Kemenkes: Obat Tradisional Tak Bisa Gantikan Peran Vaksin Covid-19

Saikhu mengatakan, yang dimaksud dengan obat tradisional terdiri dari tiga kategori yaitu jamu, obat herbal terstandarisasi dan fitofarmaka.

oleh Luqman RimadiLiputan6.com diperbarui 06 Agu 2020, 10:44 WIB
Diterbitkan 06 Agu 2020, 10:44 WIB
Ilustrasi herbal (iStockphoto)
Ilustrasi herbal (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional, Badan Litbang Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Akhmad Saikhu mengatakan penelitian vaksin Covid-19 masih dilakukan.

Meski pun vaksin belum ada, perannya tak bisa digantikan obat lain, termasuk obat tradisional.

Dia menyebut, obat tradisional hanya bisa meringankan gejala penyakit komorbid atau penyerta, bukan Covid-19.

"Obat tradisional ini adalah untuk komorbit dari Covid-19, artinya bisa dipergunakan untuk meringankan gejala-gejala penyerta," ujarnya Kamis (6/8/2020).

Dia menjelaskan yang dimaksud dengan obat tradisional terdiri dari tiga kategori yaitu jamu, obat herbal terstandarisasi dan fitofarmaka. Obat-obat tersebut harus memenuhi syarat seperti tidak menimbulkan efek samping dan tidak mengganggu fungsi hati ataupun ginjal sebelum digunakan.

Di tengah pandemi Covid-19, Akhmad Saikhu menyarankan masyarakat untuk mengonsumsi jamu. Selama jamu tersebut dapat meningkatkan daya tahan tubuh atau meringankan gejala penyakit.

"Untuk masa-masa Covid-19 ini, justru ditingkatkan saja takarannya," tambahnya.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Prosedur Pembuatan Obat

20160629-Ilustrasi-Vaksin-iStockphoto
Ilustrasi Foto Vaksin (iStockphoto)

Sementara itu, Direktur Standarisasi Obat Narkotika, Psikotropika, Prekusor dan Zat Adiktif, Togi Junuce Hutadjulu menjelaskan prosedur pembuatan obat diawali dari proses penelitian mencari molekul yang potensial untuk digunakan.

Setelah mendapatkan molekul, dilakukanlah uji laboratorium untuk menetapkan karakterisasi serta spesifikasinya. "Kemudian kalau sudah kelihatan ada potensi untuk manfaat dan keamanannya, itu akan pindah ke uji praklinis," lanjutnya.

Uji praklinis dilakukan pada hewan untuk membuktikan keamanan obat tersebut, sehingga dapat dilanjutkan ke uji klinis. Dia menjelaskan terdapat tiga fase dalam uji klinis.

Fase satu untuk memastikan keamanan. Fase dua adalah untuk memastikan efektivitas. Fase tiga adalah untuk mengonfirmasi keamanan dan khasiat obat tersebut.

Terkait obat tradisional yang tersebar di pasaran, Togi menegaskan bahwa obat tersebut harus mendapatkan izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Masyarakat juga diminta melakukan pengecekan pada kemasan obat, label, nomor izin edar serta tanggal kedaluwarsa.

 

Reporter: Titin Supriatin

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya