Jamu Termasuk Sistem Kesehatan Nasional di China dan Jepang, Indonesia Harus Lebih Kembangkan dengan Perbanyak Kolaborasi

Pengakuan dari masyarakat internasional terhadap jamu tak bisa dianggap remeh dan perlu direspons cepat oleh Indonesia.

oleh Henry diperbarui 16 Jun 2023, 05:00 WIB
Diterbitkan 16 Jun 2023, 05:00 WIB
Resep Jamu Jun khas Semarang. (dok. Cookpad @ciafebri)
Resep Jamu Jun khas Semarang. (dok. Cookpad @ciafebri)

Liputan6.com, Jakarta - Penggunaan jamu dan obat herbal Indonesia dalam beberapa tahun terakhir tidak hanya dikenal di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri. Hal itu menandakan semakin banyak orang mengenal dan mengakui khasiat jamu.

Mengutip laman resmi Provinsi Jawa Tengah, Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin Maimoen menceritakan pengalamannya ketika dirinya umroh, selalu ada warga Arab Saudi yang meminta obat herbal cair dan minyak angin.

"Waktu saya umroh, ketika saya membawa seperti contoh tolak angin, freshcare, itu pasti biasanya orang-orang Saudi dengan bahasa Arab bertanya, Pak boleh ndak saya minta itu? Untuk dikonsumsi mereka katanya," ungkap Wagub usai membuka acara Rakerda Gabungan Pengusaha Jamu dan Musda Himastra Himpunan Apoteker Seminar Obat Tradisional Jawa Tengah, di Semarang, Rabu, 24 Mei 2023..

"Itu artinya mereka sudah mengakui itu, bahwa itu (jamu) memiliki khasiat yang tertentu," tambahnya.  Di beberapa negara, lanjutnya, jamu bahkan sudah dijadikan sistem kesehatan nasional.

Contohnya di China dan Jepang. Pengakuan dari masyarakat internasional itu tak bisa dianggap remeh dan perlu direspons cepat oleh Indonesia. Apalagi Indonesia adalah gudangnya rempah-rempah.

"Harusnya ini diadopsi juga di negara kita. Apalagi kita tahu bahwa sejak sebelum kita merdeka, ada jalur-jalur rempah, artinya jalur-jalur kesehatan yang tumbuh di negara kita, yang dibutuhkan oleh negara-negara maju maupun berkembang,” terangnya.

"Sampai saat ini juga, jamu ini menjadi kekuatan tersendiri (terutama) ketika era pandemi Covid-19 dan juga pasca pandemi," sambungnya. Menurut Wagub Taj Yasin Maimoen, pemanfaatan obat herbal ini harus terus dikembangkan.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Jamu yang Teruji Klinis dan Aman

Foto Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen
Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen saat memberikan sambutan dalam webinar peringatan Hari TB seDunia 2022 bertajuk "Invest to end TB, save lives" di Kantor wagub, (Foto : Humas pemprov jateng)

Dalam pengembangannya, perlu ada kerja sama atau kolaborasi di antara para stakeholder. Contohnya, kerja sama dengan dokter atau kampus yang memiliki jurusan ilmu kedokteran, apoteker, dan BPOM.

"Pengusaha-pengusaha jamu tradisional ini juga harus sering-sering berkomunikasi juga dengan BPOM," harapnya. Kerja sama antar stakeholder di bidang kesehatan itu, kata wagub, diperlukan, agar produsen jamu memproduksi jamu yang teruji klinis dan aman dikonsumsi.

Di Jawa Tengah, khususnya di Semarang, kampung jamu menjadi salah satu daya tarik wisata yang sayang untuk dilewatkan. Kampung Jamu berada di Desa Sumbersari, Wonolopo Kecamatan Mijen dan Desa Ngadirgo Kecamatan Mijen, Semarang, Jawa Tengah.

Dikutip dari Regional Liputan6.com, di dua kampung itu mayoritas warganya adalah pembuat dan penjaja jamu tradisional di Semarang. Di Desa Wonopolo, terdapat 50 orang pengrajin jamu tradisional, sementara di Desa Ngadirgo ada 25 orang.

Jamu itu mereka jajakan dengan cara digendong. Belakangan mengalami perkembangan, karena ada penjual jamu yang menjajakan dagangannya dengan sepeda atau sepeda motor.  


Kampung Jamu Gendong di Semarang

Resep Jamu Kunyit Asam untuk Dijual Praktis, Murah, dan Segar
Resep Jamu Kunyit Asam untuk Dijual Praktis, Murah, dan Segar (Dewi Divianta/Liputan6.com)

Menurut Ketua Paguyuban Jamu Gendong Sumber Husodo Wonolopo, Kholidi, pemilihan usaha jamu gendong di kampungnya karena terbukti telah membawa manfaat. Salah satunya lingkungan yang tertata dan jalanan berpaving bersih, merupakan swadaya warga, para penjual jamu itu.

"Awalnya kan karena ibu-ibu banyak yang menganggur ketika suaminya bekerja. Kemudian mereka mencoba berdagang jamu gendong, ternyata hasilnya luar biasa. Bahkan akhirnya bisa menjadi penopang utama kampung," terang Kholidi.

Sebagai Kampung Jamu, Ngadirgo dan Wonolopo tidaklah hanya menjadi penjual saja. Mereka juga menjadi produsen jamu sejak dari hulu. Berbagai tanaman bahan jamu ditanam di pekarangan warga, mulai dari temu lawak, kunyit, daun pepaya dan manjakani, cabai, lempuyang dan beberapa bahan lagi, ditanam sendiri oleh warga maupun oleh kampung tetangga.

Untuk penjaja jamu dari Ngadirgo, bisa diwakili oleh Suhanah. Perempuan berusia hampir setengah abad ini berjualan jamu gendong sudah sejak 30-an tahun lalu.

 


Meracik Jamu Gendong

kampung_jamu
Patung jamu gendong akan menyambut pengunjung memasuki kampung jamu Sumbersari Wonolopo, Mijen. (foto : Liputan6.com / Edhie Prayitno Ige)

Diawali ketika ia bekerja membantu peracik dan pembuat Jamu Gendong bernama mbok rebi di Solo. Ketika membantu mbok Rebi itulah Suhanah diajari cara meracik jamu.

Bukan hanya mendapat ilmu meracik, namun juga strategi berdagang jamu gendong. Menurut Suhanah, kunci utamanya adalah jujur dengan konsumen. Artinya tidak ada campuran zat kimia di dalam jamunya. Jika itu dilakukan, manfaat jamu akan terasa dan konsumen percaya.

Kesehariannya, warga Kampung Jamu sudah sibuk sejak dini hari. Di waktu tiga per empat malam itu, Suhanah sudah memulai rutinitasnya. Ternyata, meracik jamu gendong tak bisa sembarangan dan membutuhkan ketelatenan khusus. Bahan-bahan meracik jamu, seperti kunyit, kencur, jahe, cabe puyang, kayu pepet, asam jawa, dan sambiroto diproses dengan telaten.

Perlakuan khusus juga kadang diberikan pada bahan itu, misalnya jenis rimpang yang selalu harus diangin-anginkan. Beberapa yang lain, ada pula yang harus disimpan dalam tempat kedap udara atau bahkan diproses ketika masih segar.

 

Infografis Jamu Populer di Indonesia
Infografis jamu populer di Indonesia. (Dok: Liputan6.com Tim Grafis)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya