Mengurangi Susut dan Limbah Pangan di Masa Pandemi Covid-19

Dari aspek gizi dan nutrisi, mengurangi susut dan limbah pangan adalah sebuah investasi.

oleh Liputan6.com diperbarui 12 Okt 2020, 05:00 WIB
Diterbitkan 08 Okt 2020, 17:18 WIB
Mengurangi Susut dan Limbah Pangan di Masa Pandemi Covid-19
Mengurangi Susut dan Limbah Pangan di Masa Pandemi Covid-19. foto: istimewa

Liputan6.com, Jakarta – Belum lama ini, tepatnya pada 29 September 2020, GAIN (Global Alliance for Improved Nutrition) bersama para pihak pemerintah, pemerhati lingkungan nasional dan internasional, melaksanakan webinar bertemakan “Mengurangi Susut dan Limbah Pangan di Masa Pandemi Covid19”.

Acara ini diadakan dalam memperingati Hari Kesadaran Internasional tentang susut dan limbah pangan (International Day Awareness on Food Loss and Waste).  Pandemi yang sejak awal tahun menimpa dunia dan khususnya Indonesia telah berdampak pada sektor ekonomi dalam ketersediaan, distribusi dan konsumsi bahan pangan sehingga berpotensi meningkatkan susut dan limbah pangan (food loss and waste) nasional bahkan dunia.

Webinar yang diselenggarakan melalui salah satu media nasional ini berupaya fokus meningkatkan kesadaran tentang susut dan limbah pangan dari perspektif ketahanan pangan dan gizi. Selain itu, webinar tersebut membahas upaya apa yang dapat dilakukan untuk mengurangi tingkat susut dan limbah pangan di Indonesia dan pentingnya data yang lebih andal tentang susut dan limbah pangan aktual di Indonesia.

Menurut Acting Country Representative GAIN, Agnes Mallipu, kesempatan ini dimanfaatkan dalam menciptakan dialog dan membangun aliansi potensial serta berkolaborasi dengan pemangku kepentingan untuk meningkatkan kesadaran dan mengatasi masalah susut dan limbah pangan di berbagai tingkat.

“Kami yakin melalui webinar ini pembelajaran dari dan praktik terbaik di negara lain dan di seluruh dunia dalam mengatasi susut dan limbah pangan dapat mendorong pemangku kepentingan untuk berkampanye lebih lanjut dan mengembangkan kebijakan publik tentang pentingnya mengurangi susut dan limbah pangan dalam meningkatkan gizi anak dan keluarga di Indonesia,” tutur Agnes.

Webinar tersebut menghadirkan para pakar nasional dan internasional yang mengangkat berbagai isu dan best practice yang telah dilakukan dalam mengurangi susut dan limbah pangan dalam masa Pandemi termasuk diantaranya: Dr. Lawrence Haddad, Direktur Eksekutif GAIN; Dr. Dhian Dipo, Direktur Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan.

Lalu ada Noor Avianto SP, M.Agr, Deputi Direktur Pangan dan Pertanian Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas); Craig Hanson, M.Sc., M.Phil, Direktur Global Institut Sumber Daya Dunia untuk Pangan, Hutan dan Air, World Resource Institute serta Felia Salim, Ahli Keuangan dan Perbankan, Duta Koalisi Pangan dan Penggunaan Lahan (FOLU) dan Anggota Dewan GAIN.

Menurut Dr. Lawrence Haddad, salah satu cara efektif untuk meningkatkan kesadaran mengurangi susut dan limbah pangan adalah dengan menciptakan peluang bisnis yang akan memberikan insentif yang cukup kuat agar pihak produsen tidak melakukan pemborosan terhadap pangan dan produk yang ditanam dan dipanen dengan waktu yang cukup panjang.

“Kita harus membantu para pelaku bisnis untuk melaksanakan hal ini, sektor publik memiliki peran yang cukup signifikan untuk membangun infrastruktur yang kuat dan terus menjadi tantangan besar. Karena bisnis di Indonesia cukup dinamis (vibrant) dan terus berkembang pesat, kita akan terus membutuhkan solusi teknologi rantai pendingin berbiaya rendah (low cost cold chain technology solution) untuk mengatasi beberapa tantangan tata ruang dan infrastruktur yang dihadapi di negara ini,” tandas Lawrence.

Mengurangi Susut dan Limbah Pangan di Masa Pandemi Covid-19
Mengurangi Susut dan Limbah Pangan di Masa Pandemi Covid-19. foto: istimewa

Berbicara soal susut dan limbah pangan dari aspek gizi dan nutrisi, Dr. Dhian Dipo, Direktur Gizi Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan mengatakan, mengurangi susut dan limbah pangan adalah sebuah investasi.

“Ketika kita berbicara tentang makanan seimbang, kita harus tahu apa yang kita makan adalah apa yang kita butuhkan, dan apa yang kita butuhkan tidak bisa berdasarkan pada asumsi "laper mata", dengan memesan semua makanan yang seharusnya bisa kita makan tetapi pada kenyataan sebenarnya hanya mampu memakan sebagian kecil darinya.

Ini kemudian menjadi pemborosan makanan. Apa yang selama ini kami lakukan adalah mengedukasi masyarakat terhadap perubahan perilaku dan menekankan praktik yang baik melalui visualisasi efektif dari makanan seimbang yang dilakukan misalnya melalui inisiatiaf ‘Isi Piring ku’ yang menunjukkan pola makan seimbang dan bergizi,” imbuh Dhian.

Dari aspek perencanaan pembangunan, Noor Avianto sebagai perwakilan Bappenas, menjabarkan, pandemi (Covid19) ini membawa banyak dampak negatif bagi bangsa.

“Namun untuk sektor pertanian kita memiliki beberapa pembelajaran misalnya pada tingkat produksi tanaman, bagaimana kita dapat menggunakan teknologi dalam meningkatkan produksi tanaman dan mengurangi aktivitas petani yang turun ke lapangan serta mengurangi potensi terpaparnya petani secara langsung terhadap virus Covid19 khususnya di saat-saat pembatasan gerak yang diberlakukan oleh pemerintah.

Sedangkan untuk pemasaran makanan atau tanaman, kita dapat mengambil pelajaran dari pemasaran online untuk penjualan tanaman yang dapat ditingkatkan secara eksponensial di masa mendatang,” Noor menegaskan.  Berkenaan dengan masalah pengukuran dampak, Craig Hanson dari WRI menyampaikan bahwa sekarang adalah waktunya untuk menanggapi serius tentang mengurangi susut dan limbah pangan.

“Ini (mengurangi susut dan limbah pangan) dapat dijadikan respons terhadap pandemi Covid19, terhadap perubahan iklim, dan pada dasarnya, ini sangat baik untuk lingkungan, bisnis, dan negara kita jika mengadopsi pendekatan target-mengukur-tindakan (target-measure-act approach).

Saya memahami bahwa ada sejumlah perusahaan di Indonesia yang menyadari masalah tersebut dan ingin mengadopsi pendekatan tersebut tetapi salah satu hal pertama yang perlu dilakukan adalah mengerjakan pengukuran baik di tingkat perusahaan dalam mengukur susut dan limbah pangan tetapi pada intinya kita perlu melakukan pengukuran di skala nasional.

Jadi, pertama-tama Anda perlu menetapkan di mana pembahasan awal (baseline) Anda, yang kedua, dapat mengidentifikasi di mana titik penting karena Anda tidak dapat melakukan semuanya di mana-mana sepanjang waktu, dan ketiga, Anda ingin dapat mengukur kemajuan Anda dari waktu ke waktu,” tambah Craig.

Mengurangi Susut dan Limbah Pangan di Masa Pandemi Covid-19
Mengurangi Susut dan Limbah Pangan di Masa Pandemi Covid-19. foto: istimewa

Selain itu diungkapkan, peran sistem keuangan menjadi katalisator perubahan. Pada sesi penutup webinar, Felia Salim menjelaskan, pertama-tama yang perlu diperhatikan adalah jenis transformasi sistem keuangan apa yang diinginkan.

“Ketika kita berbicara tentang susut dan limbah pangan, kita harus melihat jenis makanan yang menjadi fokus seperti beras misalnya, kita dapat melihat ke penjual, kita dapat melihat ke seluruh ekosistem dari produksi, pemrosesan hingga logistik, penjualan, dan konsumen, seluruh rantai nilai (value chain). Setiap tahapan ini adalah area yang dapat kita intervensi di setiap proses rantai nilai. Ini harus dirancang menjadi apa yang ingin kita ubah.

Di sinilah kita harus berbicara dengan pihak berwenang seperti OJK, kalangan perbankan terutama mengutamakan bank-bank BUMN karena mereka memang punya agenda pembangunan.

Kita dapat meninjau berbagai sektor. Kami melihat bahwa ada beberapa bank yang sudah terlibat dengan otoritas keuangan tetapi juga secara global, ada beragam inisiatif keuangan yang bermunculan seperti GAIN sedang menyiapkan fasilitas pembiayaan makanan bergizi yang juga merupakan pendekatan inovatif dengan aspek pembangunan, dengan transformasi perubahan sistem.

Jika kita memiliki contoh yang baik, kita dapat membawa seluruh komunitas investasi berdampak ini ke dalam ruang ini, kita dapat membawa seluruh bank komersial ke dalam ruang ini karena bank-bank besar memiliki agenda keberlanjutannya sendiri karena kita perlu memasukkan agenda keberlanjutan ke dalam cara kita menilai sistem keuangan.

Pemerintah melalui berbagai program telah menetapkan pondasi untuk pembangunan. Sekarang kembali bagaimana kita dapat menghubungkan keuangan untuk berkontribusi pada transformasi sistem sehingga ada peluang bagi kita untuk melanjutkan kemajuan,” tutup Felia Salim pada webinar tersebut.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya