Liputan6.com, Jakarta Budaya berhias diri dengan batu-batu atau logam-logam sudah menjadi bagian peradaban manusia sejak lama. Dikutip dari artikel yang dibuat oleh Suzy Menkes di New York Times Jumat (18/4/2014), Fondation Pierre Berge-Yves Saint Laurent mengadakan pameran bertajuk `Berber Women of Morocco`.
Â
Seorang pengantin wanita Berber mengenakan 18 koin perak, 20 manik-manik warna turquoise hanya untuk hiasan kepala. Dikenakan pada bagian dada adalah rantai perak dengan pernak-pernik perak warna kekuningan berbentuk telur. Warna-warna yang digunakan pada glass beads adalah merah, hijau, kuning dan hitam yang melambangkan kesuburan.
Advertisement
Â
Pameran ini meghadirkan pula film dan foto-foto yang diambil pada awal hingga pertengahan abad ke-20. Selain perhiasan asli wanita Berber, item-item dari orang-orang Arab dan Yahudi yang bercampur dengan masyarakat Berber juga ditampilkan dalam pameran ini.
Â
Selain sebagai atribut estetis, dapatkah perhiasan menjadi bentuk pemberdayaan? Itulah pertanyaan yang diutarakan oleh pameran perhiasan ini. Objek-objek yang dipamerkan, secara jelas menyampaikan pesan kesuburan, kekayaan dan hierarki sosial.
Â
Dalam sebuah esai yang ditulis oleh Cynthia Becker, profesor sejarah seni di Universitas Boston, dijelaskan bahwa perhiasan tersebut bukan hanya mengenai identitas masryarakat Berber tapi juga mengungkap kekuatan wanita Berber.
Â
Ada kebuasan pada perhiasan-perhiasan itu. Meski tak mengimplikasikan prajurit wanita, tak satupun perhiasan itu dapat diasosiasikan dengan benda dekoratif semata sebagaimana yang kini ada di benak masyarakat. Namun demikian ada sentuhan persaudaraan di dalamnya.
Â
Walau wanita Berber masa kini sudah terpengaruh konsep bahwa emas lebih berharga dari perak, perhiasan-perhiasan perak warisan leluhur tersebut tetap digunakan pada acara-acara khusus, misalnya pernikahan.
Â
Pameran ini berlangsung sejak 21 Maret 2014 sampai 20 Juli 2014 yang bertempat di Berber Museum di jantung Jardin Majorelle kota Marrakesh, Moroko. Yves Saint Laurent dan kekasihnya Pierre Berge memang memiliki kecintaan terhadap Moroko khususnya seni masyarakat Berber.
Â
Saat berkunjung bersama sang kekasih ke Maroko, Yves Saint Laurent menemukan taman Majorelle, yang dibangun oleh peluksi Jacques Majorelle, dalam kondisi yang menyedihkan. Yves dan Pierre membeli taman itu pada tahun 1980. Pada pertengahan tahun itu, dengan bantuan dari arsitek Bill Wills, Yves dan Pierre merancang museum di taman itu yang didedikasikan untuk seni Moroko.
Â