Persiapan Iktikaf di Masjid agar Tak Sia-Sia, Simak 6 Pedoman Pelaksanaannya

Salah satu ibadah yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW adalah menginap di masjid selama 10 hari tanpa dijeda dengan berpulang ke rumah bernama iktikaf.

oleh Arie Nugraha Diperbarui 23 Mar 2025, 17:00 WIB
Diterbitkan 23 Mar 2025, 17:00 WIB
FOTO: Berburu Malam Lailatul Qadar Sambil Itikaf di Masjid
Warga membaca Alquran saat melakukan itikaf pada malam ke-27 bulan puasa Ramadhan 1443 H di Masjid Asy-Syuhada, Cikampek, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, Jumat (29/4/2022). Itikaf dilakukan pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan dengan membaca Alquran, dzikir, dan selawat untuk mencari rida Allah SWT. (merdeka.com/Imam Buhori)... Selengkapnya

Liputan6.com, Bandung - Pada 10 hari terakhir di Ramadan seluruh umat muslim dianjurkan agar meningkatkan frekuensi dan kekhusyukan ibadahnya di bulan suci selain tetap menjalankan puasa.

Salah satu ibadah yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW adalah menginap di masjid selama 10 hari tanpa dijeda dengan berpulang ke rumah bernama itikaf.

Menurut Muhammad Abduh Tuasikal dari Yayasan Percikan Iman Bandung, Jawa Barat, iktikaf secara bahasa berarti menetap pada sesuatu. Sedangkan secara syar’i, itikaf berarti menetap di masjid dengan tata cara yang khusus disertai dengan niat.

"Ada suatu amalan di bulan Ramadhan yang mesti kita ketahui bersama demi meraih banyak pahala di bulan tersebut. Amalan tersebut adalah itikaf," ujar Tuasikal dicuplik dari laman Yayasan Percikan Iman, Rabu (19/3/2025).

Ibnul Mundzir mengatakan, "Para ulama sepakat bahwa itikaf itu sunah, bukan wajib kecuali jika seseorang mewajibkan bagi dirinya bernazar untuk melaksanakan itikaf."

Dari Abu Hurairah, ia berkata; "Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa beritikaf pada bulan Ramadan selama sepuluh hari. Namun pada tahun wafatnya, beliau beriktikaf selama dua puluh hari".

Waktu iktikaf yang lebih afdhol adalah di akhir-akhir Ramadan atau 10 hari terakhir bulan Ramadan sebagaimana hadits ‘Aisyah, ia berkata; "Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beriktikaf pada sepuluh hari yang akhir dari Ramadan hingga wafatnya kemudian istri-istri beliau pun beritikaf setelah kepergian beliau."

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beriktikaf pada sepuluh hari terakhir dengan tujuan untuk mendapatkan malam lailatul qadar, untuk menghilangkan dari segala kesibukan dunia, sehingga mudah bermunajat dengan Rabbnya, banyak berdoa dan banyak berzikir ketika itu.

Bagaimanakah tuntunan Islam dalam menjalankan itikaf di bulan Ramadan? Berikut panduan ringkasnya.

1. Iktikaf Harus Dilakukan di Masjid

Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala;

وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ

"(Tetapi) janganlah kamu campuri mereka sedang kamu beri’tikaf dalam masjid”(QS. Al Baqarah: 187). Demikian juga dikarenakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu juga istri-istri beliau melakukannya di masjid, dan tidak pernah di rumah sama sekali. Ibnu Hajar rahimahullah berkata, "Para ulama sepakat bahwa disyaratkan melakukan itikaf di masjid."

Termasuk wanita, ia boleh melakukan itikaf sebagaimana laki-laki, tidak sah jika dilakukan selain di masjid.

2. Itikaf Boleh Dilakukan di Masjid Mana Saja

Menurut mayoritas ulama, itikaf disyariatkan di semua masjid karena keumuman firman Allah di atas (yang artinya) "Sedang kamu beritikaf dalam masjid".

Imam Bukhari membawakan Bab dalam kitab Shahihnya, "Itikaf pada 10 hari terakhir bulan Ramadan dan itikaf di seluruh masjid."

Ibnu Hajar menyatakan, "Ayat tersebut (surat Al Baqarah ayat 187) menyebutkan disyaratkannya masjid, tanpa dikhususkan masjid tertentu."

Para ulama selanjutnya berselisih pendapat masjid apakah yang dimaksud. Apakah masjid biasa di mana dijalankan salat jamaah lima waktu ataukah masjid jaami’ yang diadakan juga salat jum’at di sana?. Imam Malik mengatakan bahwa itikaf boleh dilakukan di masjid mana saja (asal ditegakkan salat lima waktu di sana) karena keumuman firman Allah Ta’ala;

وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ

"sedang kamu beritikaf dalam masjid," (QS. Al Baqarah: 187). Ini juga menjadi pendapat Imam Asy Syafi’i. Namun Imam Asy Syafi’i rahimahullah menambahkan syarat, yaitu masjid tersebut diadakan juga salat Jumat.

Tujuannya di sini adalah agar ketika pelaksanaan salat Jumat, orang yang beritikaf tidak perlu keluar dari masjid.

Kenapa disyaratkan di masjid yang ditegakkan salat jamaah? Ibnu Qudamah katakan; "Salat jamaah itu wajib (bagi laki-laki). Jika seorang laki-laki yang hendak melaksanakan itikaf tidak berdiam di masjid yang tidak ditegakkan salat jama’ah, maka bisa terjadi dua dampak negatif: meninggalkan salat jamaah yang hukumnya wajib dan terus-menerus keluar dari tempat itikaf padahal seperti ini bisa saja dihindari. Jika semacam ini yang terjadi, maka ini sama saja tidak itikaf. Padahal maksud itikaf adalah untuk menetap dalam rangka melaksanakan ibadah pada Allah."

 

Promosi 1

3. Wanita Boleh Beriktikaf

Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengizinkan istri beliau untuk beriktikaf. ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata;

"Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam biasa beritikaf pada bulan Ramadan. Apabila selesai dari salat subuh, beliau masuk ke tempat khusus itikaf beliau. Dia (Yahya bin Sa’id) berkata: Kemudian ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha meminta izin untuk bisa beritikaf bersama beliau, maka beliau mengizinkannya."

Dari ‘Aisyah, ia berkata; "Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf pada sepuluh hari yang akhir dari Ramadan hingga wafatnya kemudian istri-istri beliau pun beritikaf setelah kepergian beliau."

Namun wanita boleh beriktikaf di masjid asalkan memenuhi dua syarat yaitu meminta izin suami dan tidak menimbulkan fitnah (godaan bagi laki-laki) sehingga wanita yang iktikaf harus benar-benar menutup aurat dengan sempurna dan juga tidak memakai wewangian.

4. Lama Waktu Berdiam di Masjid

Para ulama sepakat bahwa iktikaf tidak ada batasan waktu maksimalnya. Namun, mereka berselisih pendapat berapa waktu minimal untuk dikatakan sudah beriktikaf.

Bagi ulama yang mensyaratkan iktikaf harus disertai dengan puasa, maka waktu minimalnya adalah sehari. Ulama lainnya mengatakan dibolehkan kurang dari sehari, tetapi tetap disyaratkan puasa.

Imam Malik mensyaratkan minimal sepuluh hari. Imam Malik juga memiliki pendapat lainnya, minimal satu atau dua hari.

Sedangkan bagi ulama yang tidak mensyaratkan puasa, maka waktu minimal dikatakan telah beriktikaf adalah selama ia sudah berdiam di masjid dan di sini tanpa dipersyaratkan harus duduk.

Yang tepat dalam masalah ini, itikaf tidak dipersyaratkan untuk puasa, hanya disunahkan. Menurut mayoritas ulama, iktikaf tidak ada batasan waktu minimalnya, artinya boleh cuma sesaat di malam atau di siang hari.

Al Mardawi rahimahullah mengatakan, "Waktu minimal dikatakan iktikaf pada iktikaf yang sunah atau iktikaf yang mutlak adalah selama disebut berdiam di masjid (walaupun hanya sesaat)."

5. Yang Boleh dan Membatalkan Iktikaf

Terdapat dua perkara yang membatalkan iktikaf yaitu keluar masjid tanpa alasan syar’i dan tanpa ada kebutuhan yang mubah yang mendesak.

Perkara kedua yaitu bersetubuh(jima’) dengan istri berdasarkan Surat Al Baqarah ayat 187. Ibnul Mundzir telah menukil adanya ijma’ (kesepakatan ulama) bahwa yang dimaksud mubasyaroh dalam surat Al Baqarah ayat 187 adalah jima’ (hubungan intim).

Sedangkan ada lima perkara yang dibolehkan ketika iktikaf:

- Keluar masjid disebabkan ada hajat yang mesti ditunaikan seperti keluar untuk makan, minum, dan hajat lain yang tidak bisa dilakukan di dalam masjid.

- Melakukan hal-hal mubah seperti mengantarkan orang yang mengunjunginya sampai pintu masjid atau bercakap-cakap dengan orang lain.

- Istri mengunjungi suami yang beritikaf dan berdua-duaan dengannya.

- Mandi dan berwudu di masjid.

- Membawa kasur untuk tidur di masjid.

6. Durasi Iktikaf dan Adabnya di Masjid

Jika ingin beriktikaf selama 10 hari terakhir bulan Ramadan, maka seorang yang beriktikaf mulai memasuki masjid setelah salat Subuh pada hari ke-21 dan keluar setelah shalat shubuh pada hari Idul Fitri menuju lapangan. Hal ini sebagaimana terdapat dalam hadits ‘Aisyah, ia berkata;

"Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam biasa beri’tikaf pada bulan Ramadan. Apabila selesai dari salat subuh, beliau masuk ke tempat khusus itikaf beliau. Dia (Yahya bin Sa’id) berkata: Kemudian ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha meminta izin untuk bisa beritikaf bersama beliau, maka beliau mengizinkannya."

Namun para ulama mazhab menganjurkan untuk memasuki masjid menjelang matahari tenggelam pada hari ke-20 Ramadan. Mereka mengatakan bahwa yang namanya 10 hari yang dimaksudkan adalah jumlah bilangan malam sehingga seharusnya dimulai dari awal malam.

Adapun adab saat menjalani iktikaf didalam masjid hendaknya ketika beriktikaf, seseorang menyibukkan diri dengan melakukan ketaatan seperti berdoa, zikir, bersalawat pada Nabi, mengkaji Al Quran dan mengkaji hadis. Dan dimakruhkan menyibukkan diri dengan perkataan dan perbuatan yang tidak bermanfaat.

Nah, dengan panduan pelaksanaan ibadah iktikaf tadi dapat menjadi pengingat kembali salah satu ibadah sunah di bulan Ramadan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Produksi Liputan6.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya