Kasus Ijazah Palsu, Rektor University of Sumatra Diancam 10 Tahun

Hakim menanyakan gelar Phd yang tertera di belakang nama terdakwa tapi langsung dibenarkan oleh terdakwa.

oleh Reza Efendi diperbarui 20 Okt 2015, 18:01 WIB
Diterbitkan 20 Okt 2015, 18:01 WIB
Reza Perdana/Liputan6.com
Rektor University of Sumatra saat sidang (Reza Perdana/Liputan6.com)

Liputan6.com, Medan - Sidang kasus dugaan ijazah palsu dengan terdakwa Rektor University of Sumatra, Marsaid Yushar (63), digelar di Pengadilan Negeri Medan, hari ini. Dalam sidang perdana tersebut, terdakwa diancam hukuman 10 tahun penjara.

Sebelum di sidang di Ruang Candra I, Marsaid sempat ditegur majelis hakim yang diketuai Karlen Parhusip karena terus menggoyang-goyangkan kaki. Karlen menyuruhnya diam dan mendengarkan dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) Mirza.

Hakim juga menanyakan gelar Phd yang tertera di belakang nama terdakwa tapi langsung dibenarkan oleh terdakwa. "Benar yang mulia, sudah wisuda S3," kata Marsaid.

Hakim tak hanya menegur terdakwa. Bambang Hendarto, penasehat hukum terdakwa juga ditegur karena tidak mengenakan dasinya dengan alasan terjatuh. Hakim lalu menyuruhnya mencari dasinya terlebih dahulu. Dia digantikan penasehat hukum lainnya, Sahasni Fansuri.

Dalam dakwaannya, Jaksa Mirza menyatakan, pada 25 Juni 2015 seorang warga Medan bernama Sucipto mendatangi Marsaid di kampus University of Sumatra, di Jalan Gatot Subroto meminta bantuannya untuk membuat ijazah S2.

Terdakwa meminta uang Rp 40 juta, lalu menawarnya hingga Rp 25 juta. Sore harinya saat Sucipto pulang, melalui pesan selular terdakwa mengatakan, jika sore harinya ada uang Rp 15 juta, maka ijazah, tesis, dan yang lainnya akan selesai.

Sucipto kemudian menjumpai terdakwa di sebuah ruangan kantor di KNPI/PGRI di Jalan Gatot Subroto. Setelah ijazah, tesis, dan berkas-berkas lainnya diterima Sucipto, petugas dari Polresta langsung masuk ke ruangan tersebut dan langsung menangkap tangan terdakwa.

Atas perbuatannya, terdakwa dijerat Pasal 93 UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, Pasal 67 ayat 1 UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Pasal 71 UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

"Terdakwa diancam hukuman penjara maksimal 10 tahun," kata Mirza.

Usai pembacaan dakwaan, terdakwa melalui penasehat hukumnya menyatakan akan menyampaikan eksepsi pada sidang sepekan mendatang. Hakim kemudian mengetuk palu menunda sidang hingga sepekan mendatang.

Di luar sidang, Jaksa Mirza mengatakan, kasus yang ditangani Polresta Medan ini merupakan operasi tangkap tangan karena membuat ijazah S2. "Jadi ijazah itu sehari selesai tanpa perkuliahan dengan bayar Rp 15 juta. Itu nego dari Rp 40 juta yang diminta terdakwa," ucap dia.

Mirza menambahkan, menurut pihak Kopertis, University of Sumatra tidak memiliki izin sebagai penyelenggara pendidikan tinggi.

Marsaid sendiri memiliki Kampus I di Jalan Letda Sujono, Medan Tembung, Sumatera Utara. Sedangkan Kampus II University of Sumatra menumpang di Gedung SMP Swasta PGRI, Jalan Marelan Raya, Kecamatan Medan Marelan.

Marsaid dalam menjalankan usahanya mencetak ijazah tersebut di berbagai tempat, yakni di rumah tersangka di Delitua, Percetakan ABC Jalan Mahkamah Medan, dan dalam mobil di Jalan Gatot Subroto Medan.

Adapun barang bukti yang diamankan dari tersangka yakni format ijazah S1, S2, S3 (ribuan lembar), ribuan lembar kertas brosur reklame, satu unit mobil Toyota Vios BL 1308 LG, transkip nilai, uang tunai Rp 15 juta, tesis S2 dan tesis S3 (asli), blangko ijazah kosong, skripsi, blangko kartu tanda mahasiswa (KTM) dan film/master ijazah. (Ron/Sun)

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya