Kemenkes: Status Darurat Dicabut Bukan Berarti Pandemi COVID-19 Berakhir

Kemenkes mengatakan pandemi COVID-19 saat ini masih berlangsung dan belum diketahui kapan berakhir. Sehingga sulit untuk memperkirakan atau menentukan kapan akan berakhir.

oleh Benedikta Desideria diperbarui 11 Mei 2023, 09:00 WIB
Diterbitkan 11 Mei 2023, 09:00 WIB
Pemerintah Resmi Cabut PPKM di Seluruh Wilayah Indonesia
Pandemi COVID-19 belum berakhir. Kemenkes meminta masyarakat tetap menggunakan masker bila sakit, berada di kerumunan, maupun kontak erat dengan pasien COVID-19. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) mengingatkan kembali kepada masyarakat bahwa kendati status kegawatdaruratan global COVID-19 telah dicabut World Health Organization (WHO), bukan berarti COVID-19 hilang. Hal ini disampaikan Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI, Mohammad Syahril.

Syahril menuturkan bahwa pandemi COVID-19 saat ini masih berlangsung dan belum diketahui kapan berakhir. Sehingga sulit untuk memperkirakan atau menentukan kapan akan berakhir.

Terpenting, kata Syahril, Indonesia telah berhasil melewati masa berat pandemi COVID-19 dalam 3 tahun terakhir.

"Kini, Indonesia sedang melakukan masa transisi.Saat ini Indonesia telah memulai mempersiapkan untuk melakukan transisi dengan memastikan 10 pilar respons yang terus diperkuat,” terang Syahril dalam keterangan yang diterima Liputan6.com.

Kesepuluh pilar respons yang dimaksud adalah:

  • Pilar koordinasi: perencanaan-pembiayaan,
  • Pilar komunikasi risiko dan pemberdayaan masyarakat,
  • Pilar surveilans,
  • Pilar penguatan pintu masuk internasional,
  • Pilar laboratorium dan diagnosis,
  • Pilar pengendalian dan pencegahan infeksi,
  • Pilar manajemen kasus dan pengobatan,
  • Pilar logistik,
  • Pilar penguatan pelayanan kesehatan esensial,
  • Pilar vaksin dan riset dan kebijakan.

Kemenkes juga melakukan rekomendasi WHO terkait selesainya pandemi. Rekomendasi tersebut tercantum dalam Strategi Kesiapsiagaan dan Respon COVID-19 2023-2025 yang digunakan sebagai pedoman oleh seluruh negara di dunia.

“Baik setiap negara maupun masyarakat global harus bersiap untuk bisa hidup dengan COVID-19, dengan mengintegrasikan upaya pencegahan dan pengendalian dalam program-program rutin yang ada seperti surveilans dan vaksinasi rutin,” terang Syahril.

Vaksinasi COVID-19 Masih Berjalan

Vaksin Booster Kedua
Petugas kesehatan saat menyuntikkan vaksin dosis keempat atau Booster kedua kepada warga di Puskesmas Kecamatan Pulogadung, Jakarta Timur, Selasa (24/1/2023). Vaksin booster kedua diberikan minimal enam bulan setelah masyarakat menerima vaksin booster pertama. Vaksin booster kedua tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan dan atau pos pelayanan vaksinasi Covid-19. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Syahril mengungkapkan bahwa vaksinasi COVID-19 masih terus dilakukan. Masyarakat diharapkan sudah mendapatkan vaksinasi dosis lengkap dan booster COVID-19. Vaksinasi ini terbukti mampu mengurangi risiko kesakitan dan kematian akibat COVID-19.

Bila menilik data, sekitar 30 persen pasien COVID-19 yang dirawat di rumah sakit belum mendapatkan vaksinasi COVID-19 dosis lengkap maupun booster serta didominasi oleh lansia. Lalu, mayoritas pasien yang meninggal belum divaksinasi.

Status Darurat Dicabut, Prokes Jalan Terus

Meski WHO sudah mencabut status darurat COVID-19 pada 5 Mei 2023, kedisiplinan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan harus tetap jalan. Terutama penggunaan masker saat sakit flu, kontak erat dengan pasien konfirmasi/suspek COVID-19, dan berada di ruang tertutup dengan banyak orang.

Bila masyarakat merasakan gejala yang mengarah ke COVID-19 atau merupakan kontak erat dari orang yang terkonfirmasi positif, diimbau agar segera melakukan tes. Apabila positif tetap lakukan isolasi mandiri sehingga dapat memutus penularan COVID-19.

“Jangan sampai menularkan kepada orang lain,” kata Syahril.

Alasan Masih Dalam Situasi Pandemi

Ahli epidemiologi Dicky Budiman
Ahli epidemiologi Dicky Budiman. Foto: Dokumentasi pribadi.

Epidemiolog Dicky Budiman menjelaskan, status pandemi COVID-19 masih ada didukung dengan masih adanya penambahan kasus. Bahkan, ada beberapa negara yang masih mengalami lonjakan kasus atau outbreak.

"Kita betul-betul masih ada dalam status pandemi, karena ini masih ada di semua negara. Masih ada outbreak, ada peningkatan kasus. Hanya kita sudah beda saja, sudah enggak akut lagi. Levelnya sudah lewat, lebih menurun," kata Dicky.

Terlebih, saat ini kasus kematian akibat COVID-19 maupun beban fasilitas kesehatan (faskes) telah menurun. Itu jugalah yang menjadi faktor pendukung status pandemi COVID-19 disebut sudah melewati fase kritis.

Pencabutan Status Darurat COVID-19 Beri Keleluasaan pada Negara

Dicky mengungkapkan bahwa pencabutan status darurat COVID-19 oleh WHO lebih pada memberikan keleluasaan pada masing-masing negara.

"Intinya pencabutan status darurat ini lebih memberikan keleluasaan, otorisasi pada masing-masing negara untuk merespons COVID-19 tetap dalam status kedaruratan atau mereka masukan dalam program pengendalian penyakit secara umum," kata Dicky.

Pencabutan status darurat COVID-19 maka tiap negara jadi punya kewenangan sendiri untuk merespons bagaimana pandemi COVID-19 akan disikapi kedepannya.

"Negara-negara itu punya keleluasaan lebih atas itu, karena kalau status darurat-nya tidak dicabut, mau tak mau akan terus darurat. Namun, bahwa dia masih pandemi, ya iya dalam konteks saat ini. Tapi sekali lagi, sudah tidak seperti status yang akut dua atau tiga tahun awal pandemi," pungkasnya.

Infografis Orthrus Kategori Varian Diawasi WHO dan Kasus Omicron di Indonesia. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Orthrus Kategori Varian Diawasi WHO dan Kasus Omicron di Indonesia. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya