Liputan6.com, Bali - Vaksin COVID-19 bivalen (bivalent COVID-19 vaccine) yang mulai muncul pertengahan tahun 2022 membawa angin segar bagi perkembangan pencegahan COVID-19 global. Formulasi vaksin ini menghasilkan dua jenis antibodi atau kekebalan dari dua jenis strain virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19.
Di Amerika Serikat (AS), US Food and Drug Administration (FDA) telah mengizinkan vaksin COVID-19 bivalen besutan Moderna dan Pfizer-BioNTech untuk digunakan sebagai dosis penguat atau booster. Vaksin ini mengandung komponen strain virus SARS-CoV-2 asli – dari Wuhan, Tiongkok – dan komponen varian Omicron demi memberikan perlindungan yang lebih baik.
Baca Juga
Penyebutan vaksin COVID-19 bivalen juga dikenal sebagai dosis penguat vaksin COVID-19 yang “diperbarui” (updated COVID-19 vaccine booster dose). Hal ini melihat virus Corona terus berubah dari waktu ke waktu sehingga perlindungan terhadap COVID-19 dengan vaksin harus diperbarui, sebagaimana pembaruan informasi FDA tanggal 12 Agustus 2022.
Advertisement
Mantan Direktur WHO Asia Tenggara, Tjandra Yoga Aditama menyambut baik kehadiran vaksin COVID-19 bivalen. Menurutnya, vaksin ini lebih bagus ketimbang vaksin monovalen (dari satu jenis strain Corona).
Apalagi varian virus Corona terus berkembang dan bermutasi dari waktu ke waktu. Bahkan ‘anakan’ Omicron juga semakin banyak bermunculan.
“Secara kesehatan, vaksin bivalen lebih bagus dari vaksin monovalen. Karena kan gini, pertama kali vaksin COVID-19 disuntikkan di muka bumi ini pada bulan Desember 2020 di Inggris,” terang Tjandra Yoga saat berbincang dengan Health Liputan6.com di Hotel Conrad Bali, Nusa Dua Bali, ditulis Kamis (29/12/2022).
“Pada bulan Januari 2021, belum ada namanya Delta, belum ada Omicron. Nah, vaksin yang sekarang itu dibikin pada waktu itu (saat virus asli Wuhan menyebar). Sekarang kan lain (strain) virusnya."
Usul Penggunaan Vaksin Bivalen
Dosis penguat tunggal (single booster dose) dengan vaksin COVID-19 bivalen yang diperbarui memberikan perlindungan luas terhadap COVID-19 dan diharapkan dapat memberikan perlindungan yang lebih baik terhadap COVID-19 yang disebabkan oleh varian Omicron yang beredar saat ini.
Tjandra Yoga Aditama mengusulkan agar Pemerintah dapat mempertimbangkan penggunaan vaksin COVID-19 bivalen. Upaya ini demi memberikan proteksi ekstra terhadap ‘anakan’ Omicron baru yang menyebar di Indonesia seperti XBB, XBB.1, dan BN.1.
“Saya usul (penggunaan) vaksin bivalen. Walaupun vaksin sekarang masih ada proteksi terhadap virus sebelumnya, tapi kan kecil (perlindungannya). Saya pikir, kenapa kita enggak pakai bivalen?” ucapnya.
Vaksin COVID-19 dapat membantu melindungi dari penyakit parah, rawat inap, dan kematian akibat COVID-19. Saat virus berubah dan kekebalan menurun secara alami dari waktu ke waktu, seseorang mungkin kehilangan sebagian dari perlindungan itu, sehingga vaksin bivalen menjadi solusi pencegahan terbaru.
Dalam tulisan Tjandra Yoga pada 15 Oktober 2022, ia menyebut semakin banyak negara di dunia mulai menggunakan vaksin COVID-19 bivalen. Negara tetangga Indonesia, yakni Singapura dan Australia juga menyediakan vaksin bivalen untuk diberikan kepada rakyatnya.
Termasuk Singapura di Utara dan Australia di Selatan kita yang menyediakan vaksin bivalen untuk rakyatnya. Kita ketahui, vaksin bivalen berbeda dengan vaksin yang sekarang kita gunakan di Indonesia,” tulisnya.
(Vaksin) bivalen adalah perkembangan terbaru vaksin COVID-19 yang dapat memberi perlindungan terhadap varian-varian yang lama dan juga pada varian Omicron sekarang ini. Akan baik, kalau kita juga mempertimbangkan penggunaan vaksin bivalen sekarang ini.
Advertisement
Belum Ada Rekomendasi WHO
Ketersediaan vaksin COVID-19 bivalen di Indonesia sendiri belum ada. Saat ini, Pemerintah menyiapkan produksi vaksin COVID-19 nasional yang dapat digunakan masyarakat, baik vaksinasi lengkap (dosis 1 dan 2) serta booster.
Sebut saja, vaksin InaVac yang yang dikembangkan Universitas Airlangga Surabaya (Unair) bekerja sama dengan PT. Biotis Pharmaceuticals Indonesia dengan menggunakan platform vaksin inactivated virus. Kemudian ada vaksin IndoVac yang dikembangkan PT. Bio Farma Tbk bersama Baylor College of Medicine Amerika Serikat (AS).
Terkait pertimbangan penggunaan vaksin bivalen, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Siti Nadia Tarmizi mengatakan, belum ada rekomendasi khusus dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
“Sampai saat ini, WHO masih belum kasih rekomendasi (vaksin bivalen). Satu yang harus kita pahami bahwa bukan hanya kekebalan individu yang pengen kita dapatkan,” katanya kepada Health Liputan6.com di Gedung Kemenkes RI Jakarta, Jumat (18/11/2022).
“Kalau sebagian orang aja yang cuma pake bivalen, yang lain belum, ya risiko (infeksi COVID-19) akan tetap tinggi. Nah, buat komunitas (kekebalan) penting banget, makanya kita kejar minimal 70 persen, 80 persen masyarakat divaksin lengkap.”
Laporan WHO berjudul, Good practice statement on the use of variant-containing COVID-19 vaccines yang terbit 17 Oktober 2022, ada sejumlah pertimbangan dan rekomendasi terhadap penggunaan vaksin COVID-19. Namun, belum ada pernyataan secara jelas terkait vaksin bivalen.
Pertimbangan umum WHO dalam laporan di atas, di antaranya:
- Penggunaan vaksin baru untuk dosis penguat pertama atau kedua, setiap negara perlu memperhitungkan akses ke vaksin dan biaya. Negara tidak boleh menunda pemberian booster.
- WHO tidak merekomendasikan skrining pra-vaksinasi bagi seseorang yang terinfeksi sebelumnya. Orang yang pernah terinfeksi SARS-CoV-2 (dikonfirmasi dengan tes PCR atau antigen) setelah dosis sebelumnya, dapat mempertimbangkan untuk menunda dosis booster selama 4 - 6 bulan.
- WHO merekomendasikan agar negara-negara mempertimbangkan pemberian bersama vaksin COVID-19 dengan vaksin influenza musiman. Berdasarkan studi vaksin COVID-19, vaksin COVID-19 dapat diberikan bersamaan, atau kapan saja sebelum atau sesudah, vaksin lain untuk orang dewasa dan remaja.
Uni Eropa Setujui Vaksin Bivalen
Selain FDA AS, Uni Eropa (UE) juga menyetujui penggunaan vaksin COVID-19 pada 6 September 2022. European Centre for Disease Prevention and Control (ECDC) dan European Medicines Agency (EMA) telah mengeluarkan pernyataan bersama yang memberikan pertimbangan kesehatan masyarakat terkini tentang penggunaan vaksin COVID-19 adaptasi terbaru.
UE memperluas ‘persenjataannya’ dengan dua vaksin COVID-19 baru yang diperbarui, yakni ‘Comirnaty Original/Omicron BA.1’ dan ‘Spikevax Bivalent Original/Omicron BA.1.’ Karena virus SARS-CoV-2 terus berkembang, vaksin yang ada disesuaikan untuk memastikan perlindungan yang optimal bagi warga negara UE terhadap COVID-19.
Pada rilis resmi berjudul, ECDC-EMA statement on booster vaccination with Omicron adapted bivalent COVID-19 vaccines, dua formulasi bivalen di atas digunakan sebagai dosis penguat untuk melawan Omicron beserta ‘anakannya.’
Penggunaan vaksin bivalen diizinkan untuk orang berusia 12 tahun ke atas yang telah menerima setidaknya vaksinasi primer. Walau begitu, ECDC dan EMA menyarankan agar penguat dari vaksin bivalen ini diarahkan sebagai prioritas kepada orang-orang yang lebih berisiko terkena penyakit parah karena faktor risiko tertentu.
Ini termasuk orang berusia 60 tahun ke atas, orang dengan gangguan sistem kekebalan tubuh, dan orang rentan lainnya dengan kondisi mendasar yang membuat mereka berisiko lebih tinggi terkena COVID-19 parah, serta wanita hamil.
Tak hanya itu saja, penghuni dan staf di rumah perawatan jangka panjang (home care) harus diprioritaskan. Petugas kesehatan juga dapat dipertimbangkan karena peningkatan paparan mereka jika terjadi gelombang baru SARS-CoV-2 di masa depan dan peran utama mereka demi mendukung sistem perawatan kesehatan.
Perkembangan terkini, EMA sedang mengevaluasi satu vaksin COVID-19 yang disesuaikan yang cocok dengan galur asli dan subvarian Omicron BA.4 dan BA.5. Ada juga tinjauan yang sedang berlangsung untuk vaksin termasuk galur beta virus. Jika diizinkan, vaksin ini selanjutnya akan memperluas opsi vaksinasi di masyarakat.
Advertisement