Liputan6.com, Jakarta - Dalam pandangan Islam, pengalaman sakit bagi orang beriman dan orang kafir memang dipahami secara berbeda. Bagi orang beriman, sakit sering dianggap sebagai bentuk ujian dan penghapus dosa.
Rasulullah SAW bersabda bahwa setiap rasa sakit, bahkan duri yang menusuk, akan menjadi penggugur dosa bagi seorang Muslim.
Lamanya waktu sakit pun, bagi orang beriman, dilihat sebagai kesempatan untuk bersabar dan mendapatkan pahala. Sementara itu, bagi orang kafir, sakit mungkin hanya dirasakan sebagai penderitaan fisik tanpa adanya dimensi spiritual atau makna yang mendalam.
Advertisement
Selain itu semua, lama sakit orang beian dan kafir juga berbeda. Dalam salah satu video yang diunggah di kanal YouTube @SahabatBuyaYahyaOfficial, KH Yahya Zainul Ma'arif atau Buya Yahya membahas perbedaan signifikan dalam pengalaman sakit antara orang beriman dan orang kafir.
Buya Yahya menjelaskan perbedaan ini dalam konteks waktu dan dampaknya di dunia serta di akhirat.
Menurut Buya Yahya, sakit yang dialami oleh orang beriman di dunia adalah sesuatu yang terbatas dan sementara. “Sakit yang dirasakan oleh orang beriman di dunia ini memiliki batas waktu yang relatif singkat, biasanya hanya berkisar antara 70 hingga 80 tahun, tergantung pada usia hidup mereka,” ungkap Buya Yahya.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Begini Penjelasan Betapa Lama Sakit Orang Tak Beriman
Dia menambahkan bahwa meskipun sakit di dunia bisa menjadi ujian berat, bagi orang beriman, ini adalah bagian dari proses kehidupan yang sementara.
“Sakit di dunia adalah ujian dari Allah, dan bagi orang beriman, ini adalah kesempatan untuk mendapatkan pahala dan mendekatkan diri kepada-Nya,” jelas Buya Yahya.
Sebaliknya, Buya Yahya menjelaskan bahwa pengalaman sakit bagi orang kafir jauh lebih berat dan berkepanjangan.
“Orang kafir akan mengalami rasa sakit yang jauh lebih panjang dan menyakitkan di alam barzakh, yaitu alam penantian sebelum hari kiamat,” katanya.
Dia menguraikan bahwa orang kafir akan merasakan penderitaan di alam barzakh yang bisa berlangsung ratusan bahkan ribuan tahun.
“Di alam barzakh, orang kafir mengalami penderitaan yang sangat panjang dan berat, berbeda dengan orang beriman yang hanya mengalami sakit di dunia yang terbatas,” tambah Buya Yahya.
Lebih lanjut, Buya Yahya menjelaskan bahwa penderitaan orang kafir tidak berhenti di alam barzakh saja. “Setelah hari kiamat tiba dan orang-orang dibangkitkan di padang mahsyar, mereka akan melanjutkan penderitaan mereka yang tidak berbatas jika mereka tidak mendapat rahmat dan ampunan dari Allah,” ujarnya.
Dia menekankan bahwa bagi orang kafir, penderitaan akan berlanjut dengan memasuki neraka yang selama-lamanya.
“Orang kafir akan memasuki neraka yang merupakan tempat siksaan abadi tanpa batas waktu, sebuah tempat yang sangat mengerikan,” jelas Buya Yahya.
Advertisement
Buya Minta Jaga Iman
Menurut Buya Yahya, perbedaan ini menunjukkan betapa pentingnya iman dan taqwa dalam kehidupan seseorang.
“Perbedaan waktu dan beratnya penderitaan ini menegaskan betapa pentingnya memiliki iman dan taqwa kepada Allah. Iman yang kuat dapat mengurangi penderitaan di dunia dan menjauhkan dari siksa akhirat,” katanya.
Buya Yahya juga mengingatkan agar umat Islam senantiasa bersyukur dan menjaga iman di tengah segala ujian.
“Meskipun sakit di dunia bisa menjadi hal yang sangat sulit, ingatlah bahwa itu adalah ujian yang terbatas dan dapat menjadi jalan untuk memperoleh pahala dan rahmat Allah,” pesannya.
Dia menekankan bahwa setiap ujian yang dialami orang beriman memiliki tujuan dan hikmah di baliknya. “Ujian seperti sakit di dunia adalah cara Allah untuk membersihkan dosa-dosa kita dan meningkatkan derajat kita di sisi-Nya,” ujar Buya Yahya.
Dalam video tersebut, Buya Yahya juga memberikan dorongan untuk terus berdoa dan memohon ampunan kepada Allah. “Agar terhindar dari penderitaan yang lebih berat di akhirat, marilah kita terus berdoa dan meminta ampun kepada Allah, serta memperbaiki diri dalam kehidupan sehari-hari,” tambahnya.
Buya Yahya berharap agar penjelasan ini dapat memberikan pencerahan dan motivasi bagi umat Islam dalam menghadapi berbagai ujian kehidupan.
“Semoga dengan memahami perbedaan ini, kita dapat lebih bersyukur dan tetap menjaga iman dalam setiap kondisi yang kita hadapi,” tutupnya.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul