Cerita Warga Banyuwangi Kurangi Sampah Organik Dengan Budidaya Magot

Sedikitnya sekitar 1 ton sampah organik dalam sehari digunakan untuk membantu pengembangan budidaya maggot di Banyuwangi

oleh Liputan6.com diperbarui 20 Jul 2022, 16:00 WIB
Diterbitkan 20 Jul 2022, 16:00 WIB
Cerita Warga Banyuwangi Kurangi Sampah Organik Dengan Budidaya Magot
Proses Budidaya Magot di Bank Sampah DLH Banyuwangi (Hermawan Arifianto/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta Budidaya maggot tengah dikembangkan oleh Pemkab Banyuwangi Jawa Timur. Melalui program bank sampah, budidaya Maggot ini diyakini mengurangi volume sampah organik di masyarakat.

Koordinator bank sampah Banyuwangi, Agus Supriadi mengatakan, sedikitnya 1 ton sampah organik dalam sehari digunakan untuk membantu pengembangan budidaya maggot.

Di bawah naungan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Banyuwangi, budidaya maggot dilakukan di Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) 3R, Kelurahan Penganjuran, Kecamatan Banyuwangi.

"Utamanya sampah organik dapur (SOD). Kapasitas kami bisa 100 kilo maggot sehari dengan kapasitas pakan per harinya kurang lebih 1 ton sampah organik," jelas Agus Selasa (19/7/2022).

Agus menerangkan, maggot membutuhkan sampah organik untuk tumbuh. Selama seminggu, jumlah belatung yang dihasilkan dari telur lalat hitam (BSF) itu sudah siap panen.

Dari mulai pembibitan bayi maggot hingga panen dan hasilnya pun bisa dijual. Proses budidaya maggot, kata dia, hanya membutuhkan waktu satu Minggu.

"Tapi juga tergantung makanan itu sendiri," kata Agus.

Dia menjelaskan, maggot memiliki kemampuan mengurai sampah organik 2 sampai 5 kali bobot tubuhnya selama 24 jam. Satu kilogram maggot dapat menghabiskan 2 sampai 5 kilogram sampah organik per hari.

Saksikan video pilihan berikut ini:

100 Kilogram per Hari

Gerombolan maggot ini hanya membutuhkan waktu kurang lebih 30 menit untuk mengurai sampah organik. Berjejer beberapa petak budidaya maggot di area itu.

Pada setiap biopond terdapat berbagai ukuran maggot, mulai dari kecil, tanggung dan besar. Setiap hari pihak pengelola memberikan makanan untuk gerombolan maggot.

Makanan itu berasal dari sampah organik rumah tangga. Makanan tersebut diletakkan di biopond dan langsung diserbu oleh kawanan maggot. Para maggot bergeliat dan berdesak-desakan untuk memperoleh makanan.

Agus menyampaikan, selain bisa mengurai sampah organik, maggot memiliki nilai rupiah. Jangkauan pasar maggot adalah peternak lele, peternak ayam hingga peternak ikan hias.

"Setiap hari kita bisa menghasilkan 75-100 kilo maggot, dengan harga per kilogramnya Rp 6 ribu-Rp 7 ribu. Bahkan kami masih kekurangan stok dari permintaan konsumen," ungkapnya.

Saat ini pihaknya tengah melakukan perluasan pengembangan budidaya maggot melalui mitra Bank Sampah. Tersebar di sejumlah daerah di Banyuwangi.

"Kita kembangkan dengan beberapa mitra yang sudah ada. Mulai dari Banyuwangi Kota sampai Rogojampi dan Jajag. Itu tanpa modal, mereka kita berikan bibit secara gratis, melakukan pembesaran, mereka juga tidak kesulitan pemasaran. Karena kita yang membelinya," tandas Agus.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya