Liputan6.com, Jakarta Dalam perjalanan demokrasi, pemilihan umum (pemilu) menjadi titik fokus utama untuk mengukur kesehatan dan kualitas suatu sistem pemerintahan. Pemilu tidak hanya menjadi ajang bagi masyarakat untuk menyalurkan suara mereka, tetapi juga mencerminkan esensi partisipasi dalam pembentukan kebijakan negara. Di dalam kerangka pemilu, perdebatan mengenai pemilu terbuka dan tertutup menjadi sangat relevan.Â
Baca Juga
Advertisement
Pemilu terbuka dan tertutup membawa implikasi yang mendalam terhadap representasi politik dan partisipasi masyarakat. Dalam pemilu terbuka, pemilih memiliki kebebasan untuk memilih calon secara langsung, menciptakan derajat keterwakilan yang tinggi dan membangun hubungan yang kuat antara pemilih dan wakil mereka.Â
Sebaliknya, pemilu tertutup, dengan penekanan pada pemilihan partai politik, dapat menghadirkan tantangan terkait responsivitas terhadap kebutuhan dan aspirasi langsung masyarakat. Keberlanjutan dan keberhasilan suatu negara dalam mengimplementasikan sistem pemilu terbuka atau tertutup turut mempengaruhi dinamika politiknya.
Untuk lebih memahami bagaimana dua sistem pemilu ini bekerja, berikut ini telah Liputan6.com rangkum informasi seputar pemilu terbuka dan tertutup, beserta perbedaannya pada Rabu (31/1).
Apa Itu Pemilu Terbuka dan Pemilu Tertutup?
Pemilihan umum atau pemilu menjadi tonggak penting dalam mengukur dan menilai sejauh mana suatu negara menerapkan prinsip demokrasi. Keterbukaan dan kebebasan dalam proses pemilihan umum mencerminkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembentukan kehidupan berbangsa dan bernegara. Salah satu sistem yang umum digunakan dalam pemilihan umum adalah sistem proporsional.
Sistem proporsional merupakan suatu metode di mana satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil legislatif sekaligus. Keunikan dari sistem ini adalah adanya kemungkinan bagi partai-partai politik untuk berkoalisi atau bergabung demi memperoleh kursi yang cukup dalam lembaga legislatif. Sistem proporsional sering disebut juga sebagai sistem perwakilan berimbang atau multi member constituency, menggaransi bahwa beragam pandangan masyarakat dapat tercermin secara proporsional dalam perwakilan politik.
Dalam sistem proporsional, terdapat dua jenis varian utama, yaitu sistem proporsional terbuka dan sistem proporsional tertutup. Sistem proporsional terbuka memungkinkan pemilih untuk memilih langsung wakil legislatif yang diinginkan. Artinya, setiap kandidat memiliki peluang untuk mendapatkan dukungan langsung dari pemilih. Di sisi lain, dalam sistem proporsional tertutup, pemilih hanya memberikan suaranya untuk partai politik, dan distribusi kursi di lembaga legislatif ditentukan berdasarkan urutan calon-calon dari partai tersebut.
Melalui sistem proporsional, upaya untuk menciptakan representasi yang seimbang bagi berbagai kelompok masyarakat menjadi lebih mungkin. Adanya peluang bagi partai-partai kecil atau kelompok minoritas untuk mendapatkan kursi dalam lembaga legislatif memberikan kontribusi terhadap pluralitas dan inklusivitas dalam proses pengambilan keputusan politik. Oleh karena itu, pemilihan umum dengan sistem proporsional memberikan landasan bagi masyarakat untuk memiliki suara yang lebih besar dalam pembentukan kebijakan negara.
Advertisement
Perbedaan Pemilu Terbuka dan Tertutup
Sistem proporsional terbuka dan sistem proporsional tertutup merupakan dua model pemilihan umum yang memiliki perbedaan signifikan dalam cara calon legislatif dipilih dan bagaimana suara pemilih diterjemahkan menjadi perwakilan di lembaga legislatif. Mari kita eksplorasi perbedaan tersebut dengan lebih rinci.
1. Pelaksanaan:
Proporsional Terbuka: Partai politik mengajukan daftar calon tanpa nomor urut. Susunan daftar calon biasanya disusun berdasarkan abjad atau melalui undian.
Proporsional Tertutup: Partai politik mengajukan daftar calon yang sudah disusun dengan nomor urut, yang ditentukan oleh partai.
2. Metode Pemberian Suara:
Proporsional Terbuka: Pemilih memilih secara langsung nama calon yang diinginkan.
Proporsional Tertutup: Pemilih memberikan suara untuk partai politik, bukan calon individual.
3. Penetapan Calon Terpilih:
Proporsional Terbuka: Calon terpilih ditentukan berdasarkan suara terbanyak yang diterima oleh individu.
Proporsional Tertutup: Penetapan calon terpilih ditentukan berdasarkan nomor urut pada daftar calon partai.
4. Derajat Keterwakilan:
Proporsional Terbuka: Tingkat keterwakilan tinggi karena pemilih dapat memilih wakil secara langsung.
Proporsional Tertutup: Kurang demokratis karena pemilih tidak dapat memilih langsung wakil legislatif.
5. Kesetaraan Calon:
Proporsional Terbuka: Memungkinkan kader yang tumbuh dari bawah dan menang karena dukungan massa.
Proporsional Tertutup: Didominasi oleh kader yang memiliki kedekatan dengan elit partai.
6. Jumlah Kursi dan Daftar Kandidat:
Proporsional Terbuka: Partai memperoleh kursi sesuai dengan suara yang diperoleh.
Proporsional Tertutup: Setiap partai menyajikan daftar kandidat lebih banyak daripada jumlah kursi yang dialokasikan.
7. Kelebihan:
Proporsional Terbuka: Mendorong persaingan dalam memobilisasi dukungan massa.
Proporsional Tertutup: Memudahkan pemenuhan kuota perempuan atau kelompok etnis minoritas.
8. Kekurangan:
Proporsional Terbuka: Peluang politik uang tinggi, membutuhkan modal politik yang besar.
Proporsional Tertutup: Sulit menegakkan kuota gender dan etnis, tidak responsif terhadap perubahan yang pesat.
9. Penerapan di Berbagai Negara:
Proporsional Terbuka: Austria, Belanda, Belgia, Brazil, dll.
Proporsional Tertutup: Afrika Selatan, Argentina, Israel, Bulgaria, Ekuador, dll.
10. Penerapannya di Indonesia:
Proporsional Terbuka: Pemilu legislatif 2009, 2014, dan 2019.
Proporsional Tertutup: Pemilu 1955, Pemilu Orde Baru, dan Pemilu 1999.
Dengan perbedaan-perbedaan tersebut, masyarakat dan pemilih dapat memahami dampak serta konsekuensi dari menerapkan sistem proporsional terbuka atau tertutup dalam konteks pemilihan umum.