Kursi Terhormat untuk 2 Mantan Ajudan

Jokowi melantik Jenderal Budi Gunawan sebagai Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) di Istana Negara, Jumat 9 September 2016.

oleh Devira PrastiwiAhmad Romadoni Nafiysul Qodar diperbarui 11 Sep 2016, 00:02 WIB
Diterbitkan 11 Sep 2016, 00:02 WIB
Presiden Jokowi melantik Budi Gunawan
Presiden Jokowi melantik Budi Gunawan sebagai Kepala BIN (Liputan6.com/ Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Presiden Jokowi melantik Komjen Pol Budi Gunawan atau BG sebagai Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) di Istana Negara, Jumat 9 September kemarin.

Dalam pelantikan itu, Budi Gunawan yang menggantikan Sutiyoso pun bersumpah kepada Allah bahwa akan setia kepada NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Di hadapan Presiden Jokowi pun, pria yang karib disapa BG itu juga berjanji akan menjunjung tinggi hak asasi manusia, demokrasi, dan hukum.

"Bahwa saya akan menjalankan tugas dan wewenang pada jabatan saya dengan sungguh-sungguh, seksama, objektif, berani dan profesional," ujar BG menirukan ucapan Jokowi, Jumat 9 September 2016.

Mantan Wakapolri itu juga bersumpah akan menjunjung tinggi kode etik intelijen negara di setiap tempat, waktu dan dalam keadaan bagaimanapun juga.

"Bahwa saya pantang menyerah dalam menjalankan segala tugas dan kewajiban jabatan. Bahwa saya akan memegang teguh segala rahasia intelijen negara dalam keadaan bagaimanapun," ujar BG.

Dalam acara pelantikan itu, hadir pula Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Selain itu, mantan Kepala BIN Sutiyoso juga tampak hadir.

Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan bersiap mengikuti pelantikannya di Istana Negara, Jakarta, Jumat (9/9). Budi Gunawan resmi menjadi Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) menggantikan Sutiyoso. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Nama BG tidak lepas dari kontroversi rekening tambun. Namun, penyelidikan internal kepolisian menyatakan rekening milik jenderal bintang tiga tersebut tidak ada indikasi tindak pidana.

Budi Gunawan adalah lulusan Akademi Kepolisian 1983. Meski tidak meraih bintang Adhy Makayasa atau lulusan terbaik Akpol, jenderal kelahiran Surakarta 11 Desember 1959 ini dikenal cerdas.

BG yang pernah menjabat sebagai ajudan Presiden ke-5 RI Megawati, sempat diusulkan Presiden Jokowi sebagai calon tunggal Kapolri, menggantikan Jenderal Sutarman. Saat usulan tersebut tiba di DPR, KPK menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka.

Di internal kepolisian, beberapa jenderal dimutasi. Kabareskrim saat itu, Komjen Suhardi Alius dimutasi menjadi Sekretaris Utama (Sestama) Lemhanas. Kursi Suhardi diisi Komjen Irjen Budi Waseso.

Seiring bergulirnya penyelidikan di bawah kepemimpinan Abraham Samad, Polri pun bergerak membidik dua pemimpin KPK, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto sebagai tersangka.

Gesekan antara dua lembaga ini pun tidak terelakkan. Budi Gunawan lalu mempraperadilankan kasus yang membelitnya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Hakim tunggal Sarpin Rizaldin menerima permohonan gugatan yang dilayangkan Budi Gunawan. Dengan demikian, status tersangka yang ditetapkan KPK dan kini masih menjadi misteri itu gugur.

Sementara itu, Jaksa Agung HM Prasetyo mengesampingkan kasus yang menjerat dua pemimpin KPK tersebut. Di sisi lain, Presiden Jokowi akhirnya memutuskan Komjen Badrodin Haiti sebagai Kapolri menggantikan Jenderal Sutarman.


Suasana pelantikan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) di Istana Negara, Jakarta, Jumat (9/9). Budi Gunawan resmi menjadi Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) menggantikan Sutiyoso. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Karier Budi Gunawan terus moncer setelah menjadi ajudan Presiden Megawati. Bintang satu di pundaknya dia dapat saat menjabat Kepala Biro Pembinaan Karir Asisten Sumber Daya Manusia Polri pada 2004-2006 dan dipercaya memimpin Selapa (di bawah Lemdikpol) sejak 2006 hingga 2008.

Setelah memimpin Selapa, dia didapuk menjadi Kapolda Jambi pada 2008-2009 dan dipromosikan di jabatan bintang dua atau inspektur jenderal sebagai Kepala Divisi Pembinaan Hukum.

Pada 2010, Budi Gunawan dipercaya mengemban jabatan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam). Dua tahun mengemban jabatan tersebut, dia kembali menduduki posisi kapolda, yaitu di Bali.

Kariernya kian cemerlang, sehingga dia dipromosikan menjabat Kalemdikpol Polri atau jabatan bintang tiga. Jabatan tersebut membawahkan sekolah-sekolah kepolisian. Batal menjadi orang nomor satu di kepolisian, Budi Gunawan terpilih menggantikan Badrodin Haiti sebagai Wakapolri.

Program Penguatan

Budi Gunawan bersyukur dengan jabatan dan pangkat baru yang disandangnya saat ini. Dia berjanji akan membayarnya dengan kinerja baik sebagai Kepala BIN.

"Pada hari ini saya secara resmi dilantik oleh Bapak Presiden menjadi kepala Badan Intelijen Negara sekaligus dinaikkan pangkat satu tingkat lebih tinggi menjadi jenderal polisi bintang empat," jelas Budi Gunawan usai pelantikan di Istana Negara, Jumat 9 September 2016.

"Tentu kepercayaan amanah tanggung jawab ini akan saya tunjukkan melalui pengabdian dengan baik sebagai prajurit Bhayangkara dan abdi negara, jiwa raga saya untuk Merah Putih dan NKRI," pungkas Budi Gunawan.

Beberapa program dan perbaikan akan dilakukan Budi Gunawan di internal BIN, terutama untuk menjaga koordinasi antar intelijen di berbagai instansi.

Kepala BIN Jenderal Budi Gunawan (Liputan6.com/ Ahmad Romadoni)

"Ke depan, tentu ada beberapa program penguatan, kemampuan BIN agar makin profesional, objektif, integritas. Itu perintah bapak Presiden," kata Budi Gunawan di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat 9 September 2016.

Budi Gunawan mengatakan, BIN terdiri dari berbagai unsur, yakni TNI, Polri, dan sipil. Setiap unsur sudah memiliki wilayah kerja masing-masing. Sehingga lembaga ini punya tanggung jawab untuk mengkoordinasikan.

"BIN untuk fungsi intelijen dalam dan luar negeri, TNI untuk intelijen di bidang pertahanan dan kemiliteran, kemudian intelijen hukum yang dilakukan Kejaksaan, intelijen keamanan Polri, dan intelijen oleh lembaga negara lainnya. Semua itu mewarnai BIN karena BIN harus mengkoordinir semua itu," jelas dia.

Mantan Wakapolri ini akan menempatkan orang-orang pilihan, spesialis, dan kompeten di bidang intelijen sesuai dengan penugasannya. Hal ini tentu untuk meningkatkan kinerja BIN.

"Tentu ada beberapa strategi, tentu semua harus mempunyai jaringan yang ditingkatkan. Jaringan maupun akses ya sambil nanti menunggu penambahan personel," kata Budi Gunawan.

Pemangkasan anggaran memang tengah diberlakukan pemerintah. Hanya saja, Budi Gunawan tetap ingin BIN punya anggaran yang cukup agar kinerja lebih baik.

"Tentu, karena semua kegiatan operasi intelijen membutuhkan anggaran. Saya berharap anggaran intelijen ke depan bisa ditingkatkan. Sesuai perkembangan zaman, operasi intelijen untuk keamanan nasional meningkat," pungkas Budi Gunawan.

Minta Tidak Dipolitisasi

Komjen Pol Budi Gunawan memberikan keterangan saat uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) sebagai calon Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), dengan Komisi I DPR, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (7/9). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sebelum Presiden Jokowi memutuskan menunjuk Budi Gunawan sebagai Kepala BIN, kedekatannya dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menjadi sorotan.

Saat Mega masih menjadi Presiden ke-5 Indonesia, Budi Gunawan bertugas sebagai ajudannya. Unsur kedekatan ini disebut-sebut sebagai 'pemulus' langkah Budi Gunawan mencapai puncak karier.

Menanggapi hal itu, mantan Wakapolri itu mengaku memang dekat dengan banyak orang. Tak terkecuali Megawati.

"Semua dekat, yang dekat dengan Bu Mega bukan hanya saya. Profesionalisme jadi kata kunci," kata Budi Gunawan di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat 9 September 2016.

Dia pun meminta jabatannya kali ini tidak dikaitkan dengan isu-isu politik saat ini. Sebab, pasti ada alasan mengapa Jokowi menunjuknya sebagai Kepala BIN.

"Ya mohon jangan dipolitisasi. Saya rasa presiden selalu mempunyai pertimbangan yang matang. Mohon doanya," kata Budi Gunawan.

Komjen Syafruddin Jadi Wakapolri

Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian, Komjen Pol Syafruddin dan Kepala Badan Intelijen Negara Jenderal Pol Budi Gunawan (kiri ke kanan) bersalaman usai pelantikan jabatan Wakapolri di Mabes Polri, Jakarta, Sabtu (10/9). (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian langsung menunjuk Komjen Syafruddin sebagai wakil kapolri atau wakapolri, begitu Komjen Budi Gunawan dipastikan menjadi kepala BIN.

Nama Syafruddin memang sudah disebut-sebut menjadi calon kuat pengisi jabatan wakapolri.

"Pak Syafruddin. Mumpuni orangnya," ujar Tito usai pelantikan Kepala Badan Intelejen Negara (BIN) Komjen Budi Gunawan di Istana Negara, Jakarta, Jumat 9 September 2016.

Syafruddin tercatat pernah menduduki sejumlah jabatan penting. Pada 2004, ia pernah menjadi ajudan Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK saat masih berduet dengan Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY.

Akhir 2009, dia menjabat sebagai Wakapolda Sumut, lalu Kapolda Kalsel, Kadiv Propam Polri, Kalemdikpol hingga akhirnya menjadi Wakapolri.

Tito mengatakan, sebelum memutuskan, dia sudah membawa Syafruddin menghadap langsung Jokowi. Dari hasil pertemuan itu, baru diputuskan untuk memilih Syafruddin.

‎"Jangan sampai kekosongan ini terlalu lama, karena ini ada operasi kita pengamanan arus mudik, arus balik, dan pengamanan Idul Adha. Sehingga dengan harapan dilantik (Wakapolri) baru ini, Pak Syafruddin bisa di-running bergerak membantu saya," ujar Tito di Mabes Polri, Jakarta, Sabtu 10 September 2016.

Tak hanya itu, Tito juga mengungkapkan alasan memilih Syafruddin sebagai wakilnya di Polri. Selain karena bintang tiga, dia dianggap memiliki kompetensi yang cukup untuk mendampinginya.

"Beliau juga pengalaman sebagai Wakapolda, Kapolda, pernah di Kadiv Propam, pendidikan cukup lama. Dan beliau juga memiliki interpersonal skill yang cukup baik," kata dia.

Di kalangan anggota Polri, Syafruddin memiliki hubungan yang baik. Begitu juga hubungan eksternal dengan sejumlah instansi. Tito juga mengaku memiliki banyak kesamaan dengannya.

"Kapolri dan Wakapolri itu harus kompak. Saya merasa dengan beliau dan beliau juga dengan saya, kami chemistry bisa nyambung," pungkas Tito.

Tugas Berat Menanti Syafruddin

Tugas penting pun menanti Syafruddin sebagai orang nomor dua di Korps Bhayangkara itu. Menurut Tito, tugas pertama yang akan dilakukan wakilnya yakni menangani permasalahan-permasalahan di internal Polri.

"Masalah-masalah internal, tentunya sekarang lagi ada SOTK, yakni sistem organisasi tata kelola Polri yang sekarang lagi perbaikan,"‎ kata Tito.


Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian (kiri) memasang tanda jabatan pada Komjen Pol Syafruddin sebagai Wakapolri di Mabes Polri, Jakarta, Sabtu (10/9). Komjen Pol Syafruddin menggantikan Budi Gunawan yang menjadi Ka BIN . (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)


SOTK yang dimaksud, kata Tito, antara lain persiapan pembentukan polda baru di Kalimantan Utara. "Polda Kaltara belum terbentuk. Ada peningkatan psikologi polda, polres, masalah internal sumber daya manusia," jelas dia.

Selain itu, Syafruddin juga ditugaskan untuk melakukan penghematan anggaran di tubuh Polri. Wakapolri, kata Tito juga dibebankan tugas menertibkan anggota ‎ yang bandel.

"Saya juga minta Pak Syafruddin sekarang penghematan anggaran di semua lini. Penghentian anggaran di Polri juga saya minta Pak Wakapolri meneliti pos-pos mana saja yang dipotong tanpa mengganggu kinerja. Itu termasuk menertibkan anggota kepolisian secara intenal," tandas Tito.

Sementara itu, Syafruddin menyampaikan ucapan terima kasih kepada sejumlah pihak yang telah mendukung dan mempercayainya menjadi Wakapolri.

"Kami ucapkan terima kasih kepada seluruh jajaran Polri dan seluruh teman-teman media yang telah memberikan dukungan selama ini," ucap Syafruddin usai dilantik sebagai wakapolri.

Syafruddin mengaku siap menerima tugas yang diamanatkan. Dalam waktu dekat ini, pihaknya akan mendukung suksesnya program 100 hari Kapolri.

"Ya itu, program Kapolri sedang berjalan yang 100 hari. Itu tahapan pertama," kata dia.

Selain itu, dirinya akan konsentrasi mendukung program Kapolri terutama pada urusan internal korps. Ada tiga hal yang menjadi fokus kerja selama menjabat sebagai wakapolri, yakni menjadikan Polri yang profesional, modern, dan terpercaya.

"Fokusnya ada tiga faktor, profesional, pengembangan SDM Polri, modern, peningkatan teknologi, penyempurnaan teknologi, memodernisasi seluruh peralatan, dan mendapatkan feed back dari masyarakat sehingga Polri dipercaya," Syafruddin menandaskan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya