Liputan6.com, Jakarta Melawan dan menuntaskan virus corona covid-19 memang perlu kerja keras. Tak hanya pemerintah saja, tim medis juga merupakan garda terdepan dalam menangani virus yang berasal dari Kota Wuhan tersebut. Karena melawan virus corona covid-19 seperti perang.Â
Baca Juga
Sejak pertengahan Januari 2020 lalu, para staf medis tak henti-hentinya bekerja keras merawat pasien terjangkit Corona covid-19. Jumlah pasien kian bertambah, tak sedikit staf medis seperti dokter dan perawat mulai kewalahan.
Advertisement
Terlebih lagi bagi masyarakat yang abai akan imbauan pemerintah untuk berada di rumah dan mengurangi aktivitas di ruang publik sangat berpotensi menambah jumlah pasien. Padahal, sikap diam diri di rumah sangat membantu petugas medis yang sedang bekerja keras menangani pasien terpapar virus Corona.
Kisah perjuangan mereka yang harus berhadapan langsung dengan pasien positif corona atau COVID-19 ini menyentuh banget. Ia adalah dokter Randy yang merupakan dokter spesialis di salah satu rumah sakit rujukan COVID-19. Berikut kisah haru dokter Randy yang berjuang melawan virus corona covid-19 dikutip dari Merdeka dan sumber lain Rabu (25/3/2020).
1. Sempat Jadi Satu-satunya Dokter Spesialis
Dilansir dari Antara oleh Liputan6.com, Rabu (25/3/2020) dokter Randy menceritakan bagaimana kesulitannya mendapatkan Alat Pelindung Diri (APD) hingga kegelisahannya tidak bisa berkumpul dan menjaga keluarganya ditengah virus corona covid-19 ini.
"Fasilitas gedungnya kan masih baru, awalnya memang untuk pengembangan. Tapi berhubung dengan Covid-19 ini akhirnya di buka khusus untuk pasien Covid," kata dokter Randy dengan suara ramah saat dihubungi melalui sambungan telepon.
Ia menceritakan sempat menjadi satu-satunya dokter spesialis karena salah satu rekan seprofesinya justru menjadi orang dalam pemantauan. Situasi itu ia alami saat minggu pertama bertugas. Meskipun demikian, ia bersyukur karena repons Dinkes DKI Jakarta cukup tanggap memberikan dokter tambahan.
"Kemarin sempat seminggu saya sendiri (menangani pasien Covid-19). Lalu Dinkes DKI kasih perbantuan, jadi yang aktif sekarang dua," ujar dokter Randy.
Advertisement
2. Kesulitan APD dan Masker
Tak hanya kurangnya tenaga medis, dokter Randy juga menyebutkan kesulitannya mendapatkan Alat Pelindung Diri (APD) serta masker. Di rumah sakit tempatnya bekerja hanya menyediakan 30 pasang APD.
"APD itu berlapis jadi sebetulnya kita (petugas medis) ga nyaman. Karena itu kita batasi perawat lewat jangka waktu kerja dengan shift lebih pendek. Padahal dengan shift pendek artinya APD-nya butuh lebih banyak. "Dan kita sempat terkendala itu," kata sang dokter.
Meski Dinkes DKI jakarta cukup cepat, namun kebutuhan APD masih sangat dibutuhkan lantaran para petugas belum sepenuhnya terjamin. Terutama bagi petugas medis yang merawat pasien rawat jalan.
"Masker N95 itu, sekarang sudah mahal banget. Kita masih berusaha nyari. Kalau ada yang mau nyumbang dan mau membantu kita berharap yang seperti itu ada," lanjutnya.
3. Tinggal di Rumah Sakit
Kondisi pasien positif terjangkit Corona membuat para tim medis harus selalu siap. Di rumah sakit rujukan tempatnya bekerja, telah menyediakan 200 tempat tidur untuk pasien. Namun ia berpendapat jumlah pasien bisa saja terus bertambah.
"Kalau sampai (Covid-19), banyak dan meluas kita (petugas medis) mau ga mau akan tetap tinggal di rumah sakit, kalau misalnya ini menjadi sebuah 'outbreak' yang besar," jelasnya.
Advertisement
4. Tak Bisa Bertemu Keluarga
Menjadi tim medis memang harus selalu bersiap jik aharus menghadapi situasi terburuk dalam menangani virus pandemik ini. Hal tersebutlah yang membuat banyak para petugas medis sulit bertemu dengan keluarga.
Banyak petugas medis yang lebih memilih untuk menjaga jarak dengan orang terkasih mereka, lantaran dirinya adalah sosok yang terjun langsung menghadapi virus Corona COVID-19.
"Karena saya dokter dan kerja di rumah sakit. Saya enggak tahu apakah di badan saya kumannya ada atau nggak," katanya.
Beruntungnya di tempat dokter Randy bekerja saat ini, para petugas diberikan waktu berjaga yang tidak beruntun sehingga mereka dapat mengurangi potensi para petugas terpapar dari COVID-19.
"Lewat hal ini peran dokter benar-benar dirasakan manfaatnya. Bagi saya sendiri, saya bisa bantu menenangkan keluarga, teman-teman saya," kata dokter Randy.
5. Ketakutan sosial terhadap virus corona COVID-19
Dokter Randy yang langsung menangani pasien terpapar COVID-19 juga menjelaskan jika selama dua minggu terakhir, masyarakat Jakarta masih memiliki ketakutan sosial yang tinggi menghadapi COVID-19.
Beberapa pasien yang dirawatnya bahkan tidak ingin keluarga apalagi tetangga mengetahui kondisi kesehatan sang pasien. Padahal jika menutupi fakta tersebut, lingkungan sekitar tak akan menyadari dan orang sekitar bisa menjadi pembawa virus ke ranah yang lebih luas. Terutama bagi orang berusia tua dan rentan.
"Harusnya tidak hanya memikirkan diri sendiri, karena hal itu (menutup-nutupi riwayat kesehatan) berdampak pada lingkungan sekitar," kata dokter Randy.
"Dia mungkin saja tidak sadar, dia akan membawa virus itu pulang ke rumah. Hal itu yang dapat berbahaya bagi orang tuanya atau tetangganya. Nah itu yang nanti jadi masalah," lanjutnya.
Advertisement
6. Meminta Untuk Tidak Menimbun Obat
Dokter Randy juga meminta pada masyarakat untuk tidak panic buying dan menimbun obat-obatan seperti Chloroquin, Aluvia dan Azithromycin agar kelangkaan barang-barang medis seperti masker tidak terulang kembali.
"Kalau misalnya ada yang nimbun padahal yang masih perlu ya penderita lupus itu yang nyeri yang mereka rasakan itu tinggi. Ya para penderita lupus lah yang akan merasakan penderitaannya,".
Dokter Randy berharap masyarakat Indonesia dapat menanggapi dengan bijak Covid-19 ini dengan mengikuti anjuran-anjuran pemerintah.
"Kami (petugas medis) sadari mereka (pasien) pasti cemas tapi yah mereka harus mengetahui ini pandemi dan ini adalah masalah bersama," tutupnya.