Terkait 4 Tindak Pidana, Psikolog Forensik Minta Pelaku Bullying Siswa SD Tasikmalaya Jalani Proses Hukum

Psikolog forensik Reza Indragiri mendorong agar anak-anak yang melakukan tindak perundungan atau bullying kepada seorang anak SD di Tasikmalaya menjalani proses hukum.

oleh Benedikta Desideria diperbarui 22 Jul 2022, 16:00 WIB
Diterbitkan 22 Jul 2022, 16:00 WIB
Ilustrasi
Ilustrasi kekerasan seksual. (dok. Pexels/Josie Stephens)

Liputan6.com, Jakarta - Psikolog forensik Reza Indragiri mendorong agar pihak terkait memastikan anak-anak yang diduga melakukan tindak perundungan atau bullying kepada seorang anak SD di Tasikmalaya menjalani proses hukum.

Diketahui, bocah kelas 6 SD yang mendapat perundungan tersebut kemudian mengalami depresi hingga tak mau makan dan minum, lalu meninggal dunia.

Hal itu berawal dari anak tersebut menjadi korban teman sepermainannya. Menurut keterangan pihak keluarga, korban sempat dipukuli teman sepermainannya lalu disuruh untuk bersetubuh dengan seekor kucing yang kemudian direkam menggunakan kamera video telepon seluler.

Meski masih di bawah umur, Reza Indragiri mengatakan anak-anak yang diduga melakukan perundungan tersebut setidaknya terkait dengan empat tindak pidana. Yaitu, kejahatan seksual, kekerasan fisik, penganiayaan yang mengakibatkan orang meninggal dunia, dan penganiayaan terhadap satwa.

"Ingat, satwanya jangan dinihilkan. Pasal berlapis terhadap mereka," kata Reza dalam pesan teks yang diterima Liputan6.com ditulis Jumat (22/7/2022).

Meskipun masih berusia anak-anak, mereka yang melakukan tindakan tersebut harus menjalani proses hukum.

"Jangan diversi. Harus litigasi (segala sesuatu yang berkaitan dengan penyelesaian perkara). Orangtua mereka harus hadir pada setiap tahap proses litigasi tersebut," tegas Reza.

 

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Bila Anak-Anak Divonis Bersalah

Bila proses hukum sudah berjalan dan anak-anak tersebut terbukti melakukan perundungan dan divonis bersalah, Reza mengatakan penerapan kombinasi antara restorative justice dan incapacitation perlu dilakukan.

"Siang direstorasi (dididik dan diharuskan membayar ganti rugi kepada korban), malam dimasukkan ke bui," katanya.

Reza skeptis bila nanti langkah yang diambil adalah mengembalikan anak-anak pelaku perundungan tersebut ke rumah lalu membina selama enam bulan. Dia tak yakin hal itu akan efektif.

 

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Isu Bullying Sempat Meredup Selama Pandemi

Waspadai, Dampak Jangka Panjang Bullying Pada Anak
Anak yang kerap di bully membuatnya rentan alami depresi di usia muda. (Foto: Huffington Post)

Selama dua tahun pandemi anak-anak lebih sering menjalani kehidupan di rumah. Peristiwa bullying jarang ada. Namun, barangkali selama pandemi anak-anak menyaksikan hal-hal yang tidak patut pada perilaku manusia di media sosial. 

"Imajinasi mereka terpupuk menjadi sedemikian liar. Dan begitu masa sekolah tatap muka kembali dibuka, imajinasi gila itu menemukan ruang penyalurannya," kata Reza mengenai kasus perundungan siswa SD yang diminta bersetubuh dengan kucing. 

Reza mengatakan bahwa sebenarnya kata 'bullying' terdengar lucu dan tidak terkesan sesuatu yang serius, parah atau mengerikan. 

"Alhasil, kita seolah mengalami desensitisasi akibat malah akrab dengan bunyi yang lucu ketika kata itu diucapkan. Bullying toh juga bukan istilah hukum," katanya. 

Mengingat dampak luar biasa dari bullying, Reza mengatakan lebih baik setop istilah tersebut karena mengundang salah kaprah atau bahkan penyepelean itu.

"Pakai saja, sebagai gantinya, istilah hukum. Misalnya kekerasan atau bahkan kejahatan, betapa pun kata itu tidak bisa dikenakan ke anak-anak. Ke anak-anak, sebutan yang boleh dipakai adalah kenakalan atau delinkuensi. Tapi itu pun tidak sepenuhnya mewakili bobot keseriusan fenomena dimaksud," kata Reza. 

Kata Polres Tasikmalaya

Polres Tasikmalaya telah menyelidiki kasus perundungan yang menimpa anak SD di Tasikmalaya hingga depresi dan meninggal dunia. Bila sudah diketahui fakta-fakta di lapangan, selanjutnya kasus akan diproses sesuai aturan perundangan-undangan yang berlaku.

"Yang jelas kita sudah turun tangan, kita sudah bekerja sama dengan para pihak insya Allah kita atensi terkait penanganan ini," kata Kepala Satuan Reskrim Polres Tasikmalaya AKP Dian Pornomo, Kamis (22/7/2022) mengutip Regional Liputan6.com.

Polres Tasikmalaya sudah mendapatkan informasi dan laporan adanya kasus perundungan, berupa pemaksaan untuk menyetubuhi kucing. Korbannya anak usia 11 tahun warga Kecamatan Singaparna hingga anak tersebut diduga depresi dan akhirnya meninggal dunia.

Polres Tasikmalaya, kata dia, dalam kasus tersebut akan menindaklanjuti secara profesional dan melibatkan semua pihak yakni tokoh masyarakat, tokoh agama, maupun Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID), dan Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Tasikmalaya.

"Kita tetap mengedepankan amanah undang-undang, memberikan proses yang terbaik menangani secara profesional dan memperhatikan kepentingan anak," katanya.

Perkembangan Bullying di Indonesia
Infografis Kasus Bullying (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya