Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah menteri memberikan tanggapan soal adanya klaster Covid-19 di sekolah saat mulai diberlakukannya Pembelajaran Tatap Muka atau PTM terbatas.
Misalnya, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin yang membantah kabar banyaknya klaster Covid-19 di sekolah ketika mulai diberlakukan PTM terbatas.
"Jadi kalau banyak yang kemarin diskusi atau beredar hoaks bahwa klasternya demikian banyak, sebenarnya tidak demikian," ujar Budi dalam konferensi pers virtual terkait hasil rapat terbatas PPKM yang dipantau di Jakarta, Senin 27 September 2021, dikutip dari Antara.
Advertisement
Sementara itu, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim menyebut ada miskonsepsi terkait data 2,8 persen sekolah menjadi klaster Covid-19. Menurut dia, data tersebut merupakan angka kumulatif selama masa pandemi Covid-19.
"Bahwa angka satuan pendidikan 2,8 persen walaupun kecil, tapi itu data kumulatif bukan data satu bulan. Jadi, itu semua dari seluruh masa Covid-19, bukan bulan terakhir PTM (pembelajaran tatap muka) terjadi," ujar Nadiem.
Berikut sederet tanggapan menteri terkait adanya klaster Covid-19 saat PTM terbatas di sekolah dimulai, yang telah dihimpun oleh Liputan6.com:
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
#sudahdivaksintetap3m #vaksinmelindungikitasemua
1. Mendikbudristek
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim menyebut ada miskonsepsi terkait data 2,8 persen sekolah menjadi klaster Covid-19. Menurut dia, data tersebut merupakan angka kumulatif selama masa pandemi Covid-19.
"Bahwa angka satuan pendidikan 2,8 persen walaupun kecil, tapi itu data kumulatif bukan data satu bulan. Jadi, itu semua dari seluruh masa Covid-19, bukan bulan terakhir PTM (pembelajaran tatap muka) terjadi," ujar Nadiem dalam konferensi pers di Youtube Sekretariat Presiden, Senin 27 September 2021.
"Itu pun 2,8 persen yang dilaporkan oleh sekolahnya, itu pun belum tentu mereka melaksanakan PTM," sambung dia.
Selain itu, Nadiem mengatakan bahwa isu soal adanya 15.000 murid dan 7.000 guru positif Covid-19 merupakan laporan data mentah dan banyak sekali error atau kesalahannya.
Misalnya, kata dia, banyak yang melaporkan jumlah positif Covid-19 itu melampaui jumlah murid di sekolahnya.
"Jadi kita fokus data yang ada terutama data dari Kemenkes yang telah mendapatkan berbagai macam test result dan sampling," papar Nadiem.
Advertisement
2. Menkes
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin membantah kabar yang menyebutkan terdapat banyak klaster di sekolah ketika mulai diberlakukan PTM terbatas.
"Jadi kalau banyak yang kemarin diskusi atau beredar hoaks bahwa klasternya demikian banyak, sebenarnya tidak demikian," kata Menkes Budi, dalam konferensi pers virtual, terkait hasil rapat terbatas PPKM yang dipantau di Jakarta, dikutip dari Antara.
Menkes menjelaskan bahwa setelah dilakukan PTM terbatas, pemerintah kemudian melakukan surveilans di beberapa sekolah sebagai bagian dari evaluasi pelaksanaan pembacaan secara luar jaringan (luring) itu.
Dari surveilans yang dilakukan di DKI Jakarta dalam periode 1 hingga 21 September terhadap 22 sekolah dan pengujian 2.113 subjek dengan tes antigen ditemukan tingkat positif 3,12 persen.
Selain itu pengujian PCR pada 31 Agustus hingga 20 September 2021 terhadap 2.134 subjek yang terbagi di 24 sekolah menemukan tingkat positif 5,01 persen.
Di Kota Semarang, Jawa Tengah, kata Budi, pengujian antigen pada 15 hingga 25 September terhadap 3.689 subjek dari 258 sekolah menemukan tingkat positif 0,24 persen.
Sementara pengujian antigen pada 22 September di Kota Surakarta terhadap 171 subjek di satu sekolah dan di Kota Pekalongan terhadap 103 subjek di lima sekolah, menemukan tingkat positif 0,0 persen untuk masing-masing kota.
3. Menko Marves
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan, permasalahan terkait penyelenggaraan PTM terbatas saat pandemi Covid-19 masih dapat dikendalikan.
"Jadi sekali lagi khusus masalah pendidikan kami tidak melihat ada masalah-masalah yang tidak bisa dikendalikan," kata Luhut dalam konferensi pers.
Luhut menyebut sistem yang dibuat oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (KemendikbudRistek) cukup bagus meksipun masih terdapat sejumlah tantangan.
Namun, kata dia, permasalahan atau tantangan tersebut harus diselesaikan. Sebab setiap kebijakan yang diambil akan memiliki risikonya masing-masing.
"Bahwa ada tantangan di sana sini, yes. Tapi kita lebih takut dan ngeri lagi kalau generasi yang akan datang jadi tidak berpendidikan dan jadi bodoh," jelas Luhut.
(Deni Koesnaedi)
Advertisement