Liputan6.com, Jakarta - Secara hukum, seorang istri boleh meminta cerai jika ia mengalami kekerasan dari pasangannya. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah tindakan yang melanggar hukum dan hak asasi manusia, dan seorang istri yang menjadi korban kekerasan berhak untuk mencari perlindungan dan keadilan.
Di Indonesia, KDRT diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT). Pasal 39 UU tersebut menegaskan bahwa korban KDRT berhak mengajukan gugatan cerai.
Dalam undang-undang ini, kekerasan dapat berupa kekerasan fisik, psikis, seksual, atau penelantaran rumah tangga
Advertisement
KH Yahya Zainul Ma'arif, atau yang lebih dikenal sebagai Buya Yahya, dalam salah satu ceramahnya membahas tentang hak seorang wanita untuk meminta cerai ketika mengalami kekerasan dalam rumah tangga.
Mengutip ceramah yang disampaikan melalui kanal YouTube @albahjah-tv dan dikutip pada Minggu (25/08/2024) Buya Yahya menekankan bahwa meskipun hukum fikih membolehkan perceraian dalam situasi seperti itu, ada aspek lain yang perlu dipertimbangkan, yaitu akhlak dan kesabaran.
Buya Yahya menjelaskan bahwa dalam hukum fikih, seorang wanita diperbolehkan meminta cerai jika mengalami kekerasan, baik fisik maupun non-fisik seperti caci maki dan penghinaan.
"Secara hukum fikih, dia boleh minta cerai jika menemukan kekerasan dari pasangannya, baik fisik atau non-fisik," ujar Buya Yahya.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Pentingnya Akhlak dan Sabar
Dalam ceramahnya yang dikutip dari kanal YouTube @albahjah-tv, Buya Yahya menekankan pentingnya akhlak dan kesabaran dalam menghadapi masalah rumah tangga.
Meskipun seorang wanita berhak meminta cerai dalam situasi seperti itu, Buya Yahya mengingatkan bahwa ada nilai-nilai akhlak yang perlu dijaga, seperti kesabaran dan ketabahan, untuk memberi kesempatan kepada pasangan memperbaiki diri.
“Dalam hidup, kan perlu namanya akhlak, namanya sabar, akhlak tabah untuk sesaat untuk mendidik. Barangkali bisa baik dong suaminya,” kata Buya Yahya.
Buya mengajak para istri untuk tidak tergesa-gesa dalam mengambil keputusan cerai, meskipun mereka secara hukum diperbolehkan melakukannya.
Buya Yahya juga menekankan bahwa wanita harus dihormati dan dimuliakan dalam rumah tangganya.
Kekerasan dalam bentuk apapun tidak dibenarkan, dan jika seorang suami terus-menerus melakukan kekerasan, baik fisik maupun verbal, maka wanita tersebut berhak meminta cerai tanpa rasa berdosa.
"Wanita harus dihormati, dimuliakan, bukan untuk dipukuli di rumahnya," tegas Buya Yahya.
Advertisement
Jangan Tergesa-gesa
Namun, Buya Yahya juga memberikan perspektif bahwa tindakan cerai sebaiknya tidak dilakukan dengan tergesa-gesa.
Dia mengingatkan bahwa ada kalanya suami yang berperilaku kasar bisa berubah menjadi lebih baik jika diberi waktu dan kesempatan untuk memperbaiki diri.
Oleh karena itu, Buya Yahya mengajak para istri untuk mempertimbangkan langkah-langkah lain sebelum memutuskan untuk bercerai.
“Jangan dikerasin sekali langsung minta cerai, biarpun dia berhak untuk minta cerai,” lanjut Buya Yahya, menyarankan agar setiap keputusan yang diambil dalam rumah tangga dilakukan dengan pertimbangan yang matang dan bukan hanya berdasarkan emosi sesaat.
Dalam situasi di mana seorang suami secara terus-menerus melakukan tindakan zalim, baik dengan kekerasan fisik maupun verbal, Buya Yahya menegaskan bahwa seorang istri memiliki hak penuh untuk meminta cerai.
Dan dalam hal ini, permintaan cerai tersebut tidak akan dianggap dosa. "Secara hukum fikih, kalau ada suami suka mencaci dan mengolok, dia berhak untuk minta cerai dan tidak berdosa," ungkap Buya Yahya.
Buya Yahya juga memberikan penjelasan lebih lanjut bahwa dalam kasus suami yang suka memukul dan melakukan kekerasan fisik, wanita tersebut tidak hanya boleh meminta cerai, tetapi juga dianjurkan untuk melindungi dirinya dari tindakan yang merugikan.
"Di saat dia minta cerai karena suaminya zalim, dia berhak minta cerai, boleh minta cerai, dan tidak berdosa," tambahnya.
Ceramah ini memberikan panduan yang berharga bagi para istri yang mungkin menghadapi dilema dalam rumah tangga mereka.
Buya Yahya mengingatkan bahwa meskipun perceraian diperbolehkan, setiap langkah harus diambil dengan penuh pertimbangan, mengingat pentingnya menjaga akhlak dan memberikan kesempatan kepada pasangan untuk berubah.
Diharapkan para istri dapat mengambil keputusan yang bijaksana dalam menghadapi masalah rumah tangga, serta tetap menjaga nilai-nilai akhlak dan kesabaran yang juga poin penting yang diajarkan dalam Islam.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul