HEADLINE: Pembatasan Kegiatan Jawa-Bali Tekan Kasus Covid-19, Penerapannya?

Penerapan PPKM di sebagian wilayah Jawa Bali diklaim mampu menekan kasus covid-19. Bagaimana penerapannya dan akankah efektif menurunkan kasus?

oleh Lizsa EgehamYopi Makdori diperbarui 12 Jan 2021, 12:48 WIB
Diterbitkan 09 Jan 2021, 00:02 WIB
Pembatasan Kegiatan di Jawa-Bali
Pejalan kaki menyeberang jalan di kawasan Sudirman, Jakarta Pusat, Rabu (6/1/2021). Pemerintah memberlakukan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di wilayah Jawa dan Bali mulai 11 hingga 25 Januari 2021 menyusul lonjakan kasus Covid-19 di sejumlah daerah. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Peningkatan kasus covid-19 di Indonesia semakin hari kian mengkhawatirkan. Tren kenaikan angka korban pagebluk terus menunjukkan kenaikan signifikan. Bahkan data per hari ini, Jumat (8/1/2021), jumlah orang yang terkonfirmasi positif covid-19 mencapai 10.617 kasus, sehingga angka kumulatifnya melonjak menjadi 808.340.

Agar penyebaran kasus covid-19 ini tidak semakin menggila, Pemerintah berencana menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM di Jawa dan Bali pada tanggal 11 hingga 25 Januari 2021. Dua pulau ini dipilih lantaran dinilai menjadi penyumbang kasus covid-19 terbesar secara nasional.

Menurut Pakar Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga (Unair) Windhu Purnomo, penerapan PPKM Jawa Bali merupakan hanya sebagai opsi tambahan. Bukan sebagai hal yang mutlak dalam penanganan pandemi covid-19 itu sendiri.

"Ada opsi tambahan itu monggo saja. Tapi yang mutlak, harus ada sebagai strategi utama yang tidak boleh digantikan oleh apapun, itu adalah penemuan kasus. Mengapa? Karena kita ini bermaksud memutus rantai penularan. Rantai penularan tuh, orang bisa terjadi penularan kenapa, karena ada penularannya, dan penular ini yang harus diisolasi. Itu kan prinsipnya," kata dia saat dihubungi Liputan6.com, Jumat (8/1/2021).

Windu menambahkan, selama tidak bisa mencari orang yang positif covid-19, maka kemampuan menangani pandemi terbilang rendah. Atau bahkan kemauan melawan covid-19 masih belum maksimal. "Maka yang terjadi adalah penularan di bawah permukaan yang tidak pernah bisa terdeteksi dan itu menjadi bom waktu," ucap dia.

Dia mengungkapkan tak ada cara lain agar Indonesia terbebas dari bom waktu tersebut. Yaitu dengan menerapkan Tracing, Testing, Treatment atau 3T secara maksimal.

"Jadi yang utama tak bisa digantikan itu testing semasif mungkin dan tracing setinggi mungkin sebanyak mungkin, malah justru yang ini kita justru sangat lemah. Entah karena kemauan kurang atau kemampuannya kurang. Justru yang penting ini yang utama harus dilakukan dan tak bisa digantikan," terang dia.

Ia berharap, kebijakan PPKM ini dilakukan secara serius dan matang. Sehingga tidak lagi terjadi seperti halnya PSBB yang telah diterapkan pemerintah daerah. Menurutnya, PPKM harus benar-benar membatasi pergerakan masyarakat.

"Coba baca rencananya (PPKM), pusat perbelanjaan masih bisa buka sampai jam 7 malam, pusat perbelanjaan kan yang dijual macam-macam ada yang enggak esensial sama sekali. Kalau supermarket buka enggak apa-apa karena ada sembako, yang esensial," kata dia.

Dia juga menyoroti penerapan PPKM di Surabaya dan Malang, Jawa Timur. Padahal menurut kriteria PPKM, ada 36 kabupaten/kota di Jawa Timur yang harus menerapkan kebijakan ini.

"Padahal kalau kita dari sudut pandang epidemiologi ya, Jawa, Madura dan Bali itu satu kesatuan. Harus serempak. Namanya virus itu dibawa oleh orang, enggak bergerak sendiri, selama masih ada pergerakan orang, virus itu akan menular," ucap dia.

"Jadi artinya kalau memang seperti ini ya tidak bakal efektif, sama seperti PSBB yang kemarin-kemarin, enggak efektif, termasuk DKI, kenapa? Karena hanya nama doang substansinya tidak," ujar dia.

Yang terpenting saat ini, kata dia, masyarakat harus tetap dikontrol soal kepatuhannya menjalankan protokol 3 M. Karena sekarang makin lemah dalam menerapkan prokes tersebut. "Sudah turun disiplinnya sekarang ini. Enggak sampai 50 persen yang disiplin. Bayangkan ini bom waktu semua," ucap dia.

Namun begitu, dia mengaku optimistis jika PPKM dilakukan secara total dengan membatasi pergerakan massa yang tidak esensial. Namun dia menyayangkan kebijakan ini baru diambil sekarang.

"Seharusnya di awal-awal kita empat bulan pertama itu periode emas sebenarnya. Ketika masih kecil kasusnya, harusnya saat itu dilakukan gitu dengan sungguh-sungguh, fokusnya jelas, kesehatan masyarakat bukan ekonomi," ujar dia.

Sementara itu, Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengaku belum dapat menyimpulkan peningkatan signifikan kasus covid-19 dalam beberapa hari belakangan sebagai gelombang kedua corona. Hal itu, kata dia, harus dilihat dari jumlah kasusnya saja. 

"Tidak perlu kesimpulan ke arah situ," kata dia saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Jumat (8/1/2021).

Dia pun memastikan penerapan PPKM akan dilakukan secara serius. Sanksi menanti bagi mereka yang mencoba untuk melanggar peraturan tersebut. "Sanksi hukum sudah di-Inpreskan Nomor 6 Tahun 2020," kata dia. 

Terkait dengan alasan PPKM baru diterapkan awal 2021, Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Airlangga Hartarto mengungkapkan kebijakan itu baru diterapkan sebagai antisipasi lonjakan kasus Covid-19 akibat libur akhir tahun.

"Mengapa dijalankan 11 Januari dan 25 Januari? Karena baru saja libur Natal dan Tahun Baru. Berdasarkan pengalaman habis libur besar terjadi kenaikan kasus 25 sampai 30 persen," kata Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Airlangga Hartarto, dalam konferensi pers secara virtual, Kamis (7/1/2021).

 

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Infografis Siap-Siap Pembatasan Kegiatan Masyarakat Jawa-Bali. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Siap-Siap Pembatasan Kegiatan Masyarakat Jawa-Bali. (Liputan6.com/Trieyasni)

Adapun kriteria yang ditetapkan untuk dilakukan pembatasan kegiatan adalah daerah-daerah yang memenuhi sejumlah parameter. Misalnya, daerah yang memiliki tingkat kematian di atas rata-rata tingkat kematian nasional atau 3 persen.

Kemudian, memiliki tingkat kesembuhan di bawah rata-rata nasional yaitu, 82 persen. Selain itu, tingkat kasus aktif di bawah rata-rata nasional yakni, sekitar 14 persen dan tingkat keterisian rumah sakit atau untuk ICU dan isolasi di atas 70 persen.

"Daerahnya sudah ditentukan, berbasis pada kota dan kabupaten. Bukan keseluruhan Provinsi Jawa ataupun Bali, tetapi penanganan secara mikro kabupaten/kota sesuai dengan kriteria tadi," kata Airlangga yang juga Menko Perekenomian ini.

Daerah-daerah prioritas di Jawa dan Bali yang akan menerapkan pembatasan kegiatan masyarakat adalah DKI Jakarta: Seluruh wilayah DKI Jakarta. Kemudian Jawa Barat dengan prioritas wilayah Kabupaten Bogor, Kabupaten Bekasi, Kota Cimahi, Kota Bogor, Kota Depok, Kota Bekasi, dan wilayah Bandung Raya. Selanjutnya Banten dengan prioritas wilayah Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan.

Selain itu, Jawa Tengah: dengan prioritas wilayah Semarang Raya, Banyumas Raya, dan Kota Surakarta serta sekitarnya. Dan juga DI Yogyakarta dengan prioritas wilayah Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Kulonprogo. Kemudian Jawa Timur dengan prioritas wilayah Surabaya Raya dan Malang Raya, dan terakhiar Bali dengan prioritas wilayah Kabupaten Badung dan Kota Denpasar serta sekitarnya.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Mereka yang Terima dan Menolak PPKM

Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jawa Bali pada 11 - 25 Januari 2021, mendapat dukungan dari sejumlah daerah. Para Kepala Daerah yang wilayahnya masuk dalam penerapan PPKM ini langsung menindaklanjutinya dengan menerbitkan instruksi gubernur maupun pergub.

Pemerintah Provinsi DKI misalnya. Gubernur Anies Baswedan langsung merespons dengan menerbitkan Peraturan Gubernur tentang PKM di wilayah DKI Jakarta pada Kamis 7 Januari 2021. Dengan Pergub itu, kebijakan PSBB Transisi yang sebelumnya sudah berlaku dianulir oleh adanya PPKM.

"Jadwalnya jadi diubah sesuai dengan kebijakan pusat, jadi 11-25 dan poin-poin substansinya kita sesuaikan, tadinya di 3-17 (Januari) itu (WFO) kantor 50 persen, sekarang yang di kantor itu tinggal 25 persen," terang Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria dalam diskusi daring BNPB, Kamis (7/1/2021).

Meski demikian, Ariza--begitu ia disapa, belum menjelaskan secara rinci nomor pergub tersebut. Pergub itu, menurutnya berisikan penyesuaian kapasitas orang di dalam kantor. Selain juga, mengatur tentang pembatasan kegiatan di rumah makan atau restoran.

“Substansinya kita sesuaikan tadinya di kantor itu 50 persen sekarang menjadi 25 persen, yang makan di tempat yang tadinya 50 persen sekarang 25 persen. Semuanya kita sesuaikan, itu memang menjadi harapan kita adanya pengawasan dan pengetatan,” tuturnya.

Riza menyebut, PPKM ini memang diminta dan diharapkan Pemprov DKI. Mengingat apabila pengetatan hanya dilakukan DKI, banyak kasus warga DKI bepergian ke luar Jakarta. "Alhamdulillah itu yang menjadi harapan kita, adanya pengawasan dan pengetatan," tandas dia.

Tak hanya itu, Pemprov DKI juga akan lebih getol lagi untuk menggelar operasi yustisi di sejumlah tempat. Hal tersebut pernah dilakukan saat PSBB diberlakukan.

"Operasi Yustisi dengan adanya PPKM Jawa-Bali ini akan ditingkatkan dari yang telah kita lakukan saat ini dengan Kepolisian dan TNI," ujar Ariza.

Dukungan PPKM juga disuarakan kepala daerah penyangga Ibu Kota. Wali Kota Depok, Mohammad Idris menilai langkah tersebuut sudah tepat untuk menekan penyebaran virus covid-19 yang sudah menggila.

“Pemkot Depok berpandangan bahwa langkah yang diambil adalah langkah yang tepat,” ujar Idris melalui siaran youtube pribadinya, Jumat (7/1/2021).

Idris mengakui selama ini kebijakan untuk menekan kasus covid-19 tidak berjalan seirama. Antarkepala daerah seakan mengambil kebijakan sendiri-sendiri tanpa adanya sinergitas yang mampu meredakan laju tren covid-19 secara efektif.

“Kebijakan ini merupakan sebuah jawaban dari masalah yang dihadapi saat ini, terutama sulitnya mensinergikan kebijakan antardaerah dalam upaya pencegahan dan penanganan Covid-19,” ucap Idris.

Idris mengungkapkan, Pemerintah Kota Depok akan segera membuat kebijakan peraturan Wali Kota untuk merealisasikan dukungan terkait penerapan PSBB. Selain Pemkot Depok Forkopimda Kota Depok memberikan dukungan yang sama.

"Kepada seluruh warga dan pihak terkait diharapkan untuk bersama-sama segera melaksanakan kebijakan ini demi kesehatan dan kemaslahatan bersama,” tutup Idris.

Sementara itu, Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta telah menerbitkan Instruksi Gubernur DIY Nomor 1/INSTR/2020 untuk menerapkan PPKM. Instruksi diberikan kepada semua kabupaten dan kota di DIY. Keputusan ini berbeda dengan kebijakan Pemerintah Pusat yang hanya menerapkan PPKM di Sleman, Kulonprogo dan Gunungkidul.

"Bupati/wali kota yang nanti akan mengimplementasikan di lapangan," kata Sekretaris Daerah (Sekda) DIY Kadarmanta Baskara Aji saat konferensi pers secara virtual di Yogyakarta, Kamis 7 Januari 2021.

Aji menuturkan untuk DIY, penerapan PPKM diutamakan dari aspek kearifan lokal seperti yang pernah diterapkan desa hingga level RT/RW saat awal pandemi Maret, yang kala itu kegiatan masyarakat dibatasi secara mandiri.

"Jadi kita persilakan saja kalau di kampung-kampung, di desa-desa kembali memasang portal. Namun tetap itu sebagai pembatasan, tidak boleh menutup suatu wilayah secara penuh," kata Aji.

Dalam instruksi gubernur itu, kata dia, diatur terkait pembatasan tempat kerja di perkantoran baik swasta maupun pemerintahan dengan menerapkan work from office (WFO) dan work from home (WFH).

Persentase WFH di DIY berbeda dengan kebijakan pemerintah pusat sebanyak 75%. Hal ini mempertimbangkan jumlah pegawai di instansi baik organisasi perangkat daerah (OPD), instansi vertikal dan swasta di DIY selama ini menggunakan sistem penghitungan pegawai minimal.

"Yang masuk kantor 50 persen dan yang WFH 50 persen dengan memberlakukan protokol kesehatan secara ketat," kata dia.

Berikutnya, kegiatan belajar mengajar (KBM) untuk seluruh jenjang mulai perguruan tinggi, SMA, SMK, SMP, SD, TK, sampai pendidikan nonformal diharuskan berlangsung secara dalam jaringan (daring). Berbagai sektor esensial yang terkait dengan layanan kebutuhan sembako, diperbolehkan beroperasi penuh, akan tetapi tetap harus menerapkan protokol kesehatan secara ketat.

Operasional mal/pusat perbelanjaan dibatasi sampai pukul 19.00 WIB. Sedangkan kegiatan makan/minum di restoran dibatasi 25 persen dari kapasitas tempat, selebihnya makanan/minuman dibawa pulang atau cukup dilayani secara pesan-antar.

Kegiatan konstruksi, lanjut Aji, diperbolehkan beroperasi penuh dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat.

Dalam instruksi itu disebutkan pula bahwa kegiatan di tempat-tempat ibadah diizinkan dengan jumlah orang tidak boleh lebih dari 50 persen dari kapasitas tempat disertai penerapan protokol kesehatan secara ketat.

Ia meyakini setelah pengetatan secara terbatas kegiatan masyarakat (PPKM) diterapkan mobilitas masyarakat dari luar daerah memasuki DIY akan berkurang signifikan karena kebijakan serupa juga berlaku di provinsi lain.

"Tentu akan banyak berkurang karena sudah ada pembatasan di wilayah masing-masing," katanya.

Kendati demikian, Pemkab Gunungkidul mempertanyakan penerapan PPKM. Ketua Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid19 Gunungkidul Immawan Wahyudi menilai jika dilihat dari kriteria utama penetapan pembatasan kegiatan warga dengan dasar data statistik, Kabupaten Gunungkidul paling minim jumlah warganya yang terpapar Covid-19.

Namun begitu, pria yang juga Wakil Bupati Gunungkidul ini menilai jika kebijakan tersebut kemungkinan merujuk pada Gunungkidul yang merupakan kawasan pariwisata. Hal ini diketahui berdasarkan analisis yang menyebutkan jika Gunungkidul adalah kawasan pariwisata di DIY yang banyak dikunjungi wisatawan.

Tak hanya Gunungkidul, penerapan PPKM Jawa Bali juga diprotes oleh Plt Wali Kota Surabaya Whisnu Sakti Buana. Dia keberatan PPKM diberlakukan di Kota Pahlawan lantaran angka kasus Covid-19 sudah menurun.

"Sementara di wilayah Jawa Timur ada empat kabupaten kota yang zona merah tidak diterapkan PSBB. Itu tadi yang juga saya proteskan," tegas Whisnu, Kamis 7 Januari 2021.

Mendapat penolakan itu, Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito angkat bicara. Dia menegaskan daerah yang menolak menerapkan Pelaksanaan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jawa dan Bali diperintahkan segera mematuhi. Karena daerah yang diperintahkan untuk menerapkan PPKM adalah bagian dari daerah zona merah yang risiko tinggi penyebaran Covid-19.

"Bagi pihak manapun yang menolak kebijakan dari pusat yang disusun berdasarkan data ilmiah untuk segera mengindahkan instruksi pemerintah, karena instruksi ini bersifat wajib," tegas Wiku dalam keterangan tulis, Jumat (8/1/2021).

Kebijakan PPKM Jawa dan Bali dijelaskan Wiku, dibuat untuk mempercepat penanganan pandemi Covid-19. Kebijakan tersebut dirancang sedemikian rupa untuk kepentingan sektor kesehatan dan ekonomi. Dan bisa dilihat, berdasarkan grafik yang dipaparkan, dimana Pulau Jawa dan Bali merupakan zona merah dan kontributor terbesar di tingkat nasional dan menambahkan kasus positif tertinggi.

"Bukan saja pemerintah daerah, masyarakat dari daerah tersebut bisa melihat dengan jelas tingkat kedaruratan penyebaran Covid-19 di daerah yang wajib dibatasi kegiatannya," tegas Wiku.

 


Polri Kawal PPKM

Sehari setelah penerapan PPKM diumumkan Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Airlangga Hartarto, Mendagri Tito Karnavian merespons cepat. Dia mengeluarkan Instruksi Mendagri (Inmendagri) sebagai tindak lanjut kebijakan tersebut.

"Inmen ini bertujuan untuk keselamatan rakyat, di antaranya melalui konsistensi kepatuhan protokol kesehatan Covid-19 dan pengaturan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat," kata Kapuspen Kemendagri Benni Irwan dalam siaran pers diterima, Kamis 7 Januari 2021.

Benni melanjutkan, eskalasi penyebaran Covid-19 kian naik dan belum menunjukkan tren penurunan, maka sangat diperlukan langkah strategis Kemengdagri untuk mengendalikan pandemi ini diperlukan.

"Dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan, maka diperlukan langkah langkah cepat, tepat, fokus, dan terpadu antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah," jelas Benni.

Berikut iinstruksikan kepada Gubernur dan Bupati/Walikota yang tertuang dari Instruksi Mendagri:

1. Kepada Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Jawa Barat dan Bupati/Walikota dengan prioritas wilayah Kabupaten Bogor, Kab. Bekasi, Kota Cimahi, Kota Bogor, Kota Depok, Kota Bekasi, dan wilayah Bandung Raya.

Gubernur Banten dan Bupati/Walikota dengan prioritas wilayah Kab.Tangerang, Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan.

Gubernur Jawa Tengah dan Bupati/Walikota dengan prioritas wilayah Semarang Raya, Banyuwas Raya dan Kota Surakarta serta sekitarnya.

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta dan Bupati/Walikota dengan prioritas wilayah Yogyakarta, Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Kulon Progo, Gubernur Jawa Timur dan Bupati/Wali kota denga prioritas wilayah Surabaya Raya, dan Malang Raya.

Gubernur Bali dengan prioritas wilayah Kabupaten Bandung, Kota Denpasar dan sekitarnya.

2. Pembatasan sebagaimana dimaksud meliputi: Membatasi tempat kerja/perkantoran dengan menerapkan Work From Home (WFH) sebesar 75% dan Work Form Office sebesar 25% dengan menerapkan protokol kesehatan secara lebih ketat.

3. Melaksanakan kegiatan belajar/mengajar secara daring;

4. Untuk sektor esensial yang berkaitan dengan kebutuhan pokok masyarakat dapat beroperasi 100% dengan pengaturan jam operasional, kapasitas, dan penerapan protokol kesehatan secara lebih ketat;

5. Melakukan pengaturan pemberlakuan pembatasan kegiatan restoran (makan/minum di tempat sebesar 25%) dan untuk layanan makanan melalui pesan antar/bawa pulang tetap diijinkan sesuai dengan jam operasional restoran, sementara pembatasan jam operasional untuk pusat perbelanjaan/mall sampai dengan pukul 19.00 WIB.

6. Kegiatan konstruksi, diijinkan untuk beroperasi 100% dengan syarat penerapan protokol kesehatan yang lebih ketat.

7. Tempat ibadah, tetap diijinkan dengan pengaturan pembatasan kapasitas sebesar 50%, tentu dengan protokol kesehatan yang lebih ketat.

Selain itu, Polri juga mengeluarkan surat telegram sebagai tindak lanjut Penerapan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jawa-Bali yang akan diberlakukan di pulau Jawa-Bali pada 11 Januari sampai dengan 25 Januari 2021.

Surat Telegram Kapolri itu bernomor ST/13/I/OPS.2./2021 tertanggal 7 Januari 2021.

"Surat telegram dialamatkan kepada seluruh Kapolda," tutur Kabaharkam Polri Komjen Agus Andrianto menyampaikan, dalam keterangannya, Jumat (8/1/2021).

Agus menyebut, surat telegram tersebut memerintahkan kepada seluruh Kapolda untuk melakukan komunikasi, koordinasi, dan mendorong pihak Pemda untuk mengatur secara spesifik PPKM dimaksud sampai dengan penerapan sanksi melalui Peraturan Daerah (Perda).

Kemudian, jajaran Polri diminta meningkatkan kegiatan Satgas II Pencegahan Operasi Aman Nusa II melalui kegiatan sosialisasi dan edukasi untuk membangun kesadaran masyarakat dengan melibatkan seluruh potensi masyarakat, baik secara langsung maupun melalui media sosial, media cetak, dan elektronik.

"Berkoordinasi dan berkolaborasi dengan Pemda, TNI, dan stakeholder lainnya untuk melaksanakan pengetatan pengawasan dalam penerapan protokol kesehatan dengan meningkatkan pelaksanaan Operasi Yustisi," jelas dia.

Lebih lanjut, Polri akan melakukan pengawalan dan pengawasan, serta mendorong pihak Pemda untuk mengakselerasi pelaksanaan belanja barang maupun modal, penyaluran seluruh program bantuan sosial pemerintah, serta memberikan kemudahan investasi dan kegiatan usaha.

Terutama pada Triwulan I tahun 2021 dalam rangka mendukung program pemulihan perekonomian nasional.

Terakhir, seluruh anggota diwajibkan mempelajari dan memahami, serta mengikuti perkembangan rencana pelaksanaan vaksinasi Covid-19 yang diprogramkan oleh pemerintah pusat melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Untuk selanjutnya melakukan koordinasi dengan Pemda, TNI, dan stakeholder lainnya dalam rangka persiapan pelaksanaannya di wilayah masing-masing.

"Surat telegram ini bersifat perintah untuk dilaksanakan," Agus menandaskan.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya