Alasan Gus Baha Ogah Pakai Cincin Akiknya yang Seharga Mobil, Bikin Ngakak Guling-Guling

Gus Baha menceritakan bahwa akik tersebut adalah peninggalan dari ayahnya KH Nursalim. Cincin akik itu menyimpan banyak kenangan dan nilai sentimental yang tak ternilai.

oleh Liputan6.com diperbarui 10 Des 2024, 13:30 WIB
Diterbitkan 10 Des 2024, 13:30 WIB
Gus Baha
Gus Baha (TikTok)

Liputan6.com, Jakarta - Batu akik selalu memiliki tempat istimewa di hati masyarakat Indonesia. Keindahan corak, bentuk, dan sejarah yang melingkupinya menjadikan akik lebih dari sekadar perhiasan biasa. Kisah menarik datang dari KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha, yang berbagi pengalaman tentang akik warisan keluarga yang dihargai setara mobil.

Dalam sebuah video di kanal YouTube @Pengaosangusbaha, Gus Baha menceritakan bahwa akik tersebut adalah peninggalan dari ayahnya KH Nursalim. Cincin akik itu menyimpan banyak kenangan dan nilai sentimental yang tak ternilai. “Dulu akik bapak saya pernah ditawar dengan mobil seharga Rp60 juta,” kata Gus Baha dalam tayangan tersebut.

Akik tersebut tidak pernah disebutkan secara spesifik oleh Gus Baha terkait jenis maupun warnanya. Namun, yang membuat akik itu istimewa adalah sejarahnya sebagai simbol kasih sayang dan perjuangan sang ayah, yang kemudian diwariskan kepadanya.

Gus Baha mengisahkan bahwa akik tersebut pernah ia pakai sesekali. Namun, ketika batu akik sedang populer dan menjadi tren, ia memilih untuk tidak lagi memakainya agar tidak disalahartikan. “Saya sengaja tidak pakai lagi, karena waktu itu akik booming, dan banyak orang berpikir semua akik berasal dari batu gelondongan murah,” ujarnya.

Menurut Gus Baha, akik ini memiliki makna lebih dari sekadar perhiasan. Akik tersebut menjadi pengingat tentang nilai-nilai keluarga dan tradisi yang harus dijaga. Hal ini yang membuatnya memutuskan untuk tidak menjadikan akik itu sebagai bagian dari tren semata.

Dalam ceramahnya, Gus Baha juga memberikan pandangan bijak tentang akik. Ia menegaskan bahwa akik hanyalah perhiasan biasa yang bisa dinikmati keindahannya tanpa perlu dianggap sebagai benda magis. “Sing khawatir syirik, ya nggak usah pakai akik. Tapi kalau hanya untuk senang-senang, ya pakai saja. Jangan ada niat jimat-jimatan,” ujarnya.

Gus Baha juga mengingatkan pentingnya menjaga prinsip kesederhanaan meskipun seseorang memiliki barang bernilai tinggi. Akik, menurutnya, bisa menjadi pelajaran untuk tetap rendah hati dan tidak sombong dengan apa yang dimiliki.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Riwayat Cincin Rasulullah SAW

Batu Akik
ilustrasi cincin akik.

Sebagai pelengkap, mengutip dari NU Online, kisah tentang cincin Rasulullah SAW menjadi pengingat bahwa batu mulia juga memiliki sejarah panjang dalam Islam. Dalam riwayat Imam Muslim, disebutkan bahwa cincin Rasulullah terbuat dari perak dengan mata cincin yang berasal dari negeri Habasyi.

“Dari Anas bin Malik RA ia berkata, bahwa cincin Rasulullah saw itu terbuat dari perak dan mata cincinya itu berasal dari negeri Habasyi.” (H.R. Muslim). Batu cincin ini dikatakan berasal dari jenis akik atau merjan, yang memiliki nilai estetika dan sejarah.

Imam Syafi’i dalam kitab al-Umm menyatakan bahwa memakai perhiasan seperti batu akik diperbolehkan selama tidak berlebihan atau untuk menyombongkan diri.

“Saya tidak memakruhkan laki-laki memakai yaqut atau zamrud kecuali jika berlebihan dan untuk menyombongkan diri,” tulis Imam Syafi’i.

Pesan ini sejalan dengan pandangan Gus Baha, yang selalu menekankan pentingnya nilai sederhana dalam setiap aspek kehidupan.

Ia mengingatkan bahwa apa pun yang kita miliki, termasuk perhiasan seperti akik, haruslah digunakan dengan bijak dan tidak melupakan esensi syariat.

 

Pesan Mendalam dari Kisah Akik Gus Baha

Pesona Batu Akik di Mata Anak Muda Kota Palu
Cincin batu akik jadi tren anak muda di kota Palu (Foto: M Taufan SP Bustan)

Kisah akik Gus Baha menjadi bukti bahwa sebuah benda sederhana dapat memiliki makna mendalam jika dikaitkan dengan kenangan dan sejarah keluarga. Nilai akik tersebut tidak hanya terletak pada harganya, tetapi pada warisan tradisi yang dibawa.

Dalam pandangan Gus Baha, akik adalah simbol cinta dan perjuangan keluarga. Keputusannya untuk menjaga akik tersebut menunjukkan betapa berharganya kenangan yang terkandung di dalamnya.

Ia juga mengajarkan bahwa sesuatu yang bernilai tinggi tidak perlu selalu dipamerkan. “Kadang kita punya sesuatu yang berharga, tapi lebih baik dijaga daripada dipakai agar tidak menimbulkan salah paham,” ujarnya.

Pesan ini menjadi pelajaran bagi masyarakat bahwa perhiasan, termasuk akik, tidak hanya tentang estetika, tetapi juga tentang nilai-nilai yang mendalam. Dengan bijak, Gus Baha mengajak semua orang untuk lebih menghargai makna di balik setiap benda yang dimiliki.

Pada akhirnya, kisah Gus Baha ini tidak hanya menjadi cerita menarik tentang akik, tetapi juga mengandung pesan moral yang relevan bagi siapa saja. Akik, dengan segala sejarahnya, mengajarkan tentang arti cinta, warisan, dan prinsip hidup yang penuh makna.

Melalui cerita ini, Gus Baha mengingatkan bahwa yang terpenting bukanlah apa yang kita miliki, tetapi bagaimana kita memaknainya. Akik warisan ayahnya menjadi simbol bahwa kenangan dan kasih sayang adalah hal yang tak ternilai oleh materi.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya