Liputan6.com, Mekkah - Sebelum kehadiran teknologi loudspeaker, warga Mekkah menantikan suara meriam sebagai penanda sahur dan buka puasa. Meriam itu berdiri di Gunung Abu Al-Madafaa yang berada di sebelah utara Mekkah.
Bunyi meriam itu juga menandakan awal Ramadhan dan berakhirnya bulan suci.
Advertisement
Baca Juga
Dulu, banyak orang mendaki gunung itu untuk melihat meriamnya ditembakan. Meriam itu dijaga oleh Kepolisian Mekkah.
"Ketika Kepolisian Mekkah dibentuk 75 tahun lalu, mereka dipercaya untuk pemeliharaan dan perawatan meriam ini. Setelah Lebaran, meriemnya dikembalikan ke departemen khusus. Beberapa hari setelah Ramadhan, (meriamnya) dikirimkan lagi ke gunung," ujar Mayor Abdul Mohsin Al-Maimani, juru bicara Kepolisian Mekkah, dalam wawancara bersama Arab News, Sabtu (17/4/2021).
Bubuk mesiu meriam itu ditangani oleh tim khusus untuk menghindari adanya insiden yang tak diinginkan. Al-Maimani juga masih ingat betapa populernya meriam itu bagi warga Mekkah.
Wali Kota Fahad Al-Harbi dari Ray Zakhir, yang lokasinya dekat Gunung Abu Al-Madafaa, berkata bahwa suara meriam itu turut mewakili sejarah Mekkah tempo dulu.
Saksikan Video Pilihan Berikut:
Bagian dari Sejarah
Pakar sejarah berkata meriam itu sudah berdiri di Mekkah selama nyaris satu abad.
"Zaman dulu, tidaklah mungkin mendengar suara muazin-muazin Masjid Agung (Masjidil Haram), jadi meriam itu melakukan tugas demi mereka," ujar Dr. Fawas Al-Dahas, direktur Center of Makkah History.
Ia menyebut tradisi meriam itu sangat disukai, tetapi kehadiran teknologi modern, seperti speaker di minaret Masjidil Haram, membuat meriam jadi ketinggalan jaman.
Penggunaan meriam untuk keperluan Ramadhan sebetulnya sudah menjadi tradisi lama di negara-negara Timur Tengah dan bukan hanya di Saudi. Tradisi ini bisa dilacak sejak zaman Kesultanan Mamluk di abad ke-15.
Advertisement