KPK Beri Warning PT KAI Soal Kepemilikan Aset

38 persen dari total aset PT KAI seluas 320 juta meter persegi diketahui belum berserfikat.

oleh Panji Prayitno diperbarui 15 Agu 2017, 03:04 WIB
Diterbitkan 15 Agu 2017, 03:04 WIB
Seminar KAI -KPK di Cirebon
Forum Group Discussion Mengenai Pemanfaatan Aset bersama KPK (Liputan6.com/Panji Prayitno)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI mengungkapkan masih banyak aset milik PT Kereta Api Indonesia (KAI) khususnya yang terletak di wilayah strategis belum bersertifikat.

Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Budi Waluya mengatakan, setidaknya tercatat 38 persen dari total aset PT KAI seluas 320 juta meter persegi diketahui belum berserfikat. Menurut dia, kondisi tersebu jangan sampai dibiarkan, karena jika aset dilepas berarti kerugian bagi negara

"Jika sampai aset-aset tersebut dilepas, KPK memandangnya sebagai kerugian negara dan berpotensi korupsi,"
ungkap Budi usai mengikuti Forum Group Discussion Mengenai Pemanfaatan Aset bersama KPK di salah satu hotel di Kota Cirebon, Senin, 14 Agustis 2017.

Namun demikian, dia mengaku belum menghitung kerugian sebagai dampak belum legalnya aset-aset PT KAI. Menurut dia, permasalahan legalitas yang dihadapi PT KAI atas aset-asetnya muncul karena adanya pembiaran.

Akibatnya ketika suatu aset hendak diambil kembali dari si pemakai, PT KAI pun akan menghadapi kesulitan.

KPK sendiri, kata dia, terus mendorong penyelesaian persoalan aset PT KAI ini. Termasuk berkomunikasi dengan otoritas terkait di tingkat pusat.

Dia mengaku sudah menyurati Kementerian BUMN terkait permasalahan aset sejak tahun2009 lalu. Bahkan, pada tahun 2014, KPK merekomendasikan beberapa hal, salah satunya melalui upaya penertiban.

"Untuk penyelesaian yang berujung pada sengketa, pihaknya merekomendasikan dialog. Bila tak bisa, lanjutnya, KPK pun mendorong langkah penegakan hukum," kata dia. 

Vice President PT KAI Daerah Operasi (Daop) 3 Cirebon, Rusi Haryono menyebutkan, aset Daop 3 Cirebon khususnya terdata sekitar 17,9 juta meter persegi yang terbentang dari Karawang, Jabar, hingga Tegal, Jawa Tengah.

Dari jumlah itu, aset terbagi dalam dua jenis yakni aset railway (aset produksi/sarana prasarana) sekitar 4,4 juta meter persegi dan aset non railway (non produksi) sekitar 13,4 juta meter persegi.

Aset produksi sendiri yang berkaitan langsung dengan operasional perjalanan kereta api. Yakni aset sarana seperti lokomotif, kereta gerbong, boogie, hingga aset prasarana seperti jalan rel, jembatan, rumah sinyal, gardu pjl, rumah sinyal, gardu listrik, dan lainnya.

Sementara aset non produksi berupa aset yang tak terkait langsung dengan operasional perjalanan KA di antaranya aset tanah, rumah dinas dan bangunan seperti mess, wisma, kantor, gudang, dan lainnya.

Dari total aset produksi, diketahui 63 persen atau 2,8 juta meter persegi belum bersertifikat. Hal serupa juga terdata pada 17 persen atau 2,2 juta meter persegi merupakab aset non produksi. "Untuk aset yang belum bersertifikat sedang kami proses penyelesaiannya secara bertahap," ujar Rusi.

Dia menjelaskan, proses sertifikasi sendiri meliputi pengukuran, koordinasi wilayah dengan pihak terkait, pemetaan (mapping), hingga sertifikasi di Badan Pertanahan Negara (BPN). Dalam proses sertifikasi tersebut, lanjut dia, dibutuhkan komunikasi dan koordinasi dengan pihak terkait lain.
"Komunikasi dan koordinasi itu, yang banyak menemui kendala sehingga menjadi kendala dalam upaya penyelesaian," ujar dia.

Dia memastikan,  akan memanfaatkan aset yang sudah legal dan bersertifikat untuk pelayanan perkereta apian, termasuk perlintasan-perlintasan.

"Tergantung kebutuhan nanti, apakah untuk barang atau penumpang, termasuk terkait rencana adanya bandara Kertajati di Kabupaten Majalengka," ucap dia

Saksikan video Menarik di bawah ini:

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya