Liputan6.com, Jakarta - KH Ahmad Bahauddin Nursalim, atau yang lebih dikenal dengan Gus Baha, adalah salah satu kiai yang dikenal tidak hanya karena ilmunya yang mendalam, tetapi juga karena gaya penyampaiannya yang kerap diselingi guyon atau humor.
Kebiasaan ini sebenarnya merupakan tradisi yang lazim di kalangan kiai, yang bertujuan untuk membuat dakwah lebih menyenangkan dan mudah diterima oleh berbagai kalangan.
Guyon atau humor di kalangan kiai sering kali memiliki maksud lebih dalam dari sekadar membuat orang tertawa.
Advertisement
Humor ini digunakan sebagai sarana untuk menyampaikan kritik sosial, nasihat, atau pengajaran agama dengan cara yang ringan dan tidak menggurui.
Gus Baha, misalnya, sering kali menyelipkan sindiran halus dalam guyonannya untuk mengingatkan masyarakat pada nilai-nilai Islam yang mungkin mulai terlupakan.
Dalam salah satu ceramahnya yang ditayangkan di kanal YouTube @NgugemiDawuhMasyayikh, Gus Baha mengisahkan pengalamannya saat bepergian dengan bus.
"Saya itu kalau pergi senang ngebis bukan karena saya nggak punya mobil, tapi saya sering butuh supaya tidak diganggu," ujarnya.
Baca Juga
Â
Simak Video Pilihan Ini:
Gus Baha Pertanyakan Kebiasaan Minta Foto dengan Orang Alim
Cerita ini mengandung humor, namun juga mengandung pesan tentang pentingnya memiliki waktu untuk diri sendiri dan refleksi.
Lebih lanjut, Gus Baha menceritakan bagaimana popularitasnya membuatnya sulit mendapatkan privasi bahkan saat naik bus. Sekarang sudah banyak orang yang mengenalinya dan meminta foto bersama.
"Sekarang ya agak susah, banyak yang kenal dan susahnya lagi enggak minta ijazah, tapi minta foto," tambahnya dengan tawa.
Melalui guyonan ini, Gus Baha menyindir fenomena masyarakat yang lebih mengutamakan simbolisme atau dokumentasi visual daripada substansi keilmuan.
Sindiran Gus Baha tentang kebiasaan meminta foto tanpa meminta nasihat atau ijazah ilmu menyoroti perubahan nilai dalam masyarakat modern.
"Mau dibenci itu umatnya Rasulullah SAW, mau disetujui itu sanadnya mana kalau ketemu orang alim minta foto? Gak ada sanadnya," katanya.
Advertisement
Kebiasaan Guyon Kalangan Pesantren dan Kiai
Gus Baha mempertanyakan tradisi baru ini dengan mengkritik bahwa tidak ada sanad atau rujukan yang jelas dari ajaran Islam mengenai kebiasaan meminta foto dengan ulama.
"Enggak tahu saya itu mazhab dari mana itu ya, mazhab milenial," ujarnya sambil tertawa.
Guyonan ini mengandung pesan bahwa dalam tradisi Islam, pentingnya ilmu terletak pada sanad atau rantai transmisi yang jelas, bukan sekadar penampilan luar.
Kebiasaan guyon di kalangan kiai juga berfungsi untuk mendekatkan diri kepada jemaah. Humor dapat menciptakan suasana yang lebih hangat dan akrab, membuat jemaah merasa nyaman dan lebih terbuka untuk menerima nasihat.
Sepert diketahui, kiai-kiai seperti Gus Baha menggunakan humor sebagai jembatan untuk menyampaikan pesan-pesan moral dan agama dengan cara yang lebih mudah diterima.
Dalam tradisi pesantren, humor juga sering digunakan untuk mengatasi kebosanan dan kelelahan dalam belajar.
Kiai-kiai biasanya menyelipkan guyonan dalam pengajaran untuk membuat suasana belajar lebih menyenangkan. Ini sejalan dengan prinsip bahwa belajar agama tidak harus selalu serius dan kaku, tetapi bisa dilakukan dengan cara yang menyenangkan dan penuh keceriaan.
Guyon dalam dakwah bukan hanya tentang membuat orang tertawa, tetapi juga tentang menyentuh hati dan pikiran mereka dengan cara yang tidak terduga.
Humor bisa menjadi alat yang ampuh untuk membuka diskusi dan refleksi, membuat jamaah berpikir lebih dalam tentang pesan yang disampaikan.
Seperti yang dilakukan Gus Baha, guyonan sering kali berisi sindiran halus yang mengajak jamaah untuk merenungkan kembali perilaku dan nilai-nilai yang mereka pegang.
Selain Gus Baha, banyak kiai lain yang juga terkenal dengan kebiasaan guyon mereka. Misalnya, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang sering menggunakan humor untuk menyampaikan kritik sosial dan politik.
Humor-humor mereka tidak hanya membuat jemaah tertawa, tetapi juga memberikan pelajaran berharga tentang kehidupan dan agama.
Kebiasaan guyon di kalangan kiai adalah ajakan untuk memandang humor sebagai bagian dari dakwah yang efektif.
Guyonan tidak hanya menghibur, tetapi juga mendidik dan menyadarkan. Gus Baha dan kiai-kiai lainnya menunjukkan bahwa humor bisa menjadi cara yang cerdas dan bijak untuk menyampaikan pesan-pesan penting dalam agama Islam.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul
Â