebabkan oleh kondisi obesitas.

“Tatalaksana non operatif yang terakhir adalah pengaturan posisi yang benar saat tidur yang bertujuan untuk memperbaiki posisi tidur pasien.”

Perbaikan posisi tidur ini diharapkan dapat memperbaiki posisi saluran napas agar tidak tersumbat, kata Tirza.

Selanjutnya, tatalaksana kedua adalah tatalaksana operatif. Bagi pasien OSA, tatalaksana operatif bertujuan untuk menghilangkan penyebab sumbatan saluran napas dan melebarkan jalan napas.

“Salah satu tatalaksana operatif yang dilakukan pada anak-anak adalah pengangkatan amandel,” tutup Tirza.


Infografis 3 Manfaat Tidur Cukup Cegah Risiko Penularan COVID-19

Infografis 3 Manfaat Tidur Cukup Cegah Risiko Penularan Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis 3 Manfaat Tidur Cukup Cegah Risiko Penularan Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya