Zimbabwe Izinkan Pembantaian Massal Gajah demi Memberi Makan Warga yang Kelaparan

Di tengah kekeringan terburuk dalam beberapa dekade, Zimbabwe mengaku terpaksa mengizinkan pembantaian massal gajah untuk memberi makan warganya yang kelaparan. Daging gajah nantinya akan dikeringkan dan didistribusikan untuk warga.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 17 Sep 2024, 17:33 WIB
Diterbitkan 17 Sep 2024, 17:33 WIB
Zimbabwe Izinkan Pembantaian Massal Gajah demi Memberi Makan Warga yang Kelaparan
Penampakan gajah di Taman Nasional Hwange di Hwange, utara Zimbabwe, pada 16 Desember 2023.(dok. Zinyange Auntony / AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Zimbabwe baru saja mengizinkan keran pembantaian massal gajah di negara mereka. Pemerintah setempat berdalih hal itu dilakukan untuk memberi makan warganya yang kelaparan akibat kekeringan terburuk dalam beberapa dekade.

Juru bicara Otoritas Taman dan Margasatwa Zimbabwe, Tinashe Farawo menargetkan pemusnahan 200 gajah untuk mengatasi masalah kelaparan akut yang dialami hampir separuh penduduk Zimbabwe. Mereka mengikuti langkah yang diambil Namibia lebih dulu untuk memusnahkan gajah dan hewan liar lainnya dalam mengatasi kerawanan pangan yang dipicu oleh kekeringan berkepanjangan.

Menurut Farawo, kepada CNN, Senin, 16 September 2024, dikutip Selasa (17/9/2024), negaranya adalah rumah bagi lebih dari 84 ribu gajah atau dua kali lipat dari 'kapasitas 45 ribu gajah'. Populasi gajah di Zimbabwe adalah yang terbesar kedua di dunia dengan Bostwana di urutan pertama.

Pada pekan lalu, Menteri Lingkungan Hidup Sithembiso Nyoni mengatakan kepada anggota parlemen bahwa, "Zimbabwe memiliki lebih banyak gajah daripada yang kita butuhkan dan lebih banyak gajah daripada yang dapat ditampung oleh hutan kita." Akibat populasi gajah berlebih, sumber daya untuk makanan mereka berkurang yang memicu konflik antara manusia dan satwa liar di negara itu.

"Kami sedang berdiskusi dengan Zim Parks (Otoritas Taman dan Margasatwa Zimbabwe) dan beberapa komunitas untuk melakukan seperti yang telah dilakukan Namibia sehingga kami dapat menghitung jumlah gajah, memobilisasi perempuan untuk mengeringkan daging dan mengemasnya, untuk memastikan bahwa daging tersebut sampai ke masyarakat yang membutuhkan protein tersebut," kata Nyoni.

"Ketika terdapat kelebihan populasi satwa liar di suatu taman tertentu, mereka kemudian akan keluar dari taman untuk mencari sumber daya lain seperti air atau tanaman hijau. Ketika itu terjadi, mereka akan berkontak dengan manusia dan konflik pun dimulai."

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Namibia Distribusikan Daging Gajah

Potret Gajah Semak Afrika (Sumber: Pixabay)
Potret Gajah Semak Afrika (Sumber: Pixabay)

Di Namibia, 700 hewan liar, termasuk gajah, disetujui untuk disembelih bulan lalu dan dagingnya dinyatakan akan didistribusikan kepada orang-orang yang menghadapi kerawanan pangan. Kementerian Lingkungan Hidup, Kehutanan, dan Pariwisata Namibia mengatakan lebih dari 150 hewan telah dibunuh dengan lebih dari 125.000 pon daging dibagikan.

Zimbabwe dan Namibia hanyalah dua dari banyak negara di Afrika bagian selatan yang mengalami kekeringan parah akibat El Niño, sebuah pola iklim alami yang mengakibatkan sangat sedikit curah hujan di wilayah tersebut sejak awal tahun. Negara-negara tersebut juga rentan terhadap kekeringan yang diperburuk oleh perubahan iklim.

Farawo, juru bicara taman nasional, mengatakan kepada CNN bahwa pemusnahan akan dimulai setelah pihak berwenang menyelesaikan dokumen yang diperlukan. "Kami sedang mengurus dokumennya… sehingga kami dapat memulainya sesegera mungkin," katanya, seraya menambahkan bahwa rencana pembantaian tersebut akan menargetkan daerah dengan populasi gajah yang besar.

Kebijakan pemusnahan gajah di Zimbabwe dan Namibia langsung mendapat kritik keras. "Pemusnahan gajah harus dihentikan," kata Farai Maguwu, pemimpin kelompok advokasi Pusat Tata Kelola Sumber Daya Alam yang berbasis di Zimbabwe, dalam sebuah unggahan di X.


Tuai Tentangan Keras dari Aktivis Lingkungan

Gajah Afrika (1)
Petugas kehutanan bernama Chris Leadismo dari badan non-pemerintah Save the Elephants menunjukkan foto-foto pembantaian gajah yang dicuri gadingnya. (Sumber AFP/Anthony Wallace)

"Gajah mempunyai hak untuk hidup," tulis Maguwu, seraya menambahkan bahwa 'generasi mendatang mempunyai hak untuk melihat gajah di habitat aslinya'.

Ahli biologi konservasi dan konsultan sumber daya alam Keith Lindsay juga mengungkapkan ketidaknyamanannya dalam memanfaatkan satwa liar untuk mengurangi kerawanan pangan. Ia mengungkapkan kecemasannya kepada CNN bahwa langkah itu 'sangat mungkin mengarah pada permintaan daging hewan liar yang lebih teratur dan berkelanjutan yang tidak berkelanjutan'.

Namun, Farawo membantahnya. Ia mengatakan keputusan Zimbabwe untuk membantai gajah yang merupakan pemusnahan pertama sejak 1988, adalah bagian dari langkah-langkah yang lebih luas untuk mengurangi konflik antara gajah dan manusia, menyusul serangkaian serangan gajah terhadap manusia.

“Hewan-hewan tersebut menyebabkan banyak kekacauan di masyarakat, membunuh banyak orang. Minggu lalu, kami kehilangan seorang wanita di bagian utara negara ini yang dibunuh oleh seekor gajah. Minggu sebelumnya, hal yang sama terjadi. Jadi itu (pemusnahan) juga sebagai cara pengendalian,” ujarnya.

Setidaknya 31 orang tewas di Zimbabwe tahun ini akibat konflik antara manusia dan satwa liar, lapor media lokal.


Penyebab Kasus Kematian Massal Gajah di Masa Pandemi

Gajah di Afrika. (AFP)
Gajah di Afrika. (AFP)

Hidup gajah liar tidak selalu aman meski tinggal di kawasan konservasi. Salah satunya bahkan mengakibatkan kematian massal gajah pada masa pandemi. Dilaporkan 350 ekor gajah mati misterius di Delta Okavango, Bostwana, pada Mei dan Juni 2020.

Gajah-gajah dari beragam usia dan jenis kelamin terkena dampaknya, banyak di antaranya menunjukkan gejala kebingungan sebelum tiba-tiba mati atau pingsan. Dua bulan berikutnya, 35 gajah ekor lain ditemukan mati di daerah barat laut Zimbabwe.

Melansir dari The Guardian, Jumat, 27 Oktober 2023, pada saat itu, pemerintah setempat menyatakan bahwa kematian gajah di Botswana disebabkan oleh racun sianobakteri, tetapi tidak ada rincian lebih lanjut yang diberikan kepada publik. Setelah menguji bangkai gajah di Zimbabwe, akhirnya terungkap bahwa penyebabnya adalah bakteri yang sedikit diketahui bernama Pasteurella takson Bisgaard 45, yang mengakibatkan septikemia atau keracunan darah.

Menurut penelitian yang dipublikasikan di jurnal Nature Communications, sebelumnya belum pernah terdengar bahwa infeksi bakteri tersebut dapat menyebabkan kematian gajah. Para peneliti meyakini bahwa hal tersebut mungkin merupakan penyebab yang serupa dari kematian gajah di negara-negara sekitarnya.

"Hal ini mewakili keprihatinan konservasi yang penting bagi gajah dalam meta-populasi terbesar yang tersisa dari spesies yang terancam punah ini," tulis para peneliti dalam jurnal tersebut.

 

Ada Cara Seru Kenalkan Beragam Hewan Kepada Anak-Anak, Seperti Apa Itu?
Infografis Kinderjoy
Lanjutkan Membaca ↓

Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya