UNICEF: COVID-19 Tingkatkan Risiko Putus Sekolah bagi Anak di Indonesia

Laporan UNICEF terkait respons COVID-19 terhadap anak menemukan bahwa pandemi mengganggu pendidikan jutaan siswa, membatasi akses ke layanan kesehatan, nutrisi dan perlindungan kritis.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 31 Agu 2021, 15:00 WIB
Diterbitkan 31 Agu 2021, 15:00 WIB
UNICEF: COVID-19 Tingkatkan Risiko Putus Sekolah bagi Anak di Indonesia
Ilustrasi COVID-19 Tingkatkan Risiko Putus Sekolah bagi Anak di Indonesia (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Laporan UNICEF terkait respons COVID-19 terhadap anak menunjukkan bahwa pandemi mengganggu pendidikan jutaan siswa di Indonesia, membatasi akses pada layanan kesehatan, nutrisi dan perlindungan kritis.

Pandemi juga menyebabkan banyak keluarga berjuang untuk tetap bertahan secara finansial. Laporan bertajuk Towards a child-focused COVID-19 response and recovery: A Call to Action juga menyinggung terkait dampak COVID-19 pada anak di Tanah Air.

"Lebih dari setahun setelah pandemi, anak-anak dan remaja di seluruh Indonesia menghadapi tantangan normal baru," kata Perwakilan UNICEF Debora Comini mengutip UNICEF.org, Selasa (31/8/2021).

Dengan lebih dari setengah juta pusat anak usia dini, sekolah dan universitas ditutup, rata-rata waktu yang dihabiskan untuk pembelajaran jarak jauh bervariasi dari hanya 2,2 hingga 3,5 jam per hari di seluruh negeri.

Penutupan sekolah juga meningkatkan risiko putus sekolah, menempatkan anak-anak putus sekolah pada risiko pernikahan anak yang lebih besar dan praktik-praktik berbahaya dan eksploitatif lainnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Penurunan Pendapatan

Menurut laporan tersebut, tiga dari empat rumah tangga di Indonesia mengalami penurunan pendapatan selama pandemi, dengan keluarga perkotaan yang terkena dampak lebih signifikan.

Pada saat yang sama, hampir seperempat rumah tangga mengalami kenaikan biaya, meningkatkan risiko kerawanan pangan.

“Dengan meningkatnya kemiskinan, sebagian besar sekolah tutup dan banyak layanan penting masih belum tersedia, kita harus memprioritaskan investasi yang berpusat pada anak untuk mempromosikan pemulihan inklusif dan lebih mempersiapkan diri untuk krisis berikutnya,” tambah Debora.

 


Memengaruhi Kesejahteraan Mental Anak

Pandemi juga berdampak pada terganggunya rutinitas sehari-hari. Hal ini telah mempengaruhi kesejahteraan mental dan emosional kaum muda, menurut laporan itu.

Hampir setengah dari semua rumah tangga telah melaporkan tantangan perilaku anak, dengan anak-anak sulit berkonsentrasi (45 persen), menjadi pemarah (13 persen), dan sulit tidur (6,5 persen).

Laporan tersebut menemukan bahwa akses pada layanan kesehatan anak dan ibu telah menurun di seluruh negeri. Proporsi rumah tangga yang mengakses fasilitas kesehatan untuk imunisasi, pengendalian kelahiran, perawatan kehamilan, persalinan dan layanan pasca melahirkan menurun 7 persen secara nasional dan hampir 10 persen di daerah perkotaan pada 2020.

Laporan tersebut memberikan rekomendasi bagi pemerintah. Salah satunya memperluas cakupan dan manfaat program perlindungan sosial yang berfokus pada anak sehingga dapat diakses oleh semua keluarga pada saat krisis.


Infografis 10 Jurus Cegah Klaster Sekolah Tatap Muka

Infografis 10 Jurus Cegah Klaster Sekolah Tatap Muka
Infografis 10 Jurus Cegah Klaster Sekolah Tatap Muka (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya