Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Partai Golkar sekaligus Ketua DPR Setya Novanto mengumbar senyum di kediaman mantan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie.
Di depan pintu rumah Dewan Pembina Partai Golkar itu, Novanto mengaku baru saja selesai berbicara dan mencurahkan isi hatinya, terkait nasib kedudukan sebagai Ketua Umum Partai Golkar.
Baca Juga
Didampingi Sekjen Idrus Marham, Nurdin Halid dan politisi Golkar lainnya, Novanto mengaku banyak mendapat dukungan.
Advertisement
Selain itu, Novanto menuturkan, dirinya sudah menyampaikan hasil rapat pleno dan perkembangan rapat-rapat pimpinan di DPR ke Ical.
"Saya selaku ketua DPP Partai Golkar bersama pengurus harian meminta waktu pada Dewan Pembina menyampaikan dua hal. Yaitu perkembangan rapim di DPR dan keputusan-keputusan yang sudah disampaikan," kata Novanto di kediaman Ical, Jalan Mangunsarkoro XIII, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (17/7/2017) malam.
"Dan kedua melaporkan segala perkembangan rapat pleno yang ada di DPP Partai golkar dan disampaikan detail. Dan tadi juga dapat saran-saran yang sangat berguna," dia melanjutkan.
Sementara, Ical mengatakan, dirinya selaku Dewan Pembina Partai Golkar mendukung penuh setiap poin-poin yang dikeluarkan DPP Partai Golkar. Khususnya, soal posisi ketua umum yang masih dijabat Novanto, meski menyandang status tersangka kasus korupsi e-KTP.
"Setelah mendengar dengan seksama maka Dewan Pembina bermaksud untuk memberikan dukungan sepenuhnya kepada apa yang diambil oleh DPP. Jadi tujuh poin itu telah disampaikan tadi siang dengan rinci dan saya tidak akan mengulangi tapi kita akan melakukan dukungan itu," ujar dia.
Ical juga mendukung segala proses hukum yang tengah dilakukan KPK. Namun, dia juga mendukung Novanto untuk mengambil langkah cepat terkait status hukum yang menjeratnya.
"Kita tentu menghargai suatu usaha-usaha hukum yang dilakukan oleh KPK, tapi kita juga tentu harus menghargai hak dari Pak Novanto untuk melakukan upaya hukum selanjutnya," Ical menandaskan.
KPK menetapkan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka kasus dugaan korupsi e-KTP. Keputusan ini diambil setelah mencermati fakta persidangan Irman dan Sugiharto terhadap kasus e-KTP tahun 2011-2012 pada Kemendagri.
"KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan seorang lagi sebagai tersangka. KPK menetapkan SN, anggota DPR sebagai tersangka dengan tujuan menyalahgunakan kewenangan sehingga diduga mengakibatkan Negara rugi Rp 2,3 triliun," ujar Ketua KPK Agus Rahardjo di Gedung KPK, Jakarta, Senin, 17 Juli 2017.
Setya Novanto diduga mengakibatkan kerugian negara Rp 2,3 triliun dari nilai proyek Rp 5,9 triliun.
Atas perbuatannya, Novanto disangka melanggar Pasal 3 atau Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara, Setya Novanto sebelumnya tegas membantah dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) dalam dugaan korupsi KTP elektronik atau kasus e-KTP. Ia mengaku tidak pernah bertemu dengan Muhammad Nazaruddin, Anas Urbaningrum, dan pengusaha Andi Agustinus atau Andi Narogong.
Dia menyatakan tidak pernah menerima apa pun dari aliran dana e-KTP. "Saya tidak pernah mengadakan pertemuan dengan Nazaruddin bahkan menyampaikan yang berkaitan dengan e-KTP. Bahkan, saya tidak pernah menerima uang sepeser pun dari e-KTP," ujar Setya Novanto usai menghadiri Rakornas Partai Golkar di Redtop Hotel, Jakarta, Kamis 9 Maret 2017.
Saksikan video menarik berikut: