Liputan6.com, Jakarta - Selama hampir dua tahun terakhir, Anda telah melihat bagaimana pandemi COVID-19 mendisrupsi dunia, dan bidang seni pun tidak jadi pengecualian. Dalam adaptasi, tercatat bahwa tidak sedikit seniman dunia memanfaatkan teknologi, entah dalam proses kreatif maupun presentasi karya mereka.
Dengan ketidakpastian periode pandemi, sejauh mana mereka akan menggunakan teknologi dalam presentasi karya mereka? Co-founder AORA, Benni Allan, menyebut bahwa semakin banyak seniman yang sadar pada pemanfaatan cara baru ini.
"Bagi saya sebagai seorang arsitek, ini seperti pertama kali banyak orang mulai menggambar menggunakan komputer. Saya pikir itu hanya cara lain (menggunakan teknologi dalam presentasi karya seni), dan itu menarik," katanya dalam jumpa pers virtual Singapore Art Week (SAW) 2022, Kamis, 2 Desember 2021.
Advertisement
"Ini berarti membuka diri atas sesuatu yang baru. Dengan begitu, mereka (seniman) bisa menciptakan cara baru dalam berkarya," katanya. "Tapi, kembali lagi, implementasinya akan tergantung pada apakah seorang seniman bersedia mengadopsinya atau tidak. Yang menarik, kesempatan yang diberikan (dalam mempresentasikan karya dengan teknologi) itu mengagumkan."
Kurator, sekaligus junior partner Chan + Hori Contemporary, Deborah Lim, mengambil pendekatan pada ruang NFT dalam presentasi karya seni yang, menurutnya, sangat mengasyikkan, sekaligus menakutkan. "Itu salah satu contoh kita bisa melihat karya kontemporer berpadu dengan teknologi, dan sebagai perusahaan, kami berusaha memfasilitasi interaksi itu," ungkapnya.
Di komunitas seni Singapura, Natalie Tan, Assistant Director, Gillman Barracks Programme Office di National Arts Council, memandang pemanfaatan teknologi dalam berseni sebagai "contoh positif yang benar-benar ingin dicoba para seniman."
"Mereka menemukan cara-cara baru dalam menghasilkan seni. Di sisi lain, pandangan ini juga melipatgandakan jumlah seniman yang mungkin takut, bahkan dalam tahap penyangkalan," ucapnya.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Menjangkau Audiens dengan Cara Berbeda
Menurut Tan, masa pandemi adalah gudang pengalaman, sekaligus trauma bagi seniman dan komunitas seni. Ini membuat mereka jadi lebih sensitif terhadap lingkungan dan kondisi manusia.
Ia berkata, "Selama SAW (2022), kami memiliki seniman yang mencoba menyajikan karya dengan cara sangat berbeda. Ada proyek kurator muda yang memutuskan memasang billboard di salah satu sudut Fortune Centre."
"Itu adalah lingkungan lama, orang-orang yang pergi ke sana cenderung bibi dan paman tua, dan mereka akan berhadapan dengan billboard yang menampilan seni digital. Saya kira, ini adalah salah satu contoh keragaman, dan yang paling penting, opsi akses teknologi yang diberikan pada seniman," imbuh Tan.
Mengutip situs SAW, proyek yng dimaksud bertajuk "NOT FOR SALE" karya tiga seniman, Debbie Ding, Chong Yan Chuah, dan Yeyoon Avis Ann. Mereka dijelaskan membuat karya video spekulatif khusus situs baru yang mengkooptasi bahasa iklan untuk menginterogasi publik akan keadaan kapitalisme yang diperburuk teknologi digital.
"Ada banyak kesempatan untuk menjangkau audiens dengan cara yang berbeda. Di sisi lain, tim SAW 2022 akan terus mendorong seniman kami untuk mendigitalkan proyek mereka. Untuk pertama kalinya tahun ini, kami sebenarnya punya produser visual demi mendukung setiap proyek untuk dibawakan secara online," ia mengatakan.
"Saya pikir, seniman mengambil langkah-langkah kecil ke arah itu, dan saya yakin akan esensi keingintahuan. SAW 2023 bakal menunjukkan banyak program digital dan dengan begitu, diharapkan lebih banyak lagi seniman yang bersedia melangkah ke depan," urainya.
Advertisement
Menciptakan Dialog
Selain pemanfaatan tenologi dalam berkarya, SAW 2022 juga ingin membawa seni ke ruang-ruang tidak biasa. Dalam hal ini, mereka bermaksud mendekatkannya ke ranah publik.
Lim mengatakan, "Bagi saya sebagai kurator, setelah belajar di luar negeri dan kembali ke Singapura, jika Anda di luar negeri, Anda akan tumbuh dengan lebih banyak seni, saya pikir. Karena itu, mereka sudah terpapar budaya seni sejak muda, dan di Singapura, pendekatannya berbeda."
Karena itu, menurutnya, sangat penting untuk menyajikan karya seni di ruang publik. Tidak hanya untuk generasi sekarang, tapi juga generasi mendatang untuk memiliki lebih banyak kontak dengan seni, terlepas dari mayoritas populasi menggilai seni atau tidak.
"Yang Anda butuhkan hanyalah dialog. Kebutuhan untuk membawa karya seni ke ruang publik seperti mal, jalanan, dan hawker jadi penting untuk menciptakan dialog. Dengan begitu, orang mungkin tidak akan terlalu takut untuk pergi ke galeri," katanya.
SAW 2022 terjadwal berlangsung pada 14 hingga 23 Januari 2022, dan dapat dinikmati secara hybrid. Pengunjung sudah dapat mengakses platform SAW Digital untuk mengintip teaser SAW 2022, serta detail terbaru tentang susunan dan partisipasi program lengkap seniman. Untuk informasi lebih lanjut, Anda bisa mengunjungi laman artweek.sg. Â
Infografis Wayang Potehi
Advertisement