Menarik Benang Merah Antara Puasa dengan Kesehatan

Pada orang yang berpuasa, perasaan tenang dan bahagia akan bertambah dan meningkatkan hormon kebahagiaan.

oleh Abdul Jalil diperbarui 10 Apr 2023, 03:20 WIB
Diterbitkan 10 Apr 2023, 03:20 WIB
Neni Moerniaeni
Ketua PMI Bontang dr Neni Moerniaeni.

Liputan6.com, Bontang - Hubungan antara puasa dan kesehatan sudah sering dibahas dan dikaji. Kajian ilmiah tentang hubungan keduanya sudah banyak dilakukan.

Ketua PMI Bontang dr Neni Moerniaeni mengutio sabda Rasulullah yang bunyinya shumu tasihhu atau berpuasalah agar engkau sehat. Namun dimana titik temu antara puasa dan sehat belum terlalu jelas.

“Belakangan baru terbukti secara ilmiah beberapa titik temu antara puasa dan Kesehatan,” kata Neni, Jumat (7/4/2023).

Dia kemudian menjelaskan soal meningkatnya hormon kebahagiaan. Ada empat jenis hormon yang disebut hormon kebahagiaan yaitu endorfin, dopamin, oksitosin dan serotonin.

“Mengapa disebut hormon kebahagiaan? Karena keempat hormon ini diproduksi oleh tubuh pada saat perasaan bahagia. Demikian pula sebaliknya, jika kadar hormon ini tinggi, maka akan merangsang timbulnya rasa Bahagia,” katanya.

Pada orang yang berpuasa, sambungnya, perasaannya pasti tenang, apalagi jika disertai berdzikir, membaca ayat suci Al-Qur'an. Sebab dengan membaca Al- Qur'an perasaan pasti menjadi tenang.

“Artinya, jika pelaksanaan puasanya benar, Insya Allah, hormon kebahagiaannya meningkat,” ujar Neni.

Peningkatan hormon kebahagiaan tersebut berdampak positif pada kesehatan. Dampak positif tersebut antara lain meningkatnya daya tahan seseorang terhadap serangan penyakit terutama penyakit infeksi, tekanan darah akan lebih terkontrol, gula darah lebih stabil.

“Dan yang lebih hebat, bagi orang yang hormon kebahagiaannya selalu stabil, akan lebih panjang umur dan awet muda,” kata mantan Wali Kota Bontang ini.

Proses Autophagy

Puasa 2 Hari Setiap Minggu Tak Lebih Efektif Bantu Pengidap Obesitas Turunkan Berat Badan, tapi...
Ilustrasi puasa. (dok. Christopher Jolly/Unsplash.com)

Autophagy adalah bahasa Yunani yang terdiri dari dua suku kata yaitu Auto yang berarti sendiri dan Phagy yang artinya makan. Neni menyebut terjemahan bebasnya adalah memakan diri sendiri.

Istilah ini menjadi sangat populer sejak Professor Yoshinori Ohsumi memperoleh hadiah Nobel dari penelitiannya yang mengaitkan antara puasa dengan terjadinya proses autophagy,” ujarnya.

Dia kemudian menjelaskan, pada orang yang berpuasa minimal 8 jam dan maksimal 16 jam, sel-sel tubuhnya akan mengalami kelaparan. Dalam kondisi seperti itu, sel-sel di seluruh tubuh akan membentuk protein khusus yang disebut autophagisom.

“Protein khusus inilah yang akan memakan sel-sel tubuh yang sudah tua dan sel-sel tubuh yang rusak. Dengan demikian, jaringan membentuk sel-sel tubuh yang baru sehingga sel tubuh menjadi lebih segar dan panjang umur,” katanya.

Dengan autophagy, sambungnya, zat-zat racun akan hilang serta sel-sel yang akan menjadi penyebab penyakit degeneratif akan dimusnahkan. Dengan demikian, berpuasa Ramadhan ditambah dengan puasa sunnah Senin dan Kamis akan menjamin proses autophagy ini akan berlangsung sepanjang tahun.

Jika menarik benang merah antara puasa dan agama, dari sekian banyak penelitian tentu terjawab dengan baik. Puasa bukan sekedar menjalankan ibadah atau perintah Allah.

“Dua proses yang diceritakan di atas merupakan bukti dari kehebatan ajaran Rasulullah yang disabdakan lebih dari 14 abad yang lalu,” sebutnya.

Jika dahulu Nabi Muhammad mengatakan berpuasalah agar engkau sehat, maka ketika perkembangan ilmu kedokteran masih jauh dari penelitian modern seperti yang dilakukan sekarang.

“Semoga semua ummatnya yang mengikuti sunnahnya akan sehat dan panjang umur,” ujarnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya