Liputan6.com, Jakarta - Kajian Lintas Disiplin Universitas Gajah Mada (UGM) merilis hasil riset independen terkait dugaan kematian tidak wajar yang dialami kelompok petugas penyelenggara pemilu (KPPS) 2019 di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Rentang waktu penelitian dilakukan selama satu bulan sejak 20 Mei.
Menurut data KPU Provinsi DIY, terdapat 12 jiwa yang meninggal dunia saat berstatus sebagai petugas KPPS. Kajian UGM kemudian mengambil sample 10 di antaranya, untuk dilakukan otopsi verbal kepada anggota keluarganya masing-masing. Sebagai informasi, dua sisanya menolak karena alasan internal terkait.
Baca Juga
"Otopsi verbal kami lakukan dan dianalisis oleh panel ahli yang beranggotakan tiga dokter spesialis forensik," kata dr Riris Andono Ahmad, MPH, PhD dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) UGM di Kantor KPU RI, Jakarta Pusat, Selasa (25/6/2019).
Advertisement
Hasilnya, Kajian UGM menyimpulkan 10 petugas KPPS meninggal dipastikan karena alasan medis, dan jauh dari praduga kesimpangsiuran yang berkembang. Data mencatat, sebesar 80 persen petugas KPPS meninggal dunia di DIY mempunyai riwayat penyakit kardiovaskular, dan 90% dari mereka adalah perokok.
"Jadi seluruh kematian terjadi secara natural, dan tidak ditemukan indikasi adanya kekerasan maupun kejadian tidak wajar," jelas pria karib disapa Doni ini.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Metode Survei
Selain metode otopsi verbal, Kajian UGM juga menggunakan metode survei TPS di 400 titik yang dinilai telah merepresentasi total 11.781 TPS di DIY. Hasilnya, dari pengambilan sample secara acak di lima kabupaten kota, Yogyakarta, Sleman, Kulon Progo, Gunung Kidul, dan Bantul, ditemukan gejala kelebihan jam bekerja.
"Dari sample total 212 KPPS di DIY, baik yang sehat maupun sakit, 80% menilai tuntutan pekerjaan sebelum, saat, dan setelah tergolong tinggi. Mereka mengalami kelelahan, ditambah tak memiliki waktu istirahat cukup dan harus langsung melanjutkan aktivitas kerja formalnya di hari berikutnya," kata dia.
Kajian UGM berkesimpulan, KPU dengan segala kompleksitas penyelenggaraan Pemilu serentak pertamanya belum menjalankan proses manajemen krisis yang efektif di tingkat bawah pada wilayah DIY. Sehingga, saat terjadi anomali, tim di lapangan tidak tahu apa yang harus dilakukan.
"Kami juga berkesimpulan ada beban kerja terlalu tinggi dan riwayat penyakit KPPS sebelumnya, menjadi pemicu meningkatnya risiko kematian dan kesakitan," tuturnya.
Meski demikian, Kajian Lintas Disiplin UGM ini belum dapat memberi masukan terhadap KPU atau Parlemen terkait hasil riset ini. Mereka beralasan perlu waktu, sumber daya, dan anggaran, lebih untuk menyimpulkan temuannya sebagai jawaban atas apa yang menimpa KPPS dalam lingkup nasional.
Kajian Lintas Disiplin UGM ini terdiri dari tiga fakultas yang berisi para ahli setingkat Doktor dan Profesor, seperti DR. Erwan Agus Purwanto, M.Si. Fakultas Ilmu Sosial Politik, Prof. dr. Ova Emilia, M.Med.Ed., PhD., Sp.OG(K) dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK), dan Prof. Dr. Faturochman, M.A. dari Fakultas Psikologi.
Advertisement