HEADLINE: IDI Sebut Indonesia Sudah Keluar dari Krisis Pandemi COVID-19, Kapan Pagebluk Berakhir?

Indonesia dinilai sudah melewati masa krisis pandemi COVID-19, seperti dilontarkan Ketua Terpilih Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) dr Adib Khumaidi.

oleh Fitri SyarifahBenedikta DesideriaLizsa EgehamAde Nasihudin Al Ansori diperbarui 14 Des 2021, 17:50 WIB
Diterbitkan 14 Des 2021, 00:01 WIB
Krisis Lahan Pemakaman Jenazah dengan Protokol COVID-19
Suasana makam jenazah Covid-19 di TPU Tegal Alur, Jakarta, Minggu (3/12/2021). Pada peringkat kedua kasus harian tertinggi adalah Jawa Barat dengan total 1.167 kasus. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia dinilai sudah melewati masa krisis pandemi COVID-19, seperti dilontarkan Ketua Terpilih Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) dr Adib Khumaidi.

"Kita sudah keluar dari crisis, mudah-mudahan kita tidak kembali kepada crisis. Hingga yang harus kita siapkan adalah adaptive recovery dan resiliency dari sistem kesehatan," ucap Adib.

Menilik paparan Adib dalam Sarasehan Nasional Iluni FKUI yang disiarkan secara daring, Sabtu, 11 Desember 2021, Indonesia kini tengah berada pada tahap keempat dari 5 Tahap Krisis Manajemen Kesehatan Pandemi COVID-19.

Tahap empat yang dimaksud yakni fase penurunan krisis setelah sebelumnya Indonesia mencapai kondisi puncak COVID-19 ketika jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit meningkat dan mencapa 56.757 kasus pada 15 Juli 2021. Angka tersebut merupakan jumlah penambahan kasus positif harian tertinggi selama pandemi COVID-19 melanda Indonesia. 

Menurut Adib, jika tidak terjadi peningkatan kasus pada Januari 2022 maka Indonesia akan masuk pada tahap new normal atau fase endemi. Untuk mencapai fase tersebut, Adib mengatakan ada beberapa hal yang perlu dilakukan.

“Evaluasi protokol, akselerasi protokol baru dan bagi kami tetap di profesi menjaga agar jangan sampai ada dokter yang sakit atau yang meninggal kembali karena kita sudah kehilangan yang luar biasa (740 dokter dengan 43 guru besar Fakultas Kedokteran),” ujarnya.

Selain itu, kata Adib, perlu ada upaya untuk mengedukasi pasien tentang status pelayanan, reschedule, recalling patients urgent, skrining yang ketat, update protokol kesehatan, serta pelayanan telemedicine. Sehingga dalam sistem kesehatan, semua penanganan kesehatan bisa tertangani dan tidak ada lagi pasien yang menumpuk di UGD.

“Jadi penguatan hospital disaster plan ini menjadi sangat penting. Upaya pre-hospital, salah satunya di dalam upaya pre-hospital adalah edukasi tentang kegawatdaruratan penanggulangan dini dari pasien-pasien dengan COVID, termasuk juga upaya isolasi mandiri yang dilakukan oleh masyarakat,” katanya. 

Jika mencermati data yang ada, kasus COVID-19 di Tanah Air memang terus menurun sejak Agustus 2021. Bahkan, Indonesia menjadi salah satu dari lima negara yang berhasil mengendalikan COVID-19. Disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dalam Indonesia Economic Outlook 2022, 24 November 2021 lalu, Indonesia berdampingan dengan India, China, Jepang, dan Thailand berada pada posisi level 1 dalam penanganan pandemi COVID-19.

Beberapa waktu belakangan, angka positivity rate di Indonesia pun konsisten berada di bawah 1 persen. Demikian pula dengan Bed Occupancy Rate (BOR) atau angka keterisian rumah sakit yang rendah. Menilik data yang tersaji akhir-akhir ini, penambahan kasus harian COVID-19 selalu berada di bawah 1.000 per hari ini, Senin, 13 Desember 2021, penambahan kasus harian tercatat 106 kasus dengan angka kesembuhan 278 kasus. 

Dengan data-data tersebut, apakah Indonesia telah masuk dalam tahap penurunan krisis pandemi COVID-19

Paling Cepat Triwulan Ketiga 2022

Infografis Indonesia Dinilai Telah Lewati Masa Krisis Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Indonesia Dinilai Telah Lewati Masa Krisis Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)

Jika Ketua Terpilih PB IDI menilai Indonesia telah keluar dari krisis pandemi COVID-19, tidak demikian dengan epidemiolog dari Griffith University, Australia, Dicky Budiman. Dicky berpendapat belum tepat jika dikatakan Indonesia telah keluar dari Pandemi COVID-19. Menurutnya, saat ini Indonesia hanya sudah melewati masa krisis COVID-19 varian Delta.

"Belum ada negara yang bisa, sudah mengklaim keluar dari krisis COVID-19. Enggak ada, apalagi negara Indonesia dengan cakupan testing atau 3T yang rendah dan survailance genomik yang lemah. Ini harus dipahami, belum (keluar dari pandemi)," jelas dia kepada Liputan6.com, Jakarta, Senin (13/12/2021).

Menurutnya, paling cepat Indonesia keluar dari krisis yang diakibatkan virus Corona pada triwulan akhir 2022. Dicky menjelaskan bahwa ada beberapa indikator yang membuat suatu negara bisa menyatakan diri keluar dari krisis pandemi COVID-19.

Pertama, ketika status pandemi sudah dicabut oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO). Sebelumnya, WHO mengumukan bahwa COVID-19 adalah pandemi pada 11 Maret 2020.

"Saat ini, tidak ada yang mengatakan bisa keluar dari krisis sebelum pandemi ini dicabut statusnya," kata Dicky lewat pesan suara ke Health Liputan6.com pada Senin (13/12/2021).

Pencabutan status pandemi ini bakal dilakukan bila, kata Dicky, setidaknya sekitar 70 persen penduduk negara di dunia sudah mendapatkan dua dosis vaksin COVID-19.

"Itu akan membuat kriteria pertama terpenuhi, karena ini kita bicara ancaman COVID-19 berarti bicara imunitas," kata peneliti Global Health Security & Pandemi - Center for Environment & Population Health Griffith University Australia ini.

Kedua, pandemi itu berakhir bila kasus infeksi karena virus SARS-CoV-2 terkendali, yakni satu kasus per seratus ribu penduduk.

"Selain itu, pandemi usai bila positivity rate di bawah 1," katanya.

"Jadi, kalau melihat hal di atas, ya belum lah (belum keluar dari krisis pandemi COVID-19)," Dicky menambahkan.

Dicky memprediksi kondisi keluar dari krisis pandemi COVID-19 bakal terjadi pada akhir 2022. "Prediksi saya ya paling cepat itu triwulan terakhir dari 2022," dia menekankan.

Potensi Penyebaran COVID-19 Saat Nataru

Infografis Benarkah Indonesia Sudah Lewati Masa Krisis Covid-19? (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Benarkah Indonesia Sudah Lewati Masa Krisis Covid-19? (Liputan6.com/Abdillah)

Dicky juga mengungkapkan, potensi penyebaran COVID-19 saat libur Natal dan Tahun Baru masih bisa terjadi. Hal tersebut lantaran cakupan vaksinasi COVID-19 masyarakat masih belum mencapai target maksimal.

"Tentu ada, selama kita masih memiliki jumlah orang populasi yang belum memiliki imunitas, belum memiliki vaksinasi penuh. Nah ini, dan dalam durasi yang efektif, kisaran tujuh bulanan, ini yang harus disadari potensinya. Kecuali kita sudah mencapai di dunia ini mungkin kawasan ASEAN ini rata-rata 70 persenan saja sudah jauh lebih terkendali dengan kontrol 3T-nya," terang dia kepada Liputan6.com, Senin (13/12/2021).

Dicky mendukung kebijakan pemerintah yang menerapkan level PPKM kepada masing-masing wilayah. Kendati begitu, penerapan protokol kesehatan harus tetap digalakkan.

"Dengan PPKM kembali ke level masing-masing ini sudah benar, tapi yang mesti dijaga kualitas kuantitas dari intervensinya. Jangan abai 3T 5M-nya," ujarnya. 

Agar efek Nataru tidak berdampak buruk dalam penanganan COVID-19, dia meminta pemerintah untuk harus terus melakukan literasi tentang pentingnya 5M. Langkah ini dinilai efektif dalam menangkal virus COVID-19.

"Kita konsisten dengan aturan. Misalnya 80 persen kapasitas ya, tapi harus dipastikan juga itu bukan hanya mengacu pada jumlah kapasitas, tapi siap enggak baik sarana prasarana, infrastrukturnya, kemudian SDM-nya dan juga masyarakatnya untuk disiplin. Kalau nggak, ya jangan 80 persen, 50 persen," kata dia.

Dia menegaskan itu yang harus dilakukan pemerintah. Langkah ini dinilainya memerlukan peran semua elemen masyarakat.

"Semua harus mau mengukur diri. Kalau saya enggak sehat ya jangan pergi. Kalau saya belum divaksinasi lengkap ya jangan, kalau saya sudah divaksinasi lengkap tapi sudah lebih 6-7 bulan jangan memaksakan diri ke tempat berbahaya dan lain sebagainya. Ini harus dimulai dari diri sendiri," jelas dia.

Karena itu, Ia memandang perlu adanya role model atau percontohan agar imbauan pemerintah dilaksanakan masyarakat. Termasuk juga memberikan insentif kepada masyarakat.

"Yang pegawai negeri misalnya kalau nggak keluar selama Nataru ini ya dapat apalah atau apresiasi," ujar Dicky.

Jangan Lengah, Pandemi Belum Usai

Infografis Indikator Negara Keluar dari Masa Krisis Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Indikator Negara Keluar dari Masa Krisis Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan meminta masyarakat untuk waspada terhadap penyebaran COVID-19, menjelang Natal dan Tahun Baru (Nataru). Dia mengingatkan bahwa kesalahan kecil, seperti tak taat protokol kesehatan, dapat membuat kasus Covid-19 di Indonesia kembali melonjak drastis.

"Di tengah euforia masa Natal dan Tahun Baru yang akan datang ini. Saya terus mengimbau masyarakat untuk terus mengingat dan mawas diri bahwa Pandemi COVID-19 ini belum usai," jelas Luhut dalam konferensi pers secara virtual, Senin (13/12/2021). 

"Kita tidak pernah tahu bahwa hanya karena kesalahan kecil kita akhirnya kita harus mengulang masa kelam seperti beberapa bulan lalu," sambungnya.

Dia mengakui bahwa situasi COVID-19 di Indonesia, khususnya wilayah Jawa-Bali menunjukkan perbaikan. Hal ini terlihat dari kasus konfirmasi COVID-19 yang penurunannya masih di angka 99 persen sejak puncak kasus pada bulan Juli lalu.

"Selain itu juga dapat disampaikan bahwa kasus aktif dan jumlah rawat di Jawa Bali terus mengalami penurunan," ujarnya.

Kendati begitu, Luhut meminta masyarakat tak berjumawa dan berpuas diri dengan kondisi COVID-19 di Indonesia saat ini. Pasalnya, tidak ada yang pernah tahu apa yang akan terjadi ke depannya.

"Kita tidak pernah tahu apa yang akan menimpa kita kedepan yang diakibatkan karena kelengahan dan kelalaian kita semua semuanya," tutur Luhut.

Luhut menambahkan Indonesia belum keluar dari krisis pandemi COVID-19 meski beberapa bulan kasus Corona stabil.

"Kita belum berani mengatakan itu tapi secara empirik sudah 150 hari lebih flattening (kasus datar)," kata Menko Luhut dalam konferensi pers PPKM pada Senin (13/12/2021).

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy memastikan bahwa pemerintah terus melakukan berbagai langkah antisipasi penyebaran COVID-19 jelang libur Natal dan Tahun Baru (Nataru). Senada dengan Luhut, dia pun meminta masyarakat terus waspada dengan gelombang ketiga COVID-19.

"Saya dengan Pak Menhub, Pak Kapolri, dan Pak MenpanRB sepakat bahwa kita tidak boleh lengah dan menganggap semuanya baik-baik saja," kata Muhadjir Effendy dikutip dari siaran pers, Senin (13/12/2021).

Muhadjir diperintahkan Presiden Joko Widodo atau Jokowi sebagai koordinator khusus Nataru ini.

Muhadjir menyebut, Kementerian Perhubungan, Kapolri, dan pihak PT ASDP Indonesia Ferry telah melakukan antisipasi pergerakan masyarakat di Pelabuhan Merak dan Bakaheuni jelang Nataru.

"Tentu kita berharap apa yang sudah disiapkan jauh-jauh hari bisa berjalan lancar. Mengenai pergerakan orang memang tanggung jawab Kemenhub, sedangkan Polri terutama untuk vaksinasi dan protokol kesehatan," jelas dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya