KPK Diminta Buat Kajian Sistem Pendanaan Parpol

Hal ini dilakukan karena kader kerap menghalalkan segala cara untuk bisa mendukung kegiatan operasional parartai politik.

oleh Oscar Ferri diperbarui 06 Feb 2016, 16:37 WIB
Diterbitkan 06 Feb 2016, 16:37 WIB
20151013-Gedung-Baru-KPK
Tampilan depan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi yang baru di Jl Gembira, Guntur, Jakarta, Selasa (13/10/2015). Gedung tersebut dibangun di atas tanah seluas delapan hektar dengan nilai kontrak 195 miliar rupiah. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Politikus Partai Gerindra, Supratman Andi Atgas mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu melakukan pengkajian terhadap sistem pendanaan partai politik‎. Kajian itu harus komperehensif guna meminimalisir korupsi.

‎"Pertama KPK harus lakukan kajian terhadap sistem pendanaan partai politik. KPK harus kajian bersama teman-teman koalisi masyarakat sipil," kata Supratman usai diskusi di kawasan Cikini, Jakarta, Sabtu (6/2/2016).

Anggota Komisi III DPR itu menilai, perilaku koruptif kader partai sangat berpotensi terjadi, terutama ketika masuk ke dalam Badan Legislasi (Baleg). Perilaku itu dapat diminimalkan, jika ada kajian komperehensif oleh KPK.

Nantinya, lanjut Supratman, kajian itu dapat dijadikan rujukan dalam menjaring pendanaan demi keberlangsungan hidup parpol itu sendiri. Mengingat, sudah jadi rahasia umum jika kader kerap menghalalkan segala cara untuk bisa mendukung kegiatan operasional parpol.

"Kalau nanti KPK bisa keluarkan rekomendasi, saya yakin ini ke depan bisa kurangi sikap perilaku korup itu. Minimal di lembaga partai-partai," ucap Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR itu.

Supratman mengatakan demikian, sebab di negara maju seperti Amerika Serikat yang menganut sistem demokrasi setiap parpol memang diberikan keleluasaan untuk mendapatkan sejumlah dana. Tapi tentu dengan cara legal dan tidak melanggar hukum. Di sini, KPK bisa menjadikan kebijakan di Amerika Serikat itu sebagai rujukan untuk membuat kajian sistem pendanaan parpol.

"Baik Partai Demokrat maupun Partai Republik diberi kebebasan untuk bekerjasama dengan pihak swasta atau perusahaan. Itu, bisa saja menjadi rujukan KPK," kata Supratman.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya