Liputan6.com, Padang - Kepolisian akan menerapkan penanganan khusus pada kasus percobaan bom bunuh diri di Gereja Katolik Santo Yosep Medan, Minggu 28 Agustus 2016. Polisi akan menggunakan Undang-Undang Perlindungan Anak dalam menangani kasus terorisme tersebut.
"Ada tata cara sendiri penanganannya, biasanya menggunakan Undang-Undang Perlindungan Anak," kata Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Polisi Tito Karnavian di Padang, Sumatera Barat, Senin (29/8/2016).
Baca Juga
Hasil penyelidikan polisi, usia pelaku yakni IAH belum genap 18 tahun. "Usianya baru 17 tahun 10 bulan, masih di bawah umur," ujar mantan Kepala Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri itu.
Advertisement
Menurut dia, penyidik masih menduga pelaku ini bertindak sendiri. Namun, penyidikan masih terus dilakukan. "Sementara kita anggap dia pelaku tunggal, ini kan baru satu hari."
Mantan Kepala BNPT ini menilai kasus aksi terorisme yang melibatkan anak di bawah umur itu tidak terlepas dari perkembangan pesat dunia maya. Kondisi tersebut berbeda dengan penanganan kasus-kasus sebelumnya yang menunjukkan kecenderungan pelaku teror bertindak secara berkelompok atau jaringan.
Anak-anak, lanjut Tito, menjadi kalangan rentan dengan penyebaran paham-paham radikal dalam bentuk siber yang menjadi fenomena belakangan ini. Termasuk kasus di Medan.
IAH membuka laman radikal ISIS dan mempelajari ideologinya. IAH juga diduga kuat mempelajari merakit bom lewat dunia maya. IAH pun mempelajari cara membuat senjata api secara online.
"Kita lihat bomnya sangat sederhana sekali, mirip mercon sebetulnya," ucap Tito.
Tito mengatakan, internet melahirkan pelaku-pelaku teror yang bertindak sendiri (self radicalism). Jihad tanpa pemimpin menjadi fenomena baru dalam serangkaian teror belakangan ini.
Pada Minggu 28 Agustus 2016, jemaat mengamankan IAH akibat percobaan bom bunuh diri di Gereja Stasi Santo Yosep di Jalan Dr Mansyur Medan. IAH juga menyerang Pastor Albret S Pandingan dengan senjata tajam dan melukai lengan kiri Sang Pastor.