Apakah Seseorang Akan Berkumpul dengan Orang yang Dicintainya di Hari Kiamat?

Kedahsyatan peristiwa kiamat akan mencerai-beraikan orang-orang dan sebuah keluarga. Lantas, apakah seseorang bisa berkumpul dengan orang yang dicintainya pada hari kiamat (kebangkitan) di Padang Mahsyar?

oleh Muhamad Ridlo diperbarui 03 Nov 2023, 02:00 WIB
Diterbitkan 03 Nov 2023, 02:00 WIB
Ilustrasi Kiamat (Image by liuzishan on Freepik)
Ilustrasi Kiamat (Image by liuzishan on Freepik)

Liputan6.com, Jakarta - Pada hari kiamat alam hancur dan seluruh manusia mati. Setelahnya, manusia akan dibangkitkan dan digiring ke Padang Mahsyar, sebuah tempat yang digambarkan sangat luas dan tanpa naungan.

Kondisi di Padang Mahsyar digambarkan sangat tidak menentu dan penuh kegelisahan. Karena suasana panik itu, seorang ayah lupa istri dan anaknya. Pun sebaliknya.

Namun, di sisi lain, Nabi SAW juga bersabda, seseorang akan dikumpulkan bersama dengan orang yang dicintainya semasa di dunia.

Mengutip ulasan Muhammad Iqbal Syauqi di laman NU Online, dalam sebuah perjalanan bersama para sahabat, Rasulullah SAW berjumpa dengan seorang Arab kampung. Dengan lantang, orang ini memanggil Nabi—tak tanggung-tanggung, langsung memanggil nama (tanpa gelar kehormatan). “Wahai Muhammad!”.

Kisah orang Arab kampung—yang disebut A’rabiy—kerap membikin kita tersenyum. Kepolosan dan keterusterangan mereka dalam berbagai riwayat hadis menunjukkan bagaimana Islam bukan hanya bicara sosok penting yang tersohor, tapi juga orang biasa yang bahkan tak kita tahu namanya.

Dari atas kendaraan, Nabi menoleh dan menjawab, “Hei, kemarilah.”

Para sahabat yang membersamai Nabi, segera mendatangi orang Arab kampung tadi akibat perbuatannya yang dinilai kurang sopan. “Hei kamu, pelankan sedikit suaramu pada Nabi. Kamu kok berani memanggil Nabi, namanya langsung, dengan lantang lagi. Hal itu dilarang dalam Al-Qur'an,” ujar seorang sahabat padanya.

Tapi orang Arab kampung ini berkelit, “Tidak, aku tidak akan memelankan suaraku! Agar Nabi bisa mendengarku dengan jelas,” ujarnya.

 

Akan Dikumpulkan Bersama Orang yang Dicintai

Ia segera menghampiri Nabi. “Wahai Nabi, jika ada orang yang mencintai suatu kaum (yang berbuat kebaikan), namun bagaimana jika ia tak menyerupai mereka (dalam segi amal)?”.

Nabi menjawab dengan santun, “Orang akan dikumpulkan bersama yang ia cintai, dan kamu juga akan dikumpulkan bersama yang kamu cintai.”

Riwayat kisah ini diriwayatkan oleh beberapa sahabat dengan berbagai redaksi. Riwayat yang disitir di atas berasal dari sahabat Abu Musa Al Asy’ari radliyallahu ‘anhu. Dengan kisah yang mirip dari riwayat Anas bin Malik, berikut isi pertanyaan orang Arab kampung ini,

“Wahai Rasulullah, kapan kiamat akan tiba?” tanyanya.

Nabi menimpali, “Memang apa yang telah kamu persiapkan?”

“Wahai Nabi, aku tidak menyiapkan suatu amalan shalat atau puasa yang banyak untuk hari itu. Tapi aku sungguh mencintai Allah dan Rasul-Nya.”

Nabi menjawab, sebagaimana jawaban di atas, bahwa seseorang kelak di hari kiamat akan dikumpulkan bersama orang-orang yang dia cintai. Orang Arab kampung ini girang betul.

Seperti disebutkan sahabat Anas bin Malik, beliau dan para sahabat tidak pernah melihat wajah muslim yang sesemringah itu.

Kisah tentang al-mar’u ma’a man ahabba (seseorang akan dikumpulkan bersama yang dicintai) diriwayatkan dalam banyak kitab hadis, seperti Musnad Ahmad, Shahih Muslim, Shahih al-Bukhari, dan kitab hadis lainnya dari berbagai jalur riwayat.

 

Hadis Berkumpul dengan Orang yang Dicintai

Imam al Mubarakfuri memaparkan dalam Tuhfatul Ahwadzi yang merupakan syarah kitab Sunan at Tirmidzi bahwa dari ragam riwayat itu, keseluruhannya saling melengkapi tentang bagaimana seorang muslim yang tidak mampu melakukan banyak amal seperti orang-orang saleh, agar tetap optimis, dan terus mempertahankan cinta pada Allah, Rasul-Nya dan para shalihin.

مَنْ أَحَبَّ قَوْمًا بِالْإِخْلَاصِ يَكُونُ مِنْ زُمْرَتِهِمْ وَإِنْ لَمْ يَعْمَلْ عَمَلَهُمْ لِثُبُوتِ التَّقَارُبِ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَرُبَّمَا تُؤَدِّي تِلْكَ الْمَحَبَّةُ إِلَى مُوَافَقَتِهِمْ

“Jika seseorang mencintai kalangan saleh dengan ikhlas, maka sebagaimana dinyatakan Nabi, ia termasuk golongan mereka kendati amalannya tidak seperti yang dilakukan orang-orang saleh tadi, sebab keterpautan hati dengan mereka. Kiranya rasa cinta itu memotivasi agar bisa berbuat serupa.” (Muhammad bin Abdurrahman al Mubarakfuri, Tuhfatul Ahwadzi bi Syarhi Jami’ at Tirmidzi [Beirut: Darul Kutub al-Ilmiyyah], juz 7, hal 53)

Dengan mencintai orang shaleh, yang merupakan perwujudan cinta kepada Allah dan rasul-Nya, kiranya bisa menimbulkan kerendahhatian dan optimisme dalam beragama. Soal rasa optimis dalam beragama ini, di akhir percakapan dengan Arab kampung tadi Nabi berujar kepada para sahabat tentang perumpamaan luasnya ampunan dan rahmat Allah,

“Sesungguhnya di sisi Barat sana terdapat suatu pintu yang lebarnya sekitar 40 atau 70 tahun perjalanan, yang senantiasa Allah buka pintu tobat di sana sepanjang ada langit dan bumi, sampai ditutup-Nya saat matahari terbit dari Barat sana – kelak di hari kiamat.” (HR. Al Humaidi dari sahabat Shafwan bin ‘Assal al Muradi) Wallahu a’lam.

Hikmah dari kisah ini, seseorang dimotivasi untuk mencintai Nabi, orang-orang saleh agar nantinya bisa berkumpul bersama di hari kiamat.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya