Cerita Akhir Pekan: Esensi Berbagi Makanan demi Sesama dan Bumi

Berbagi makanan tak hanya sebagai bentuk misi mulia bagi yang membutuhkan, tetapi juga turut menjaga kelestarian lingkungan.

oleh Putu Elmira diperbarui 14 Nov 2021, 10:01 WIB
Diterbitkan 14 Nov 2021, 10:01 WIB
Ilustrasi Berbagi Makanan
Ilustrasi berbagi makanan. (dok. Unsplash.com/@annalouisehill)

Liputan6.com, Jakarta - Berbagi makanan bermakna luas dalam kaitannya membantu sesama hingga salah satu aksi menjaga Bumi. Langkah kebaikan ini telah dilaksanakan berbagai pihak yang tiada henti menggaungkan semangat untuk memberi kepada mereka yang membutuhkan.

Satu di antaranya adalah insiatif organisasi sosial Foodbank of Indonesia (FOI). Pendiri FOI Hendro Utomo menjelaskan kehadiran pihaknya bertujuan utama dalam memastikan semua orang memiliki akses terhadap pangan yang baik dan bermartabat.

Hendro melanjutkan, jika ditilik dari Sustainable Development Goals (SDGs), upaya pihaknya masuk dalam aksi memerangi kelaparan. Misi ini tentu tidak dijalankan sendiri, namun menghubungkan antara orang-orang yang punya akses pangan yang sangat baik dengan mereka yang tidak memilikinya.

"Implikasinya adalah kita membuat kampanye mengajak masyarakat untuk menghabiskan makanan yang kita punya, kemudian membagikannya kepada orang-orang yang tidak mempunyai cukup makanan," kata Hendro saat dihubungi Liputan6.com, Jumat, 12 November 2021.

Menurut Hendro, FOI juga bergerak dengan kampanye yang mengusung konsep unik. Pertama, "Bikin Dapur Ngebul" yang mendorong para ibu kembali berkegiatan bersama keluarga di dapur dan ruang makan.

"Tujuannya untuk meningkatkan gizi anak-anak karena memasak dan mengolah makanan itu lebih baik untuk gizi anak-anak. Lalu, masukan konten pangan lokal, kita menganjurkan menggunakan pangan lokal," tambahnya.

Aktivitas ini turut menggandeng Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam kampanye konsumsi ikan lokal, ada pula gaung penggunaan rempah-rempah, sampai konsumsi sagu. Hendro mengungkapkan pangan lokal ini berhubungan dengan perubahan iklim, yakni semakin dekat distribusi, semakin rendah pula jejak karbon yang dihasilkan.

"Kampanye kedua areanya food loss food waste, "Jangan Ada Sisa di Antara Kita", itu mengacu pada anak-anak muda 30 tahun ke bawah terutama, supaya menghabiskan semua makanan di piring. Prinsipnya, kita bisa melawan perubahan iklim itu dari keputusan-keputusan kecil di meja makan," terang Hendro.

Pihaknya juga mengumpulkan makanan berlebih untuk dapat didistribusikan kembali kepada yang membutuhkan. Sumber makanan berlebih didapatkan FOI dari mereka yang bergerak di industri makanan.

Makanan berlebih ini terdiri dari makanan yang kemasannya ada sedikit kekurangan hingga berimbas masyarakat tidak mau membeli. "Padahal isinya masih sangat baik, itu disumbangkan kepada kami. Buah-buahan yang dipajang di mata sudah tidak terlalu enak, padahal itu masih sangat baik itu kami ambil," tambahnya.

Selanjutnya, makanan berlebih yang masih layak ini digunakan untuk memerangi kelaparan pada anak-anak. Salah satunya dilakukan melalui program makanan tambahan di sekolah, terutama Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) swadaya, menolong ibu-ibu yang tengah hamil dan menyusui untuk memerangi stunting.

Sebelum dibagikan, dikatakan Hendro, pihak FOI akan mengevaluasi terlebih dahulu sumbangan makanan. Untuk makanan layak dapat dibagikan kepada warga yang membutuhkan, sedangkan yang tidak layak akan dibawa ke peternakan.

"Makanan basah kita melihat secara visual, ada baunya, kemudian ada rasanya, setelah lolos kita olah lagi di dapur-dapur pangan yang ada di tengah masyarakat. Kita mendorong masyarakat memiliki dapur pangan agar bisa melayani masyarakat yang rentan terhadap pangan," tutur Hendro.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Nasi Gratis Jogja

Nasi Gratis Jogja
Nasi Gratis Jogja (Tangkapan Layar Instagram @nasigratis.jogja/https://www.instagram.com/p/CV6d543h705/)

Aksi kemanusiaan lewat berbagi makanan turut dilaksanakan oleh Nasi Gratis Jogja. Komunitas ini didirikan pada 1 Desember 2019 oleh Ilham Prihatin dan Fajar Dwi Kurniawan.

"Nasi Gratis Jogja lahir karena ada visi misi sama antara kami berdua tentang agenda sosial kemanusiaan," kata Co-Founder Nasi Gratis Jogja Ilham Prihatin saat dihubungi Liputan6.com, Kamis, 11 November 2021.

Ilham berkisah, kehadiran Nasi Jogja ini diawali dengan penggunaan dana pribadi untuk membuat satu gerobak seharga Rp1,5 juta. Setiap harinya, dikatakan Ilham, mereka menyediakan 15 bungkus nasi. "Siapapun boleh mengambil, siapapun boleh mengisi," demikian bunyi keterangan yang tertera di gerobak Nasi Gratis Jogja.

"Satu bulan pertama bahkan para penerima manfaat masih ragu, sesuatu yang baru masih sulit diterima masyarakat meski itu gratis. Dari pagi sampai siang, tidak ada yang mengambil. Akhirnya kami mutar ke jalan-jalan kasih ke pemulung, pengemis, dan sebagainya," tambahnya.

Baru setelah 2--3 bulan kehadiran gerobak kebaikan ini, Nasi Gratis Jogja dikenal banyak orang. "Banyak orang-orang baik di luar sana ikut serta terketuk, terinspirasi, dan ikut bergabung dengan kami dengan cara berdonasi dengan uang, makanan jadi, sembako dan lainnya," ungkap Ilham.

Kini, gerobak Nasi Gratis Jogja telah tersebar di 12 wilayah di Yogyakarta, termasuk di Piyungan, Pleret, Kusumanegara, Jogokariyan, Sewon, Bantul, Sambipitu, Berbah, Kasihan, Kotagede, Godean, hingga Gamping. Ilham menyebut, gerobak mereka juga ada masing-masing stu di Solo dan Magelang.

"Mitra kebaikan kami ada di Jakarta, Bekasi, Medan, Padang, Bontang, Tulungagung, Semarang, sampai Baubau," tambah Ilham.

Setiap bulan, dikatakan Ilham, pihaknya diberi kemudahan pendanaan dan diberlakukan manajemen keuangan untuk setiap cabang gerobak. "Kami punya suplai dana untuk pengadaan menu gratis setiap hari. Di setiap cabangnya, ada penanggung jawab yang rumahnya dekat dengan gerobak tersebut," lanjut Ilham.

Sementara, koordinator lapangan komunitas ini bertugas mengalokasikan dana yang sudah diagendakan. "Kemudian membelikan nasi kepada para UMKM dan ditaruh di gerobak kebaikan," terangnya.

Nasi gratis yang dibagikan setiap harinya bergantung keuangan komunitas ini. Menurut Ilham, rata-rata nasi gratis yang tersedia sekitar 30--50 dan pernah menyentuh angka 100 boks nasi.

"Tapi kalau Jumat saja, di satu gerobak bisa 500-1.000 nasi gratis," katanya.

Sebelum pandemi melanda, nasi gratis ini menjadi banyak menjadi sarapan anak-anak yang pergi ke sekolah, karyawan yang bekerja, buruh, sampai pedagang-pedangan asongan. Namun saat pandemi, jadwal mereka berubah.

"Selain orang-orang yang lewat, kami juga door-to-door kepada orang yang isolasi mandiri karena Covid," terangnya.

Menyoal Sampah Makanan

Ilustrasi Sampah Makanan
Ilustrasi sampah makanan. (dok. Unsplash.com/simon peel)

Sampah makanan dapat berimbas signifikan pada beberapa hal serius. Team Leader Kajian Food Loss and Waste Waste4Change Annisa Ratna Putri menyampaikan, lewat kajian nasional yang dipublikasikan pada Juni 2021 sinergi Bappenas dan Waste4Change, angka timbulan food loss dan food waste 115--184 kilogram per kapita per tahun.

Temuan ini mengungkap peningkatan sampah makanan dalam periode 20 tahun terakhir. "Di rentang itu, setiap orang menghasilkan food loss dan food waste itu di 115--184 kilogram per tahun," kata Annisa saat dihubungi Liputan6.com, Kamis, 11 November 2021.

Annisa menambahkan, dari sisi lingkungan, emisi sampah makanan nilanya 7,29 persen dari emisi gas rumah kaca Indonesia. Dampak membuang-buang makanan juga memunculkan dampak ekonomi dan sosial.

"Dampak ekonominya, di rentang 20 tahun terakhir itu setara 4--5 persen PDB Indonesia di angka 213--551 triliun per tahun," jelas Annisa.

"Di sosialnya, kita melihat nutrisi dari berbagai jenis kandungan, ada kandungan energinya itu kehilangan dari makanan yang terbuang bisa memberi makan 61--125 juta orang," tambahnya.

Saat ini, Bappenas dan Waste4Change tengah melaksanakan kajian food loss dan food waste di tingkat  regional. Salah satu strateginya adalah pengembangan kajian dan pendataan sebagai tindak lanjut dari kajian nasional.

"Kita sedang ada pendataan untuk food loss dan food waste di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Bali. Sejauh ini kita baru fokus di food waste, food loss belum diintegrasi," kata Annisa.

Temuan kajian di tiga wilayah tersebut dikatakan Annisa memiliki kemiripan. Seluruh sampah yang ada merupakan sampah makanan yang cukup signifikan dibanding jenis sampah lainnya.

"Untuk pencegahan sampah makanan, stakeholder di level swasta yang bergerak di food and beverages, mereka bisa mulai audit proses mereka, apakah sudah efisien, apakah banyak kebocoran yang sebenarnya bisa dicegah dan bisa membantu mengurangi food loss khususnya," tambahnya.

Masyarakat juga berperan penting dalam menekan timbulan sampah makanan. "Level masyarakat, perubahan perilaku yang paling krusial. Menerapkan konsep first in, first out. Jadi, apa yang dibeli pertama yang dipakai, sehingga tidak menumpuk ke belakang akhirnya banyak yang expired," tutur Annisa.

"Lebih memaham lagi bagaimana menyimpan suatu pangan. Kalau tahu pangan kering, jangan taruh di kulkas. Lebih mindful dalam memesan makanan. Jadi lebih terukur dan lebih bertanggung jawab juga. Kalau sudah dipesan, pastikan kalau enggak kuat habiskan, lebih baik dibawa pulang," tutup Annisa.

Infografis Timbulan Sampah Sebelum dan Sesudah Pandemi

Infografis Timbulan Sampah Sebelum dan Sesudah Pandemi
Infografis Timbulan Sampah Sebelum dan Sesudah Pandemi. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya