Liputan6.com, Jakarta - Peneliti Indonesia Budget Center (IBC) Roya Salam mempertanyakan langkah Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang meminta kenaikan uang kehormatan pada Presiden Jokowi. Permintaan kenaikan uang kehormatan itu dinilai kurang pantas, di saat negara sedang hemat APBN untuk pembangunan infrastruktur.
"Apa alasan KPU meminta kenaikan uang kehormatan yang menyedot APBN hingga Rp 409,65 miliar per tahun dan Rp 2,05 triliun selama 5 tahun di tengah negara sedang menggalakkan penghematan anggaran," kata Roy di Gedung KPU, Jakarta, Senin (13/4/2015).
Roy menilai, komisioner KPU hanya bekerja saat Pemilu atau Pilpres 2014 dan Pilkada 2015. Selebihnya, mereka dianggap bekerja paruh waktu sehingga kurang pantas menerima tambahan uang kehormatan.
"KPU meminta kenaikan uang kehormatan di tengah kinerja Komisioner KPU yang banyak dipertanyakan publik terkait Pemilu, Pilpres, dan Pilkada. Dengan masa kerja komisioner 5 tahun, hanya bekerja penuh 2 kali penyelenggaran (Pemilu atau Pilpres dan Pilkada), selebihnya komisioner KPU hanya kerja paruh waktu," papar Roy.
Melalui Surat Ketua KPU RI No 2134/KPU/XII/2014, KPU meminta pada Presiden Jokowi kenaikan uang kehormatan sebesar Rp 11,5 juta hingga Rp 53 juta atau sama dengan kenaikan 3 kali lipat dari uang kehormatan yang diterima saat ini.
Selain komisoner KPU, Ketua Bawaslu Muhammad juga meminta Presiden Jokowi untuk mempertimbangkan kenaikan tunjangan kehormatan bagi para anggota Bawaslu di tingkat pusat dan provinsi. Keinginan tersebut menurutnya merupakan hal yang wajar lantaran sebelumnya pemerintah pusat sudah lebih dulu menaikkan tunjangan bagi KPU Pusat dan KPU Daerah.
"Kami memohon Pak Presiden berkenan menaikkan uang kehormatan pada komisioner Bawaslu RI dan provinsi sebagaimana yang telah dilakukan lebih dulu oleh KPU RI. KPU sudah lebih dulu Pak Presiden, tapi untuk Bawaslu belum," ucap Muhammad, pada 24 Februari 2015 di Istana Negara. (Mvi/Mut)
Alasan KPU Minta Kenaikan Uang Kehormatan ke Jokowi Dipertanyakan
Roy menilai, komisioner KPU hanya bekerja saat Pemilu atau Pilpres 2014 dan Pilkada 2015.
Diperbarui 13 Apr 2015, 15:51 WIBDiterbitkan 13 Apr 2015, 15:51 WIB
Sebuah slide ditampilkan saat KPU menggelar uji publik tentang peraturan KPU di gedung KPU, Jakarta, Rabu, (18/3/2015). (Liputan6.com/Johan Tallo)... Selengkapnya
Advertisement
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Tradisi Nyekar Sebelum Lebaran, Ketahui Makna dan Sejarahnya
Jika Ada yang Tidak Suka dengan Kita, Hidup Malah Lebih Ringan Kata Gus Baha, Kok Bisa?
Kondisi Kesehatan Paus Fransiskus: Dari Harapan hingga Kekhawatiran
PTPN-China Bangun Industri Sarung Tangan dan Peralatan Medis Rp 5 Triliun di KEK Sei Mangkei
Dilaporkan ke Propam, Dirtipidum Bareskrim Polri Bantah Gelapkan Barang Bukti
Hyundai Hadir Untukmu, Berikan Pengalaman Kepemilikan Kendaraan yang Bebas Khawatir
Ciri Asam Urat Tinggi pada Wanita: Kenali Penyebab, Gejala, dan Cara Mengatasinya
Indra Sjafri Dipecat dari Pelatih Timnas U-20, PSSI Cari Pengganti
Ramai #KaburAjaDulu, Dubes Jepang Masaki Yasushi: Kami Sambut Pekerja Asing yang Terampil
Dukung Hari Peduli Sampah Nasional, Kalbe Tingkatkan Pengolahan Limbah
Cara Merebus Telur 3/4 Matang agar Hasilnya Sempurna, Ini Rahasianya
Cegah ‘Pak Ogah’, Wakil Wali Kota Depok Akan Tempatkan Satpol PP di Simpang Jalan